Cerpen Sedih - Ayahku Lebih Dari Sekedar Hebat

"Percayalah, masa-masa itu kian dekat... Dan kelak ketika kamu sampai pada masa itu, kamu akan benar-benar mengenang perjuanganmu hari ini dan hari kemarin." Air mataku kembali mengalir deras jika mengingat-ingat kembali kata-kata itu, kata-kata yang selalu membuatku sulit untuk tidak mengingat kenanganku dengan Ayahku. Bagiku dia bukan hanya sekedar seorang ayah, tapi juga seorang ibu, teman, semuanya.

TANGISAN SEORANG AYAH
Namaku Heksa... Kuawali ceritaku pada saat aku berumur empat tahun, usia yang masih sangat jauh untuk bisa menerima kenyataan pahit dari kedua orang tuannya yang sering bertengkar hampir setiap hari. Waktu itu aku masih belum terlalu mengerti alasan kedua orang tuaku yang selalu bertengkar hampir setiap hari, hingga akhirnya diusiaku enam tahun keduanya resmi bercerai. Kulihat ibuku meninggalkan kami berdua bahkan dia sedikitpun tidakmenghiraukanku sebagai anaknya, entah untuk memberi pelukan atau ucapan perpisahan.

Waktu memang berlalu, kini usiaku menginjak tujuh belas tahun dan sudah sekian lama ayahku membesarkanku dan mendidikku seorang diri. Diusia remaja itu pula menandakan rasa penasaran seseorang semakin meningkat, akhirnya aku mencoba menanyakan hal yang sebenarnya sejak sekian lama ingin kutanyakan kepada ayah namun aku takut membuat ayah mengingat kembali keadaan yang pernah membuatnya terluka dan depresi karena perceraiannyadengan ibu.
"Ayah, sudah lama aku ingin menanyakan hal ini..." Kataku pelan
"Aku sudah tahu, dan sebenarnya aku juga sudah menunggu sekian lama kau ajukan pertanyaan ini pada ayah... Kamu ingin menanyakan alasan perceraian ayah dengan ibu bukan? " Kata ayahku memotong. Aku tidak menyangka ternyata selama ini ayah mengetahui apa yang aku pendam. "kenapa ayah tidak menceritakanya saja kepadaku sejak dulu? " "Aku sengaja nak, karena cepat atau lambat kau pasti akan menanyakannya kepada ayah dan saat itulah baru ayah akan menjelaskannya kepadamu" Kata ayahku sambil tersenyum.

"Ceritakan padaku ayah !!" "Sejak awal ayah memang sudah tahu bekerja sebagai supir taksi tidak akan bisa mencukupi kebutuhan kamu dan ibumu, namun ayah tak punya pilihan... Ayah tak tahu harus bekerja apa lagi sedangkan mencari pekerjaan sangat sulit, setiap ayah pulang bekerja ibumu selalu protes dengan penghasilan ayah, ibu selalu memarahi ayah... jujur ayahpun sangat naif tidak pernah mau mengalah dengan ibumu, mungkin itu reaksi yang wajar dari seorang suami yang sudah lelah bekerja seharian dan ketika pulang setidaknya disambut dengan senyuman seorang istri atau pijatan kecil, namun hanya mendapat omelan keras dari istrinya... Ayah mencoba bersabar namun sangat sulit, apalagi rasa lelah telah menguasai diri ayah Ibu selalu bilang bahwa penghasilan ayah hanya cukup untuk makan saja dan itupun makanan yang jauh dari kata mewah, sedangkan untuk kebutuhan pakaian apalagi perhiasan ibu tidak pernah kesampaian. Ayah sangat menyadari itu... Namun yang terpenting bagi ayah adalah kebutuhan kamu Heksa, bagi ayah asalkan kamu bisa makan dan minum susu itu sudah cukup membuat ayah bahagia.

Hingga akhirnya ayah memaksakan kehendak dengan memberanikan diri meminjam uang pada boss ayah dan juga pada teman ayah sesama supir taksi untuk membelikan ibumu pakaian baru dan anting-angting seberat dua gram, namun ibumu masih tetap memarahi ayah sambil berkata bahwa pakaiannya jelek dan jual saja kembali anting-anting emas murahan itu untuk membeli susu Heksa... Aku benar-benar kecewa dan merasa perjuanganku tidak pernah dihargai oleh ibumu, bahkan jika ayah pulang bekerja ayah alihkan omelan ibumu dengan menanyakan apakah Heksa sudah minum susu, tapi ibumu mengatakan bahwa harusnya kamu menanyakan apakah uang yang kamu berikan cukup untuk membeli susu Heksa. Hari-hari ayah lalui seperti itu, hingga pada suatu hari ayah melihat ibumu dibonceng dengan motor bersama laki-laki lain, ayah tetap positf thingking.

Mungkin itu saudara ibumu, tapi kemudian kecurigaan ayah muncul ketika kedua kalinya ayah melihat keadaan yang sama bahkan kali ini keduanya terlihat mesra, ini tidak mungkin perilaku sesama saudara... Malam harinya ayah coba tanyakan kepada ibumu namun sungguh jawaban sangat mengejutkan yang ayah dengar dari ibu, dengan terang- terangan dan tanpa rasa bersalah ibu mengakui bahwa lelaki itu adalah selingkuhannya... Sontak dada ayah tiba-tiba terasa sesak, jantung ayah serasa ditikam tombak besar Tak ayal ayahpun tanpa kendali layangkan sebuah tamparan pada ibumu dengan cukup keras sambil ayah katakan padanya 'aku tahu aku tidak pernah mencukupimu, tapi mengapa kamu tega melakukan hal itu... kamu anggap apa aku selama ini' dan ibumu menjawab dengan perkataan yang sangat menyakitkan ayah dan sungguh sulit ayah lupakan sampai saat ini..." Tiba-tiba ayah terdiam kemudian kulihat air mata perlahan keluar dari binar matanya.

Rasa penasaranku seolah tak memperdulikan kesedihan ayahku, kemudian dengan lancangnya aku bertanya. "Apa yang ibu katakan ayah?!" "Ibumu berkata agar ayah menceraikannya saja dan dia bisa pergi bersama lelaki itu, karena dia bilang lelaki itu lebih baik daripada ayah... dia bisa memberikan apa yang ibumu mau dari mulai uang, perhiasan, pakaian, semuanya. Kemudian dengan berat hati dan terpaksa atas permintaan ibumu akhirnya ayah menceraikannya." Air mata semakin deras mengalir dipipi ayahku, kuusap dengan kedua tanganku dan tanpa terasa perlahan air mataku pun keluar juga membasahi pipiku. "Aku benci ibu... aku sangat membenci ibu, ayah!! " kataku dengan nada keras "Tidak nak, jangan pernah membenci ibumu... karenanya lah kamu terlahir didunia ini." "Aku bahkan tidak sudi dilahirkan dari seorang ibu seperti dia ayah!!" "Dengar nak!! setiap orang punya pilihan hidup masing-masing, dan itulah jalan yang dipilih oleh ibumu... Dan seandainya ayah tahu kau akan membenci ibumu setelah ayah ceritakan semuanya, maka ayah akan memilih tidak akan menceritakannya padamu. Pesan ayah padamu nak, jangan pernah menyalahkan sikap dan jalan yang dipilih siapapun, karena setiap orang berhak memilih jalan hidupnya masing-masing." "Sekalipun jalan yang mereka pilih salah ayah?!!" "Bahkan kini ayahpun sudah memilih jalan yang salah dengan menceraikan ibumu dan membiarkanmu hidup sekian lama tanpa kasih sayang ibu, dan baik disadari atau tidak kelak kamupun atau mungkin setiap orang akan memilih jalan yang salah karena manusia tidak ada yang sempurna... Hanya saja tugas manusia berusaha memperbaiki jalan yang sudah salah
ia tempuh, ayah harap kamu bisa memahami ibumu nak."

"ANAK NAKAL INI PASTI AKAN SUKSES DENGAN CARANYA SENDIRI"
Hari-hari selanjutnya aku jalani dengan ayah yang sangat hebat bagiku. Aku sendiri tumbuh menjadi anak yang nakal, bahkan semua guru disekolahku sudah mengetahui bahwa aku adalah anak yang nakal sering berkelahi, sering bolos sekolah, jarang mengerjakan PR sampai suatu hari ayahku dipanggil pihak sekolah. Aku dan ayahku duduk bersebelahan menghadap Ibu Kepala Sekolah. "Terus terang pak, saya khawatir dengan cara bapak mendidik anak bapak, nantinya dia akan menjadi boomerang untuk bapak sendiri... nilai pelajarannya jauh dari standar, jarang masuk sekolah, sering berkelahi dengan murid sekolah lain... mungkin ini dampak dari kurangnya didikan bapak apalagi tidak adanya peran seorang ibu untuknya." Kata Ibu kepala sekolah menceramahi ayahku.

"Sebelumnya saya minta maaf kepada Ibu kepala sekolah atas kenakalan anak saya, ini mungkin kesalahan saya yang setiap hari hanya sibuk mencari uang untuk kebutuhannya namun lupa mendidiknya dengan baik." "Tapi maaf saja tidak cukup, kalau begini terus dengan terpaksa anak ini akan kami keluarkan, beginilah jadinya mempunyai anak dari hasil ibu yang berperangai buruk, anaknya pun mewariskan perangai buruk." Aku melihat wajah ayahku sangat marah karena ucapan ibu kepala sekolah kemudian sambil memukul meja ayahku membentak "Ibu keterlaluan !! ibu boleh menyalahkan saya, tapi jangan pernah ibu coba menyebut- nyebut parangai ibu Heksa, ibu tidak tahu apa-apa tentang ibunya Heksa... tolong ibu camkan didalam kepala ibu, anak nakal ini pasti akan sukses dengan caranya sendiri!! "Kulihat ibu kepala sekolah gemetar dengan kemarahan ayahku lalu kemudian ayahku menarik tanganku keluar ruangan. "Ayah, maafkan aku... Sampai saat ini bahkan aku tidak bisa menjadi anak yang baik dimata ayah, aku adalah anak yang nakal, malas, bodoh. Pukul lah saju aku ayah... pukulah sekeras mungkin, ayah selama ini tidak pernah memukulku"

"Bukankah ayah sudah pernah mengatakan padamu nak, bahwa setiap orang pasti akan memilih jalan yang salah, ayah tidak bisa marah padamu... dulu waktu ayah seusiamu juga sangat nakal, jadi ayah tidak bisa menyalahkanmu Tugasmu sekarang hanyalah tinggal memperbaiki diri, kamu belum terlambat nak dan ayah percaya padamu." Bagiku, ayah lebih dari sekedarhebat. Ayah sangat baik dan selalu bisa memahami juga tidak pernah menyalahkan sikap orang lain dan aku kagum dengan sifat ayahku, aku juga bangga memiliki ayah sepertinya.

MOMENT KELULUSAN
Hari ini adalah pengumuman kelulusan siswa, aku sangat takut, aku ragu apakah anak nakal sepertiku bisa lulus. Tapi ayah disampingku aku harus yakin dengan diriku sendiri, ayah juga telah berulang kali meyakinkanku apalagi sejak dipanggilnya ayahku oleh ibu kepala sekolah aku sudah mulai memperbaiki diri, jadi aku harus yakin bahwa aku pasti lulus. Wajah-wajah tegang terlihat sudah tidak sabar, para siswa sudah menunggu menerima masing-masing surat kelulusan mereka. Sampai tiba giliranku terdengar Bapak wali kelas memanggil namaku dengan langkah berat serta jantung yang bedegup semakin kencang aku menerima surat kelulusan itu kemudian aku membukanya didepan ayahku dan kami melihat tulisan bertuliskan namaku, nomor siswa serta huruf kapital bertuliskan "LULUS" akhirnya. Aku dan ayahku bersyukur "ayah kan sudah bilang, anak nakal sepertimu pasti akan bisa lulus"

###########
Meski suaramu Tak semerdu nyanyian lembut seorang ibu Kau membingkaiku dengan nada nada ketulusan Yang mengantarkan hatiku. . . Menuju lembah tinggi. . Bernama kedamaian, Meski sentuhanmu tak selembut belaian suci seorang ibu Namun dengan dekapanmu. . . Ku terhangatkan dengan kasihmu Ku terlenakan, Dengan cintamu, Tangisku berderai Kala ku ingat ucapan indahmu menimangku Kala ku sentuh tubuh letihmu menjagaku Seperti karang menjaga debu pasir Kau jaga aku. . . Kau lindungiku,Dari kotoran raga dan jiwa yang kan basahiku. . Kau rela di terpa deburan buih, Yang berlalu Demi aku Demi anakmu. . . Seakan tak pernah lelah Kau hapuskan tetes air mataku Seakan tak pernah bosan Kau redamkan aku dari tangisan Ku urai hati ini, Untukmu... Untuk segalanya yang tlah kau labuhkan pada dermaga hidupku Dari ketulusan hati Untukmu ayah Terima kasih. . . .
TO BE CONTINUE...


Profil Penulis:
Ibnu Aqsha, remaja yang hobi dan antusias dengan dunia sastra khususnya cerpen, novel, dan puisi. Terobsesi ingin menjadi novelis... Jika ingin mengenal ibnu lebih jauh bisa melalui alamat facebook Ibnu Aqsha, atau diwebsite pribadinya global.indonesiaz.com, atau emailnya ibnu-aqsha@programmer.net

Time won't stop... So, we keep moving on !!
Share & Like