Married ?? and Glasses - Cerpen Cinta

MARRIED??? AND GLASSES
Karya Ulfie Afifah Ath-thahirraah
 
Kulihat lagi dia, duduk diujung sana. Kepalanya menunduk dan peci hitamnya ikut terangguk-angguk. celana training hitam dengan garis merah dibagian samping ditambah koko biru muda. hati ini lagi-lagi harus terus ber dag-dig-dug. yeah, walaupun terakhir kali kutahu dia tak sebaik yang kukira. "Hayyoo,.. Afi ngliatin mulu'! ehem,.. ehem,..". goda cewek manis berlesung pipit disamping ku ini. Aku hanya melengos sambil membenarkan letak kacamataku yang sebenarnya tidak melorot. "Deuh,.. gayanya..". rupanya Mimi makin gencar untuk menggodaku. "Ushh,.. diem,..". kataku sambil melototkan mata. Dia hanya tertawa. "Eit,eit jangan rame-rame,.. ayo,sholatnya mau dimulai!". retno mengingatkan. dan kami pun memulai sholat di masjid penuh kenangan itu.
***

Kembali kuteringat masa lalu. Jemariku berjalan kesana kemari merasakan dinginnya kaca yang dihujani basahnya air hujan. 'Prince Glasses' dari dulu, impianku, keinginanku untuk mendapatkan pasangan hidup hanya dengan seorang 'Glasses' entah kenapa. padahal aku sendiri memakai kacamata. "Wah mbak, kasihan kalau dapatnya yang pakai kacamata. entar anak kamu gimana?". begitu ujar Putri, asisten di toko aksesoris milikku. Aku mengangguk meniyakan. Aku tahu, Aku sepenuhnya sadar. Sejak itu aku hanya bisa menggaruk leherku yang terselubung kain jilbab. Pernah juga aku berpikir untuk mengikuti seorang ulama perempuan yang memilih berzuhud dan tidak memilih menikah karena cintaNya kepada Sang Pencipta. Itu dulu, dulu sekali. Sewaktu aku masih SMP. Dari dulu pemikiranku memang selalu menjorok jauh tanpa memikirkan sebab akibatnya, hingga yang kudapati hanyalah kebimbangan dan kebingungan. 
 
Married ?? and Glasses
Aku butuh orang yang bisa menguruiku!. Aku takut untuk menikah. Itu alasan sebenarnya kenapa aku memilih untuk 'mengikuti jejak' ulama tersebut. Mengingat ibuku yang pernah memiliki tumor dikandungannya dua kali. yang pertama, tumor bisa diselamatkan yang kedua bisa diselamatkan juga. Hanya saja yang selamat adalah ibuku, bukan adikku. Masih tergambar jelas wajah kesakitan ibu yang menahan rasa sakit tumor juga adikku yang 'nakalnya' menendang di bagian 'sakit' ada. Kupejamkan mata, Kukepalkan tanganku, menahan dan membayangkan bagaimana rasanya. "hiyy,...". Aku bergidik ngeri. Sebuah tepukan mendarat di pundakku. Aku menoleh dan kutemui wajah Putri yang kini tersenyum memandangku. "Sholat Ashar dulu mbak,..". katanya. "lagi halangan ,..". bisikku sambil berbalik dan kembali menata meja yang tadinya berantakan. Putri hanya mengangguk mengerti. "Kamu udah sholat?". Tanyaku. Dia mengangguk lagi dan mengambil posisi duduk disampingku. Saat itu toko agak sepi. "Selamat ya mbak,..". katanya tiba-tiba. Aku mengerutkan kening, dia cuma mesem. "Selamat, bisa dapat beasiswa ke Belanda". "Ooh,.." hanya itu yang keluar dari mulutku kemudian aku menunduk sambil tersenyum karena malu sekaligus bersyukur. Tiga minggu lagi. Batinku.
***

Sudah dua bulan kaki ini terus menapaki jalanan di negara Belanda. Senyumku terus memancar. Ditanganku, sebuah kamera yang berhasil membidik gambar-gambar di beberapa sudut kota menemaniku lagi. pip!. Sebuah sms masuk. Kurogh kantong jaketku untuk mengambilnya. begini isinya...."Menikah memang bukanlah kewajiban. tetapi sunnah. sementara itu sunnah adalah perintah rosulullah maupun aLLah agar itu dijadikan sebagai tonggak dilakukannya hal tersebut. Menikah juga memberi banyak pahala untuk kita. Menikah adalah ladang pahala salah satunya.........". Aku menangguk. Asal mengangguk. Mengerti, tapi belum memahami. Kumasukkan kembali hp itu kedalam kantong dan berjalan lagi untuk melanjutkan jalan. Sudah lama menghabiskan waktu, aku pun kembali ke tempatku tinggal. Yeah, di sebuah apartemen kecil yang disesuaikan juga dengan kantong mahsiswa. "Assalamua'laikum ukhti,..". salam seorang kawan berjilbab ungu yang keluar dari kamarnya. Aku mengangguk dan mengembangkan senyum kemudian membalas salamnya. "oh ya ukhti, besok jangan lupa yaa,... itu lho ke islamic center,buat ketemu senior kita disana, meneruskan ekspedisi.". seorang akhwat keluar dari kamarnya juga. dari suaranya ia terlihat senang sekali. Lagi-lagi aku mengangguk. "Saya ingat kok, ukhti. ya sudah saya kembali ke kamar dulu ya, saya lelah sekali". ungkapku. kedua kawan itu mengangguk dan aku melambaikan tangan tanda perpisahan sambil masuk kedalam kamar. hufft,.. Akhirnya.

Waktu subuh datang, aku terbangun dan segera membersihkan diri kemudian mendirikan sholat subuh dua rakaat. Suhanallah, Indahnya diriMu wahai yang Maha Pemberi cinta, tetapkan cinta sejatiku pada diriMu yang hakiki. Doaku dalam sujud. Selesai berias, aku duduk didepan laptop yang kusengaja dari malam kemarin untuk di charge. Facebook. Hanya itu tujuanku. Dari dulu, aku memang paling suka dengan layanan ini. Menurutku tak apa, yang terpenting jangan sampai menyalah gunakannya. Kubuka sebuah page yang berisikan nasihat-nasihat tentang kebaikan menikah. Nah, pengisi page inilah yang kemarin mengirimiku pesan. 
 
Walaupun selama ini aku belum pernah bertemu langsung dengan pengisi page itu, menurutku tak apa,tak masalah. Yang pentingkan ilmunya, bukan orangnya. tok,tok,tok, ketukan pintu itu mengingatkanku untuk bersegera dengan rencana hari ini. "Sorry,..". ucapku sambil membuka pintu dan menutupnya kembali. "it's okey..". jawab kawan yang kemarin mengenakan jilbab ungu dan kini dia memakai jilbab putih, Jannah namanya. "Ayo! jangan sampai kita terlambat.". kawan yang kedua itu namanya Sophia. Kami segera bergerak cepat. Menuruni tangga dan keluar apartemen kemudian meneruskannya dengan menaiki bus. ISLAMIC CENTER sebuah masjid besar terlihat ramai dengan kegiatan masing-masing. "Itu!..". Tunjuk Shopia ke arah seorang pemuda yang terlihat rapi, dewasa dan tampan rupannya. "Assalamualikum,..". salam Jannah mendahului. Pemuda itu menoleh dan tersenyum menyambut kami. "Waalaikum salam,..". katanya. mataku masih asyik menoleh kesana kemari. Akhirnya kudapati dua kawanku tengah menyembunyikan senyum 'suka' kepada pemuda yang kuketahui ternyata dialah senior kami. Kami duduk dan meneruskan maksud yang ada. Aku hanya berbicara beberapa kalimat saja yang perlu, sebagiannya aku hanya mendengarkan.

"Subhanallah,.. kakak senior kita tadi itu lho,... aduh,Astaghfirullah.. ". ungkap Jannah setelah kami menginjak kembali apartemen. "Sudah Ikhwan, pandai, hafid pula,.. MasyaAllah,..". ungkap Sophia tak mau kalah. "Kamu nggak tertarik. Afi?". tanya mereka menyadari aku yang sedari tadi hanya bisa memandang heran. "Aku,...nggak tau". hanya itu. Mereka menggelengkan kepala kemudian tertawa. "Aduhh,.. jodoh siapa ya?". canda mereka. Ku akui, memang benar. Namun entah mengapa, aku sudah tidak tertarik lagi dengan hal-hal seperti itu. Masih teringat, kemarin sebelum terbang ke belanda umi dan abi meminta agar aku segera mencari pasangan hidup. Aku ingin dicari, bukan mencari. ungkapku dalam hati. Semua rasa patah hati, sakit hati dimasa sekolah dulu justru seakan-akan membuat rasa 'suka'kini menjadi pupus.mungkinkah keputusanku menetap untuk 'mengikuti jejak' itu?.
**

Sesuai dengan rekomendasi bersama, kini kami menjejakkan kaki di Jepang. lagi-lagi sebuah kamera yang kini menemaniku. Musim semi, Sakura. Aku tersenyum, menikmati keindahan ini. "Suka motret ya?". Aku menoleh, Kak Ardhan tersenyum dalam keadaan kepala menunduk karena sedang mengutak-atik kameranya juga. Tapi entah juga jika itu bertujuan untuk ghadul bashar. ckrik! aku mengambil sebuah gambar. "Yeah, lumayan nanti buat kenang-kenagan di Indonesia". ucapku seperlunya. dia mengangguk kemudian berlari untuk mengambil sebuah gambar di ujung jalan sana.

Matahari kini berganti menjadi rembulan teringat masa-masa SMP-ku dulu. semua cita-cita yang ada selama di jepang. Beberapa mimpi kukubur dalam-dalam yang menurutku agak aneh. Aku rindu masa lalu. belum ada 5 bulan memang, tapi aku sudah merindukan Indonesia, kawan lama, dan keluarga.
Disini, Aku yang merindu.
***

Tugas usai dan kami kembali ke Belanda. Banyak hal kulalui disana. Ada momen-momen menyenangkan, menyedihkan. itulah keadaan. Belum lagi kesulitan dalam menghadapi ujian juga tugas kuliah lainnya. yang terpenting selama itu aku bisa melakukannya dengan kerja keras, kerja cerdas, dan ikhlas. hingga akhirnya aku kembali ke Indonesia. Membawa kebanggaan keluarga juga tercapainya suatu impian.
"Umiii,...!!!". beliau yang pertama kali kupeluk dalam dekapan erat. airmataku merembes begitu saja. Baru kusadari, sekarang Umi kurus. Umi pun ikut memelukku sambil tak henti-hentinya mengecup pipi dan keningku. kedua, kuhampiri Abi lalu ketiga adikku.

Hari itu juga aku kembali bisa mengunyah dan merasakan nikmatnya nasi. Tetangga berdatangan sambil terus mengucapkan selamat. itu berjalan selama kurang lebih sebulan. Yang selanjutnya sudah kembali seperti biasa. hingga pertanyaa itu kembali lagi menyapaku. "Kapan kamu menikah, nduk?". lembut, tapi bagiku itu sangat menohok hati. Aku hanya ingin dicari. bukan mencari. Tapi aku juga malu. Beberapa teman masa kecilku yang sepantaranpun kebanyakan bahkan hampir semuanya sudah menikah. Memiliki anak. tak cuma satu, bahkan sudah ada yang meniliki dua anak. Jika ditaksir, sebenarnya umurku belum tua-tua sekali. Hanya saja mugkin karena kedua orangtuaku yang terlalu mengkhawatirkan. Seinggu kemudian, seorang bujangan datang. Namanya Rama. Entah kenapa aku langsung menjawab dengan gelengan kepala lalu berlari kekamar dan menangis. begitu pula yang kedua, ketiga, keempat, entah selanjutnya yang ke berapa.

Aku kembali menggelengkan kepala dengan posisi masih tertahan di atas tempat duduk. Mataku mulai berkaca-kaca. Aku takut. Ya Rabb, ampuni aku!
"Dek, masih inget gak sama aku?". suara itu lembut menghanyutkan. Aku tak berani mendongakkan kepala. "Dek,..". suara itu lagi. Perlahan, aku pun mendongakkan kepala. Aku sampai hampir terlonjak karenanya. 'Glasses'. Satu kata yang bisa kuungkapkan. Tapi aku tak tahu siapa dia. Bujangan itu tersenyum lalu tertawa perlahan. Kedua orangtuannya hanya bisa memandang heran. "Oh ya, sekarang aku pakai kacamata kok ya?". lalu dia melepas kacamatanya. Astaghfirullah,... Kak Ardhan?. Kini kepalaku kembali tertunduk, malu. "Jujur saja, saya lebih yakinnya sama adek. gimana kalo saya tunggu jawabannya 3 hari lagi,ya?". akhirnya Kak ardhan memutuskan untuk menungg jawabanku 3 hari lagi.

Selama 3 hari itu, yang ada aku hanya bisa terus berdoa dan bersujud kepadaNya. kupasrahkan segalanya kepadaNya. Masih ada rasa kalut yang menyelimuti hati saat aku akan menganggukkan kepala. hingga anggukan ketiga entah kenapa seakan-akan semua rasa yang selama ini kutakutkan sirna begitu saja.
"Alhamdulillah,.......!!!". Kedua orangtua Kak Ardhan dan keluargaku serempak berseru demikian .Aku kembali membuka mata dan kudapati Kak Ardhan tengah tersenyum dengan menundukkan kepala dan mulai hari itu juga rasa dag-dig-dug itu kembali menyapaku.
***

"Gimana dek, masih takut?". Kak Ardhan duduk disampingku yang sedang asyik menjahit celana Rafa, anak pertamaku yang hampir sobek. Kak Ardhan meminum kopinya dalam-dalam. Aku hanya mesem mengingat masa lalu. "Alhmdulillah, gak..". dia tertawa lalu mencium keningku singkat.

Hal yang selama ini kutakutkan ternyata tak seburuk itu. terimakasih, wahai yang maha pemberi cinta.

PROFILPENULIS
Nama saya,. Ulfie Afifah Ath-thahirrah. 
TTL,.. Kab.Semarang 31 Desember 1997. 
Alamat fb: https;//www.facebook.com/alif.al-khawarizmi
Alamat rumah: Kab.Semarang, Dusun Krajan, Klurahan, RT 01/ RW01.

Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.
Share & Like