Cerpen Cinta Remaja - Mencintai Gila

MENCINTAI GILA
Karya Ilham

Begitu banyak orang yang tak mengerti dengan apa yang ada di pikiran Jannah. Orang-orang sekampungnya mengenal Jannah sebagai sesosok Perempuan yang cukup dikagumi sifat anggunnya. Namun setelah ia menjalin kasih dengan seorang pria tetangga kampungnya, orang-orang telah menganggapnya seakan sudah tak waras lagi. Betapa tidak, selera dalam memilih teman hidup jannah cukup jauh berbeda dengan selera gadis-gadis di kampung manapun. Sungguh Jannah membuat orang-orang kampung gempar atas tingkahnya.
“ Tolong jangan campuri urusan pribadi saya. Mencintai lelaki manapun itu hak saya sendiri. Jadi sekali lagi tolong, hargai saya”. Begitu kalimat yang sering terucap di mulut Jannah disaat teman-temannya menanyakan tentang keputusannya memilih pacar seperti itu.
Anehnya, semenjak Jannah menginjak usia dewasa, ia baru pertama kali mengenal yang namanya dunia pacaran. Namun, pada saat ia meutuskan untuk melabuhkan perasaannya, ia memutuskan tuk berpacaran dengan sesosok lelaki yang tak seperti laki-laki biasanya. Laki-laki yang membuat Jannah rela melihat cibiran setiap orang menyapanya itu bernama Puqding. Di mata Jannah, Puqding adalah sesosok lelaki yang selama ini dia idamkan. Meskipun di sisi lain ia sendiri sadari, bahwa Puqding tidaklah senormal seperti kebanyakan lelaki yang selama ini ingin menjadi kekasih hatinya.

Pertemuan Jannah dengan kekasih hatinya itu, berawal ketika ia berniat berkunjung ke rumah temannya yang sedang sakit. Di tengah perjalanan, kedua telinga Jannah disapa oleh sorak nyanyian anak-anak dari kejauhan.
“ Orang gila... orang gila...”. sedikit rasa takut terlintas di benak perempuan anak kepala desa itu. setelah sedetik menoleh kearah asal suara itu, Jannah kembali melanjutkan langkah kakinya.
“ Orang gila... orang gila...”. suara nyanyian anak-anak itu semakin terdengar jelas ke telinga Jannah. Jantungnya pun mulai berdetak kencang. Di pikiran Jannah, apabila ada anak yang bernyanyi seperti itu, berarti itu pertanda anak-anak itu lagi bermain-main dengan orang gila. Suara anak-anak itu semakin tampak jelas, seakan sekelompok orang tengah membopong iring-iringan pengantin. Ia pun semakin dihantui oleh rasa takut.
“ Orang gila... orang gila...” dengan semakin dekatnya asal suara itu, Jannah memutuskan tuk kembali menoleh ke asal suara nyanyian itu. apalagi, sedikit penasaran pun menyelimuti hati perempuan lugu itu.

Kaget, begitulah kira-kira perasaan Jannah sesaat ketika mangalihkan pandangannya ke suara nyanyian anak-anak itu. ingin berlari namun tak kuasa. Kedua telapak hak tinggi Jannah seakan tengah menginjak seonggok lem pelekat yang membuatnya tak mampu mengangkat kedua kakinya. Kedua bola mata Jannah hanya mampu melotot, memandangi langkah kaki seorang lelaki yang berpakaian compang diiringi sekelompok anak yang semakin mendekat ke arahnya.
“ Orang gila... orang gila...” semakin jantung hati Jannah serasa ingin copot, ia semakin tak mampu bertingkah apa-apa.
“ hey perempuan jelek, apa lihat-lihat. Memangnya kau anggap aku ini pisang, dasar monyet”. seketika hati Jannah terasa tercabik saat mendengar kalimat lontaran lelaki yang kembali membalas tatapan mata Jannah.
“ Dasar perempuan gila. Jelek. Gila.. gila..”. semakin raut wajah Jannah memerah. Seakan kepulan asap akan keluar melalui kedua lubang telinganya mendengar perkataan Puqding sambil tertawa.
“ Kamu yang gila,” Jannah mencoba mencaci Puqding yang terus tersenyum seperti halnya senyum orang gila yang lain. Entah mendengar cacian Jannah, puqding hanya tertawa sambil menunjuk-nunjuk ke arah wajah Jannah yang semakin memerah.
“ Kak, jangan pedulikan dia. Dia itu gila”.
“ Iya kak. Puqding itu orang gila, jadi kakak jangan mendengar kata-katanya,” anak-anak itu mencoba memadamkan api kemarahan Jannah yang semakin membara. untuk menghargai tutur sapa anak-anak itu, Jannah membalasnya dengan sedikit senyum membuat lesung pipitnya kembali menghiasi wajahnya. lalu kemudian ia kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Puqding bersama anak-anak itu.
“ Orang gila... orang gila....” anak-anak itu terus menyoraki kegilaan Puqding. Dengan kembali melangkahkan kakinya menuju rumah temannya, Jannah pun sudah sedikit tertunduk. Dengan terus memikirkan lontaran Puqding yang entah mengapa terus bersarang di hatinya, tanpa berselang lama kemudian ia pun sampai ke tujuannya itu.
“ Hari sudah sore, Kalau begitu saya pulang dulu yah. Semoga lekas sembuh”. Setelah beberapa jam berada di rumah temannya itu Jannah pun pamit pulang seraya meraih tas yang ada di samping tempat duduknya.
“ Terimah kasih yah. Hati-hati di jalan”. Mendengar kalimat temannya, lesung pipit Jannah kembali menghias senyum manisnya sembari melangkah membelakangi tamannya yang terbaring pucat.

Matahari senja yang terus mencoba bersembunyi di balik cakrawala mengiringi langkah kaki Jannah yang terus terdengar melalui sentakan telapak kaki sepatunya. Setelah di tengah perjalanan, Jannah pun tiba-tiba di kagetkan oleh sapaan suara seorang lelaki dari arah belakang langkahnya.
“ Hey gadis jelek, kamu mau kemana”. Kalimat itu membuat tubuh Jannah seketika berbalik ke arah asal suara itu. Betapa kaget hati perempuan itu, sesaat setelah pandangan matanya tertuju pada seorang lelaki yang sebelumnya ia pernah kenal.
“ Kaget yah, jangan takut aku hanya ingin menawari kamu bisnis yang akan menguntungkan diri kamu sendiri,” tutur lelaki itu yang rupanya tak lain lelaki gila yang membuatnya berpikir. Puqding.
“ Tolong jangan ganggu saya, pergi kau dari sini”. Tiba-tiba Jannah memohon ketakutan. Pikir Jannah, Puqding yang gila akan mengganggunya sebab tak seorang pun yang melihatnya saat itu.
“ Dasar gadis gila, siapa yang akan mengganggu kamu. Memangnya kamu anggap aku ini gila, yang akan menggangu orang gila seperti kamu,” kalimat yang dilontarkan Puqding yang seharusnya diucapkan Jannah.
“ Kalau begitu pergilah, saya mau pulang,” Jannah semakin tak mampu menahan rasa takutnya. Puqding yang seakan tak mendengar, hanya terus tersenyum dengan rambut berantakan.

Tubuh Puqding yang kotor mengeluarkan bau sehingga menusuk kehidung Jannah. Pakaian kotor dan robek menambah kegarangan penampilan lelaki gila itu. jannah terus terdiam. Dia tak mampu bertingkah lagi. Perempuan itu hanya pasrah melihat Puqding yang terus tertawa. Andai dia akan disakiti, iya hanya akan pasrah merelakan tubuhnya dicabik-cabik lelaki gila itu.
“ Hey perempuan gila, kenapa hanya diam”. Sentakan suara Puqding seketika mengusir lamunan Jannah.
“ Kamu mau apa. tolong jangan ganggu saya. Biarkan aku pulang,” ujar Jannah yang terus memohon.
“ Siapa yang akan mengganggu kamu. Dasar perempuan gila”.
“ Kalau begitu biarkan aku pergi,” histeris Jannah mulai tak sadar diri.

Melihat Jannah yang semakin takut, Puqding kembali tertawa.
“ Tolong, aku mau pulang,” kalimat sayu Jannah.
“ Baiklah, tapi aku punya permintaan padamu. Aku mau melihat kamu sekarang tersenyum”. mendengar pinta Puqding melebihi Pinta dari sorang lelaki dewasa sehat, Jannah hanya diam termangu. Jannah tak habis pikir, Puqding akan berkata seperti itu. Setiap kalimat yang terucap dari mulut Puqding tak ubahnya kalimat ujaran lelaki waras lainnya. Di benak Jannah mulai menyimpan keraguan. Apakah lelaki yang tengah berdiri didepannya itu benar-benar gila? Ataukah hanya seorang lelaki yang berniat mencuri perhatiannya saja?
“ Hey perempuan gila, kamu dengarkan permintaanku tadi. Jangan hanya diam,” Puqding kembali membuyarkan diam Jannah.

Cakrawala yang semakin menggelap. Satu persatu bintang bermunculan dari balik dinding langit. Suara nyanyian jangkrik mulai terdengar brisik ke telinga mereka. Sesekali suara kodok mencari mangsa terdengar. Tak satu pun manusia yang datang menghentikan ketegangan Jannah. Tampak Puqding terus tersenyum menggambarkan bahwa dia benar-benar gila.
“ Cepatlah gadis gila. Tersenyumlah. Setelah itu kamu boleh meninggalkan aku bersama teman setiaku itu,” pinta Puqding memecah hening malam sembari menunjuk ke bayang tubuhnya disebabkan bias cahaya bulan yang rupanya tengah tersenyum di atas langit malam.
“ Dasar orang gila. Bayangannya pun dibilang teman hidupnya,” kalimat semu Jannah dengan bibir tercibir.
“ Yah kalau begitu kamu pulang saja. Aku juga tak mau memaksa perempuan gila seperti kamu. Dasar perempuan gila. Biar senyum tak mau dibagi. Dasar gila.” Kalimat kesal Puqding seraya duduk sambil memandangi bayang tubuhnya yang seketika menghilang.
“ Teman, kamu kemana, lho kok hilang. Jangan tinggalkan aku dong”. Puqding berkata sambil mencari-cari ke mana bayangannya itu pergi.
Hati Jannah lega. Akhirnya ia terlepas juga dari jeratan rasa takut pada Puqding yang menurutnnya lelaki itu benar-benar gila. Kemudian ia pun kembali melanjutkan langkah kakinya setelah menyempatkan diri mengabulkan permintaan puqding. Senyum terhias lesung pipit.
*****

Nah, dengan kejadian itulah, awal pertama Jannah bertemu dengan kekasih hatinya itu. Setelah beberapa kali bertemu di berbagai tempat dan termasuk dalam mimpi Jannah, mereka pun menjalin kasih.
“ Jannah, sebenarnya apa yang ada di pikiran kamu itu sehingga kamu mau berpacaran dengan orang gila seperti Puqding. kamu masih waraskan,” tegur teman Jannah yang tak habis pikir, bahwa Jannah akan seperti itu.
“ Asal kalian tahu, aku lebih mencintai orang gila seperti Puqding. Sebab Aku yakin, orang gila tidak akan pernah menyakiti hati orang lain. Orang gila tidak akan pernah berkata bohong. Tidak seperti dengan sifat orang-orang waras. Orang waras hanya mampu berkata bohong dan Mereka hanya tahu menyakiti hati orang lain. Orang gila tak bertopeng, tidak seperti dengan orang waras seperti kita ini. Apa kalian pernah melihat orang gila menghina orang sehat. Tidak kan. Malahan orang sehatlah yang acap kali mengina orang-orang gila”. Mendengar lontaran Jannah, teman-temannya hanya terdiam.
“ Sudah sekian bulan aku menjalin kasih dengan Puqding. Sama sekali dia tak pernah menyakiti perasaanku. Jika dia tak pernah mandi, pasti dia akan berkata jujur padaku. Bahkan sayalah yang terkadang menyakiti perasaannya. Meskipun saya tahu dia mungkin tak pernah merasa tersakiti oleh siapa pun. Jadi tolong, jangan tanya mengapa bila saya mencintainya sepenuh hati. Ingat, wanita hanya ingin kejujuran dari lelaki,” kalimat meyakinkan terlontar dari mulut Jannah sembari ia beranjak meninggalkan teman-temannya itu.
*****

Ketika nyiur angin membuat dedaunan melambai. Pepohonan seakan tengah berdendang menyambut datangnya sinar sang surya. Di sebuah pantai, debur ombak terus terdengar mencoba mengusik pasir pantai yang terus terdiam. Nampak Jannah bersama kekasihnya, Puqding tengah memadu kasih di bawah naungan pohon kelapa yang tak berbuah.
“ Ding, mengapa setelah beberapa hari ini, tingkah lakumu sangat berbeda. Kamu tidak membohongi saya kan,” Jannah mencoba merayu kekasihnya itu. namun tak sepatah kata pun keluar dari mulut Puqding. Ia hanya terus menggit-gigit dedaunan yang terbawa hembusan angin.

Suasana kembali membisu. Suara debur ombak kembali menguasai pantai itu. hembusan angin terus bertiup, dan sesekali menyapa panjang rambut Jannah yang terurai. Jannah hanya terus memandangi tingkah Puqding sebagaimana tingkah orang gila lainnya. Ketika terbawa arus asyik memandangi pacarnya itu, sesekali senyum terhias di wajahnya membuat lesung pipitnya kembali hadir di pantai itu.
“ Dinda, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu,” tiba-tiba suara sapa Puqding terdengar tak seperti biasanya. Jannah pun seketika terbelalak tak percaya, ketika mendengar kalimat Puqding, kekasihnya.
“ Iya dinda, mungkin ini akan membuat kamu tak bisa percaya. Tapi hidupku tak pernah tenang jika aku terus menyembunyikan rahasia ini. Sebenarnya aku tak seperti yang kau inginkan dariku”.
“ Jadi maksudnya, kamu tidak gila...!”
“ Iya din, kamu benar, aku sama sekali tak seperti apa yang kamu inginkan,” ujar Puqding lembut, mencoba menenangkan hati kekasihnya yang lagi kacau.
“ Sudah lah, mulai sekarang kita putus. Saya tak menyangka kalau kamu akan berniat seperti ini pada saya,” suara sentakan Jannah mengagetkan hati Puqding.
“ Dinda, jangan berkata seperti itu dong. Aku lakukan semua ini hanya untuk mendapatkan cinta kamu. Jadi tolong, jangan putuskan aku,” Puqding memohon seraya meraih tangan lembut Jannah yang menggenggam sejuta amarah berbalut kecewa.
“ Sudah jangan pegang aku lagi. Pokoknya mulai sekarang hubungan kita putus. Aku tak mau melihat muka pembohong kamu itu lagi. Dasar laki-laki munafik”.
“ Tapi semua ini aku lakukan untuk mendapatkan cintamu Dinda,” Puqding terus memadamkan bara amarah Jannah yang tak mau padam.
“ Semua laki-laki memang benar-benar pembohong. Rela melakukan apa saja, demi untuk mendaptkan apa yang dia inginkan. Sekali lagi kita putus. Selamat tinggal,” cacian Jannah terus bertandang ketelinga hingga hati Puqding, lalu Jannah pun beranjak pergi meninggalkan Puqding seorang diri.
*****

Sejuta penyesalan tergambar di raut wajah Puqding. Hembus angin, debur ombak, semuanya sia-sia ketika mencoba mengusir kegalauan hati lelaki yang rupanya anak seorang pejabat di daerahnya itu. Dahulu ia meyakini bahwa cinta itu buta, seketika terbuyar. Pikir Puqding, Ternyata cinta itu tidak terpejam, namun sebalikya, cinta itu melihat. Cinta itu memandang apa saja yang sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dengan pandangan kosong ke arah laut lepas, Puqding kembali mengambil kesimpulan. Ternyata seorang wanita lebih percaya dengan kebohongan. Dan sama sekali tidak akan percaya dengan yang namanya kejujuran.
 
Sekian....

PROFIL PENULIS
KETUA GERAKAN MAHASISWA BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR SULAWESI BARAT. WARGA PADEPOKAN SASTRA MPU TANTULAR MENGGUGAT MANDAR POLEWALI MANDAR.
Baca juga Cerpen Cinta, Cerpen Remaja dan Cerpen Romantis yang lainnya.
Share & Like