BERAWAL DARI SEBUAH KEBOHONGAN
Karya Beti Sinta Rosi
Malam ini sangat berbeda dari malam malam sebelumnya. Malam ini bulan maupun bintang tak tampak karena tertutup awan kelam. Seperti diriku kini yang tak tau harus berbuat apa, aku mendapat sepucuk surat dari sahabatku Dani. Dia menyatakan perasaannya di dalam surat tersebut, untaian kata manis yang menyejukkan hatiku tak dapat aku hindari lagi. Namun hati kecil ini tak bisa dibohongi, “Aku tak menyukainya” , hati kecil ini selalu menjeritkan kata kata itu setelah aku membaca berulang kali surat tersebut. Tapi, aku tak mau Dani kecewa denganku, akhirnya aku bertekat membalas surat tersebut,
Perasaan ini tak dapat ku bohongi
Perasaan ini memang ada
Perasaan ini memang selalu menyelimuti hati ini
Perasaan suka kepadamu inilah yang selalu aku harapkan bisa kau balas
Dan ternyata perasaanmu sama denganku
Aku yakin jika semua ini akan terjadi
Akhirnya aku dapat mengatakan bahwa “Aku juga Mencintaimu”
Ku letakkan pena yang sedari tadi kugenggam, ku baca ulang isi dari balasanku, aku berpikir aku telah berdosa karna membohonginya, tapi apa daya aku tak mau membuat sahabat karibku terluka dan menjauhiku. Ku masukkan selembar kertas yang penuh kedustaan itu ke dalam amplop bewarna merah hati, karna besok aku harus memberikan jawabanku ke dia.
“Teng.....teng...teng” suara lonceng sekolah yang menandakan berakhirnya kami menuntut ilmu berdenting, suara lonceng yang diikuti suara langkah kaki para siswa yang menuju gerbang semakin membuat hatiku riuh, hari ini aku berjanji menemui Dani di gerbang sekolah. Aku tak yakin dengan jawabanku tadi malam, aku masih ragu. Kukeluarkan kembali surat yang telah ku hias rapi dari dalam tasku. Aku menghirup nafas dalam dalam, aku berniat untuk mengganti isi surat tersebut. Mungkin sebuah kejujuran dapat merubah segalanya, aku tak ingin hari hariku bersamanya ternodai karna kebohonganku.
“Hay, Bila udah lama nunggu?” kata seseorang dibelakangku
“Dani” batinku, tanpa berpikir panjang aku segera menoleh ke arah suara itu, tapi kudapati Anton, teman sebangku Dani yang memanggilku tadi
“Oh, Anton, dimana Dani?” ucapku seraya menyembunyikan suratku di belakang tubuhku
“Dani tak masuk karna sakit, Oiya Bil, aku disuruh Dani, mengambil surat yang kau janjikan kemaren”
DEG!
“Surat? Oh...suratnya ketinggalan di rumah iya ketinggalan” ucapku menutupi rasa gugupku
“Terus itu apa?” ucapnya menunjuk secarik kertas yang jatuh tepat dibawahku, kemudian diambilnya surat tersebut, “lah, ini suratnya” ucapnya
“Oh...iya mungkin tadi aku salah liat, aku kira itu surat izin Nina, hehe” cengirku
“Yaudah aku kasih Dani ya? Dah Bil...”
Aku terpaku di tempat, aku tak dapat berbuat apa apa,kutarik tanganku yang sedari tadi bersembunyi di belakang tubuhku, memang benar dugaanku, surat itu terjatuh dari amplopnya. Inginku berlari ke Anton yang belum jauh dari ku, namun perasaan bimbang kembali datang di hatiku. Aku menyerah, aku biarkan saja surat itu dibaca oleh Dani, mungkin seiring waktu berjalan aku dapat sedikit demi sedikit mencintainya.
Sore ini aku berniat menjenguk Dani, di perjalanan hatiku semakin tak menentu karna hari ini mugkin aku resmi berpacaran dengan Dani. Aku mengemudikan mobilku sedikit kencang karna takut hari semakin malam. Sesampainya dirumah Dani, aku mengambil buket bunga serta nasi goreng buatanku yang disukai Dani. Kulangkahkan kakiku menuju kedalam rumahnya, Pak Tri adalah penjaga rumah Dani, beliau sudah sangat akrab denganku. Aku dan Dani telah berteman hampir 5 tahun sejak kelas 1 SMP, jadi tak heran jika aku bisa keluar masuk rumah Dani tanpa seizin Pak Tri.
“Mau jenguk Tuan Dani, non?” tanya Pak Tri
“Iya pak, oiya Dani dirumahkan?” jawabku ramah
“Iya non, silahkan masuk nanti mobilnya saya parkirkan.”
“Baiklah pak ini kuncinya” ucapku seraya memberikan kunci mobil ke Pak Tri.
Aku masuk ke dalam rumah Dani, aroma khas rumah Dani selalu membekas, rumah Dani sangat rapi, Dani disini hanya tinggal sendirian, karna Orang tuanya sedang keluar kota. Tak mau membuang buang waktu segeraku ke lantai 2 dimana kamar Dani berada. Sesampainya di depan kamar Dani aku ragu untuk membukannya, aku takut jika Dani menanyakan kebenaran isi surat tersebut. Tiba tiba hendle pintu Dani bergerak, aku kaget mungkinkah Dani? Namun ternyata pengasuh Dani yang keluar
“Oh non Bila silahkan masuk, Saya mau ngurusin dapur dulu, tolong titip tuan Dani ya” pintanya
“Bik, ini untuk Dani” ucapku seraya menyerahkan satu kotak penuh nasi goreng
“Oya, makasih ya non, pasti Dani seneng banget ini non.” ucapnya kemudian pergi
Aku masuk ke kamar Dani, ku lihat Dani yang terbaring lemas diatas kasurnya, tiba tiba hati ini merasa khawatir, aku sempat bertanya apakah aku mulai menyayangi Dani atau aku hanya simpati? Aku duduk di sebelah Dani, setelah meletakan buket bunga, aku kembali memalingkan wajahku dan kutemukan wajah Dani yang begitu pucat, Dani sangat tampan jika tidur? Hey ada apa denganku? Tidak tidak, aku jatuh cinta kepada Dani? Tapi mengapa aku menolak? Toh, aku juga udah jadian sama dia.
“Bil.” lirih Dani
“Ha?” lamunanku tiba tiba pecah, “iya ada apa?” ucapku
Terlihat raut senyum di wajahnya, “kok gak bilang sayang?” ucapnya yang kurasa tak bercanda
“Apa? Oh i..i..iya saa...yaa...ng..kam..u gak ..pa..pa..kan?” balasku canggung
“Hahaha...kita kan udah resmi jadian, harusnya gak usah canggung dong.”
Aku mengangguk tanda menyetujuinya, “Oiya, aku tadi bawa nasi goreng, kamu mau? Aku ambilin.” ucapku seraya berdiri berniat mengambilkannya
“Bil, gak usah aku cuma mau kamu disini.” lirihnya menggenggam tangan kiriku.
Tanpa aba aba aku segera kembali ke tempat dudukku semula.
“Bil, mungin hidupku tak kan lama lagi namun setelah aku mengenalmu 5 tahun yang lalu aku jadi mengerti arti hidup ini. Hidup ini indah jika kita dapat melihat orang yang kita sayangi merasa bahagia. Bil, kamu mau kan menemaniku diusiaku yang tak lama lagi ini?”
Tak terasa air mataku mengalir, “Dan, kamu ngomong apa sih? Aku gak ngerti, aku selalu disini Dan, aku tak akan meninggalkanmu.” isakku namun dengan sebuah canda
“Kamu nggak usah tangisi aku, aku jadi ikut sedih jika kamu sedih Bil, aku sayang banget sama kamu, tadi Anton ngasih suratmu itu katanya kamu membalas cintaku, aku senang banget Bil, aku tak tau harus ngomong apa lagi” jawabnya di sertai senyuman yang masih mengembang di wajahnya.
Ku pererat genggaman tanganku, aku menangis bukan karna aku sedih melihatmu, tapi karna aku menyesal telah membohongimu Dan.
“Sudah Bil, jangan nangis.” ucapnya berusaha bangun, tapi aku mencegahnya
“Jangan bergerak dulu.”
Dani mengangguk, kemudian suasana hening tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami, hingga Dani memulai pembicaraan
“Bil, udah malem, pulang gih, nanti kamu kecapekan lagi”
Aku mengangguk, ku bermaksut untuk berdiri namun lagi lagi Dani menggenggam tanganku
“I love You Bila” ucapnya
Ku balas kalimat tersebut dengan senyuman, karna aku sama sekali tak mencintainya. Oh Tuhan salahkah aku?
Hari ini adalah annyversarry ku yang ke 1 tahun dengan Dani, aku mulai merasakan bibit bibit cinta yang mulai bermekaran di hatiku. Danilah yang menumbuhkan itu semua, Dani selama ini telah mengajariku arti cinta yang sebenarnya, disetiap kata Dani kadang menyisipkan kalimat yang membuat hati ini bertanya tanya.
“Dedaunan tak selamanya akan berwarna hijau dan dapat melindungi kita dari panas, tapi ada saatnya daun itu akan jatuh dari pohonnya dan lama kelamaan akan berubah bentuk menjadi seonggok sampah”
Aku masih tak mengerti apa maksut dari kalimat tersebut, setiap aku bertanya Dani hanya menjawab “tunggulah waktunya, nanti kamu akan mengerti”
“Tin...tinn...” terdengar suara klakson dari depan rumahku, aku segera pergi, tapi sebelumnya aku mematuk diriku ke cermin
“Perfect” gumamku
“Mah, aku pergi ya....” kataku seraya mencium tangan mamaku
“Iya, hati hati jangan malam malam”
Aku berlari sambil mengacungkan jempolku. Aku masuk ke mobil silver Dani.
“Hay, sayang hari ini mau kemana?” ucapku senang
“Ke taman aja ya sayang aku mau istirahat, kan disana sejuk.”
Aku mengangguk, perjalanan dari rumahku ke taman bisa dibilang dekat hanya memakan waktu 15 menit saja. Selama di perjalanan kami tak banyak mengobrol, hanya saja sesekali kami bersanda gurau. Tak terasa kami telah sampai di tempat tujuan, setelah memarkir mobil Dani, kami menuju bangku taman yang tak jauh dari sebuah danau kecil. Kukeluarkan isi tasku, aku membawa beraneka roti dan tentunya sekotak nasi goreng.
“Dan, aku bawain nasi goreng, mau aku suapin?” tawarku
Dani mengangguk, dia lalu membuka mulutnya, aku segera menyuapinya. Oh Tuhan terimakasih, karna sekarang aku telah bisa menyayangi Dani, aku tak mau meninggalkannya, aku sudah terlanjur mencintainya Tuhan.
“Bil, maafkan aku jika aku mempunyai salah kepadamu, mungkin jika aku meninggalkan dunia ini, aku telah bahagia karna yang terpenting impikanku selama ini telah terwujud, aku bisa melihat orang yang aku sayangi bahagia. Berjanjilah kamu kepadaku, setelah aku tiada kamu akan mencari penggantiku, namun kamu harus memilih seorang lelaki yang sehat tidak sepertiku yang sakit sakitan.” lirihnya, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan selama ini, sesuatu yang sangat penting dan aku tak tau apa maksut semua itu.
“Dan, kenapa kamu selalu bilang seperti itu, ada apa yang terjadi? Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan? Apa itu Dan? Apa? kenapa kamu tak mengatakannya kepadaku? Aku mencintaimu Dan, aku tak mau kehilanganmu.” kataku disertai hembusan nafas yang berat
Dani memelukku, begitu hangat pelukannya, baru kali ini aku merasakan pelukan Dani, aroma tubuh Dani dapat ku nikmati dengan jelas, aku membalas pelukannya, aku pererat pelukanku seakan aku tak mau membiarkan dia pergi. Namun perlahan tubuh Dani memberat, aku melepaskan pelukannku terlihat di hidung Dani mengalir darah segar, Dani perlahan menutup matanya disertai dengan senyuman yang terlukis di kedua sudut bibirnya.
“Terimakasih Bil, kau telah menemaniku di akhir hayatku ini. Aku mencintaimu.” lirih Dani pelan
“ Dani....” kugoncangkan badannya dengan pelan, namun tak ada reaksi darinya, kugoncangkan lagi namun dengan nada yang lebih cepat, “Daniiii......” jeritku sekarang yang membuat pengunjung taman menoleh kearahku.
Air mataku tumpah semakin deras, orang orang disekeliling kami mendekat dan menggotong tubuh lemas Dani, salah seorang pengunjung mengubungi ambulance. Tak lama kemudian ambulance datang, aku mengikuti mobil ambulance dengan mobil Dani, aku masih tak percaya Dani yang aku cintai sekarang pergi. Aku masih bertanya tanya sebenarnya penyakit apa yang diderita Dani?
Sesampainya di rumah sakit, aku menelfon Mamaku karna Orang tua Dani sedang pergi entah kemana. Aku menyendiri di sebuah bangku yang kosong, aku terus terusan mondar mandir di depan pintu kamar dimana Dani ada didalamnya.
“Bila!” panggil seseorang yang sangat ku kenal
“Mama” aku berlari memeluk wanita paruh baya yang sangat ku sayangi
“Mah, Dani mah Dani.” isakku di pelukan mamaku
“Sabar nak sabar, pasti akan ada jalan keluarya. Kita berdoa saja supaya Dani baik baik saja.”
Aku tak menjawabnya, tiba tiba mamaku memberikan secarik kertas putih yang tertulis “Untuk Malaikat Tanpa Sayapku Nabila”
“Mungkin ini saatnya sayang.” ucap mama menyerahkan surat tersebut ditanganku
Aku membuka lipatan surat tersebut, terlihat tulisan Dani yang begitu rapi, terjajar dengan indah
Untuk Bila,
Bil, mengkin jika kamu membaca surat ini aku telah tiada di dunia ini, namun yakinlah walaupun raga ini telah lenyap, namun jiwa ini akan selalu menemanimu dan senantiasa menjagamu dari surga, tapi ingatlah, jika kau merindukanku, serukan namaku di dalam hatimu, serukanlah dengan ketulusan maka kau akan merasakan aku didalam jiwamu.
Tapi...andai saja aku bisa menolak takdir ini, sungguh aku ingin melihatmu berbahagia dengan orang yang tepat, berbahagia dengan hidup yang kau punya, berbahagia dengan diriku. Namun apa daya aku tak dapat merubah takdir ini. Memang aku ingin sekali memelukmu, namun dunia kita telah berbeda, berjanjilah kepada dirimu sendiri bahwa kau tak akan melupakanku dan tak akan melupakan kenangan kita yang dulu kita ukir bersama.
Maafkan aku Bil jika aku tak sempurna, maafkan aku jika kali ini aku harus pergi dan tak akan kembali lagi, dan maafkan aku karna aku belum bisa membahagiakanmu karna sakit yang tak kuharapkan ini. Semoga kau bahagia tanpaku Bil. Terimakasih telah memberiku warna dan mengerti arti kehidupan, terimakasih Bil.
Orang yang menyangimu,
Dani
Air mataku kembali mengalir, “Makasih juga Dan selama ini kamu mampu bertahan buatku” aku menoleh kearah Mamaku yang sedari tadi mengelus elus punggungku, “Ma, sebenarnya Dani sakit apa?” ucapku dengan kesusahan
“Dani, terlahir hanya memiliki satu ginjal, dan ginjal tersebut sangat lemah, Mama Dani selalu mengecek kesehatan Dani setiap waktu. Tahun berjalan tepat diumur Dani ke 13 tahun, tepatnya saat Dani masuk SMP, Dani harus menerima kenyataan pahit, ginjal Dani tak mampu bekerja dengan baik, ginjal Dani tak dapat membuang sisa sisa metabolisme dari tubuhnya. Dani divonis menderita gagal ginjal akut, gagal ginjal ini masih bisa ditolong dengan cangkok ginjal. Mama Dani sering berbicara tentang Dani, tapi mama takut bilang kepadamu sayang” Papar mama panjang lebar
Aku masih tak percaya berarti dari aku bertemu Dani dia telah menyembunyikan ini semua.
“Mah, golongan Danikan O, golongan Bila juga O, bagaimana jika Bila yang menyumbangkan ginjal Bila?” ucapku memohon
“Sayang, kamu ingin Dani bersedih jika ternyata ginjal yang ada pada dirinya adalah ginjal darimu?” ucap mama
“Maah...plis, Bila sayang dengan Dani ma”
“Tidak Bila mama tidak setuju.” bentak mamaku
Hari ini hari pemakaman, dimana hari ini semua orang, keluarga, teman, orang orang yang peduli terhadap kita berkumpul jadi satu. Hari ini bukanlah hari terakhirku, namun hari ini adalah hari baru di dalam hidupku, hari dimana semua kenangan, kesedihan, kesenangan aku tinggalkan di dunia ini menuju ke tmpat yang damai dan tentram diatas sana. Dani semoga kau bahagia dengan ginjalku yang tertanam di tubuhmu.
“Dan, ayo pulang mama yakin Bila pasti bahagia di alam sana.” bujuk mama Dani
“Kenapa harus Bila ma?” isak Dani
“Nak Dani, ini adalah keputusan Bila, dulu sewaktu Nak Dani kritis Bila memohon kepada ibu untuk mendonorkan ginjalnya kepada Nak Dani, awalnya ibu menolak, namun kecintaan Bila akan Nak Dani begitu kuat, Bila memohon hingga sujud di telapak kaki ibu. Ibu sangat tersentuh, akhirnya ibu mengizinkan Bila, Bila terlihat sangat senang. Pada akhirnya operasi berlangsung, semua berjalan dengan baik, namun satu ginjal Bila mengalami kebocoran, ginjal Bila rusak, tak bisa berfungsi karna kebocoran tersebut, dan pada akhirnya Bila tak tertolong, Bila sempat berbicara pada ibu, dia bilang, jika dia tak kembali ke dunia ini, dia minta ibu untuk menyampaikan surat kecil ini ke Nak Dani.” ucap mama Bila dengan penuh kesedian serta menyerahkan surat kecil tersebut.
“Dan, aku mengerti sekarang tentang arti Daun tersebut, mungkin dedaunan itu bisa saja jatuh, namun ranting bisa saja menolongnya, mungkin ranting memang lemah tapi dia mampu menopang daun agar tidak jatuh. Walaupun ranting itu jatuh namun daun masih bisa dilindunginya, dengan cara menerbangkan daun tersebut ke suatu tempat untuk memulai kehidupan yang baru. Kamu tau tidak? Ranting itu adalah aku, dan daun adalah kamu. Kita saling melengkapi, namun karna takdir kita dapat terpisahkan, tapi ingatlah aku tak akan meninggalkanmu Dan, I love You.” begitulah isi pesan dari surat tersebut
“Terimakasih Bil, aku janji akan merawat ginjal ini untukmu, I Love You too.” ucap Dani seraya meninggalkan tempat pemakamanku, sekaligus tempat terakhirku.
“Hay, Bila udah lama nunggu?” kata seseorang dibelakangku
“Dani” batinku, tanpa berpikir panjang aku segera menoleh ke arah suara itu, tapi kudapati Anton, teman sebangku Dani yang memanggilku tadi
“Oh, Anton, dimana Dani?” ucapku seraya menyembunyikan suratku di belakang tubuhku
“Dani tak masuk karna sakit, Oiya Bil, aku disuruh Dani, mengambil surat yang kau janjikan kemaren”
DEG!
“Surat? Oh...suratnya ketinggalan di rumah iya ketinggalan” ucapku menutupi rasa gugupku
“Terus itu apa?” ucapnya menunjuk secarik kertas yang jatuh tepat dibawahku, kemudian diambilnya surat tersebut, “lah, ini suratnya” ucapnya
“Oh...iya mungkin tadi aku salah liat, aku kira itu surat izin Nina, hehe” cengirku
“Yaudah aku kasih Dani ya? Dah Bil...”
Aku terpaku di tempat, aku tak dapat berbuat apa apa,kutarik tanganku yang sedari tadi bersembunyi di belakang tubuhku, memang benar dugaanku, surat itu terjatuh dari amplopnya. Inginku berlari ke Anton yang belum jauh dari ku, namun perasaan bimbang kembali datang di hatiku. Aku menyerah, aku biarkan saja surat itu dibaca oleh Dani, mungkin seiring waktu berjalan aku dapat sedikit demi sedikit mencintainya.
Sore ini aku berniat menjenguk Dani, di perjalanan hatiku semakin tak menentu karna hari ini mugkin aku resmi berpacaran dengan Dani. Aku mengemudikan mobilku sedikit kencang karna takut hari semakin malam. Sesampainya dirumah Dani, aku mengambil buket bunga serta nasi goreng buatanku yang disukai Dani. Kulangkahkan kakiku menuju kedalam rumahnya, Pak Tri adalah penjaga rumah Dani, beliau sudah sangat akrab denganku. Aku dan Dani telah berteman hampir 5 tahun sejak kelas 1 SMP, jadi tak heran jika aku bisa keluar masuk rumah Dani tanpa seizin Pak Tri.
“Mau jenguk Tuan Dani, non?” tanya Pak Tri
“Iya pak, oiya Dani dirumahkan?” jawabku ramah
“Iya non, silahkan masuk nanti mobilnya saya parkirkan.”
“Baiklah pak ini kuncinya” ucapku seraya memberikan kunci mobil ke Pak Tri.
Aku masuk ke dalam rumah Dani, aroma khas rumah Dani selalu membekas, rumah Dani sangat rapi, Dani disini hanya tinggal sendirian, karna Orang tuanya sedang keluar kota. Tak mau membuang buang waktu segeraku ke lantai 2 dimana kamar Dani berada. Sesampainya di depan kamar Dani aku ragu untuk membukannya, aku takut jika Dani menanyakan kebenaran isi surat tersebut. Tiba tiba hendle pintu Dani bergerak, aku kaget mungkinkah Dani? Namun ternyata pengasuh Dani yang keluar
“Oh non Bila silahkan masuk, Saya mau ngurusin dapur dulu, tolong titip tuan Dani ya” pintanya
“Bik, ini untuk Dani” ucapku seraya menyerahkan satu kotak penuh nasi goreng
“Oya, makasih ya non, pasti Dani seneng banget ini non.” ucapnya kemudian pergi
Aku masuk ke kamar Dani, ku lihat Dani yang terbaring lemas diatas kasurnya, tiba tiba hati ini merasa khawatir, aku sempat bertanya apakah aku mulai menyayangi Dani atau aku hanya simpati? Aku duduk di sebelah Dani, setelah meletakan buket bunga, aku kembali memalingkan wajahku dan kutemukan wajah Dani yang begitu pucat, Dani sangat tampan jika tidur? Hey ada apa denganku? Tidak tidak, aku jatuh cinta kepada Dani? Tapi mengapa aku menolak? Toh, aku juga udah jadian sama dia.
“Bil.” lirih Dani
“Ha?” lamunanku tiba tiba pecah, “iya ada apa?” ucapku
Terlihat raut senyum di wajahnya, “kok gak bilang sayang?” ucapnya yang kurasa tak bercanda
“Apa? Oh i..i..iya saa...yaa...ng..kam..u gak ..pa..pa..kan?” balasku canggung
“Hahaha...kita kan udah resmi jadian, harusnya gak usah canggung dong.”
Aku mengangguk tanda menyetujuinya, “Oiya, aku tadi bawa nasi goreng, kamu mau? Aku ambilin.” ucapku seraya berdiri berniat mengambilkannya
“Bil, gak usah aku cuma mau kamu disini.” lirihnya menggenggam tangan kiriku.
Tanpa aba aba aku segera kembali ke tempat dudukku semula.
“Bil, mungin hidupku tak kan lama lagi namun setelah aku mengenalmu 5 tahun yang lalu aku jadi mengerti arti hidup ini. Hidup ini indah jika kita dapat melihat orang yang kita sayangi merasa bahagia. Bil, kamu mau kan menemaniku diusiaku yang tak lama lagi ini?”
Tak terasa air mataku mengalir, “Dan, kamu ngomong apa sih? Aku gak ngerti, aku selalu disini Dan, aku tak akan meninggalkanmu.” isakku namun dengan sebuah canda
“Kamu nggak usah tangisi aku, aku jadi ikut sedih jika kamu sedih Bil, aku sayang banget sama kamu, tadi Anton ngasih suratmu itu katanya kamu membalas cintaku, aku senang banget Bil, aku tak tau harus ngomong apa lagi” jawabnya di sertai senyuman yang masih mengembang di wajahnya.
Ku pererat genggaman tanganku, aku menangis bukan karna aku sedih melihatmu, tapi karna aku menyesal telah membohongimu Dan.
“Sudah Bil, jangan nangis.” ucapnya berusaha bangun, tapi aku mencegahnya
“Jangan bergerak dulu.”
Dani mengangguk, kemudian suasana hening tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami, hingga Dani memulai pembicaraan
“Bil, udah malem, pulang gih, nanti kamu kecapekan lagi”
Aku mengangguk, ku bermaksut untuk berdiri namun lagi lagi Dani menggenggam tanganku
“I love You Bila” ucapnya
Ku balas kalimat tersebut dengan senyuman, karna aku sama sekali tak mencintainya. Oh Tuhan salahkah aku?
Hari ini adalah annyversarry ku yang ke 1 tahun dengan Dani, aku mulai merasakan bibit bibit cinta yang mulai bermekaran di hatiku. Danilah yang menumbuhkan itu semua, Dani selama ini telah mengajariku arti cinta yang sebenarnya, disetiap kata Dani kadang menyisipkan kalimat yang membuat hati ini bertanya tanya.
“Dedaunan tak selamanya akan berwarna hijau dan dapat melindungi kita dari panas, tapi ada saatnya daun itu akan jatuh dari pohonnya dan lama kelamaan akan berubah bentuk menjadi seonggok sampah”
Aku masih tak mengerti apa maksut dari kalimat tersebut, setiap aku bertanya Dani hanya menjawab “tunggulah waktunya, nanti kamu akan mengerti”
“Tin...tinn...” terdengar suara klakson dari depan rumahku, aku segera pergi, tapi sebelumnya aku mematuk diriku ke cermin
“Perfect” gumamku
“Mah, aku pergi ya....” kataku seraya mencium tangan mamaku
“Iya, hati hati jangan malam malam”
Aku berlari sambil mengacungkan jempolku. Aku masuk ke mobil silver Dani.
“Hay, sayang hari ini mau kemana?” ucapku senang
“Ke taman aja ya sayang aku mau istirahat, kan disana sejuk.”
Aku mengangguk, perjalanan dari rumahku ke taman bisa dibilang dekat hanya memakan waktu 15 menit saja. Selama di perjalanan kami tak banyak mengobrol, hanya saja sesekali kami bersanda gurau. Tak terasa kami telah sampai di tempat tujuan, setelah memarkir mobil Dani, kami menuju bangku taman yang tak jauh dari sebuah danau kecil. Kukeluarkan isi tasku, aku membawa beraneka roti dan tentunya sekotak nasi goreng.
“Dan, aku bawain nasi goreng, mau aku suapin?” tawarku
Dani mengangguk, dia lalu membuka mulutnya, aku segera menyuapinya. Oh Tuhan terimakasih, karna sekarang aku telah bisa menyayangi Dani, aku tak mau meninggalkannya, aku sudah terlanjur mencintainya Tuhan.
“Bil, maafkan aku jika aku mempunyai salah kepadamu, mungkin jika aku meninggalkan dunia ini, aku telah bahagia karna yang terpenting impikanku selama ini telah terwujud, aku bisa melihat orang yang aku sayangi bahagia. Berjanjilah kamu kepadaku, setelah aku tiada kamu akan mencari penggantiku, namun kamu harus memilih seorang lelaki yang sehat tidak sepertiku yang sakit sakitan.” lirihnya, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan selama ini, sesuatu yang sangat penting dan aku tak tau apa maksut semua itu.
“Dan, kenapa kamu selalu bilang seperti itu, ada apa yang terjadi? Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan? Apa itu Dan? Apa? kenapa kamu tak mengatakannya kepadaku? Aku mencintaimu Dan, aku tak mau kehilanganmu.” kataku disertai hembusan nafas yang berat
Dani memelukku, begitu hangat pelukannya, baru kali ini aku merasakan pelukan Dani, aroma tubuh Dani dapat ku nikmati dengan jelas, aku membalas pelukannya, aku pererat pelukanku seakan aku tak mau membiarkan dia pergi. Namun perlahan tubuh Dani memberat, aku melepaskan pelukannku terlihat di hidung Dani mengalir darah segar, Dani perlahan menutup matanya disertai dengan senyuman yang terlukis di kedua sudut bibirnya.
“Terimakasih Bil, kau telah menemaniku di akhir hayatku ini. Aku mencintaimu.” lirih Dani pelan
“ Dani....” kugoncangkan badannya dengan pelan, namun tak ada reaksi darinya, kugoncangkan lagi namun dengan nada yang lebih cepat, “Daniiii......” jeritku sekarang yang membuat pengunjung taman menoleh kearahku.
Air mataku tumpah semakin deras, orang orang disekeliling kami mendekat dan menggotong tubuh lemas Dani, salah seorang pengunjung mengubungi ambulance. Tak lama kemudian ambulance datang, aku mengikuti mobil ambulance dengan mobil Dani, aku masih tak percaya Dani yang aku cintai sekarang pergi. Aku masih bertanya tanya sebenarnya penyakit apa yang diderita Dani?
Sesampainya di rumah sakit, aku menelfon Mamaku karna Orang tua Dani sedang pergi entah kemana. Aku menyendiri di sebuah bangku yang kosong, aku terus terusan mondar mandir di depan pintu kamar dimana Dani ada didalamnya.
“Bila!” panggil seseorang yang sangat ku kenal
“Mama” aku berlari memeluk wanita paruh baya yang sangat ku sayangi
“Mah, Dani mah Dani.” isakku di pelukan mamaku
“Sabar nak sabar, pasti akan ada jalan keluarya. Kita berdoa saja supaya Dani baik baik saja.”
Aku tak menjawabnya, tiba tiba mamaku memberikan secarik kertas putih yang tertulis “Untuk Malaikat Tanpa Sayapku Nabila”
“Mungkin ini saatnya sayang.” ucap mama menyerahkan surat tersebut ditanganku
Aku membuka lipatan surat tersebut, terlihat tulisan Dani yang begitu rapi, terjajar dengan indah
Untuk Bila,
Bil, mengkin jika kamu membaca surat ini aku telah tiada di dunia ini, namun yakinlah walaupun raga ini telah lenyap, namun jiwa ini akan selalu menemanimu dan senantiasa menjagamu dari surga, tapi ingatlah, jika kau merindukanku, serukan namaku di dalam hatimu, serukanlah dengan ketulusan maka kau akan merasakan aku didalam jiwamu.
Tapi...andai saja aku bisa menolak takdir ini, sungguh aku ingin melihatmu berbahagia dengan orang yang tepat, berbahagia dengan hidup yang kau punya, berbahagia dengan diriku. Namun apa daya aku tak dapat merubah takdir ini. Memang aku ingin sekali memelukmu, namun dunia kita telah berbeda, berjanjilah kepada dirimu sendiri bahwa kau tak akan melupakanku dan tak akan melupakan kenangan kita yang dulu kita ukir bersama.
Maafkan aku Bil jika aku tak sempurna, maafkan aku jika kali ini aku harus pergi dan tak akan kembali lagi, dan maafkan aku karna aku belum bisa membahagiakanmu karna sakit yang tak kuharapkan ini. Semoga kau bahagia tanpaku Bil. Terimakasih telah memberiku warna dan mengerti arti kehidupan, terimakasih Bil.
Orang yang menyangimu,
Dani
Air mataku kembali mengalir, “Makasih juga Dan selama ini kamu mampu bertahan buatku” aku menoleh kearah Mamaku yang sedari tadi mengelus elus punggungku, “Ma, sebenarnya Dani sakit apa?” ucapku dengan kesusahan
“Dani, terlahir hanya memiliki satu ginjal, dan ginjal tersebut sangat lemah, Mama Dani selalu mengecek kesehatan Dani setiap waktu. Tahun berjalan tepat diumur Dani ke 13 tahun, tepatnya saat Dani masuk SMP, Dani harus menerima kenyataan pahit, ginjal Dani tak mampu bekerja dengan baik, ginjal Dani tak dapat membuang sisa sisa metabolisme dari tubuhnya. Dani divonis menderita gagal ginjal akut, gagal ginjal ini masih bisa ditolong dengan cangkok ginjal. Mama Dani sering berbicara tentang Dani, tapi mama takut bilang kepadamu sayang” Papar mama panjang lebar
Aku masih tak percaya berarti dari aku bertemu Dani dia telah menyembunyikan ini semua.
“Mah, golongan Danikan O, golongan Bila juga O, bagaimana jika Bila yang menyumbangkan ginjal Bila?” ucapku memohon
“Sayang, kamu ingin Dani bersedih jika ternyata ginjal yang ada pada dirinya adalah ginjal darimu?” ucap mama
“Maah...plis, Bila sayang dengan Dani ma”
“Tidak Bila mama tidak setuju.” bentak mamaku
Hari ini hari pemakaman, dimana hari ini semua orang, keluarga, teman, orang orang yang peduli terhadap kita berkumpul jadi satu. Hari ini bukanlah hari terakhirku, namun hari ini adalah hari baru di dalam hidupku, hari dimana semua kenangan, kesedihan, kesenangan aku tinggalkan di dunia ini menuju ke tmpat yang damai dan tentram diatas sana. Dani semoga kau bahagia dengan ginjalku yang tertanam di tubuhmu.
“Dan, ayo pulang mama yakin Bila pasti bahagia di alam sana.” bujuk mama Dani
“Kenapa harus Bila ma?” isak Dani
“Nak Dani, ini adalah keputusan Bila, dulu sewaktu Nak Dani kritis Bila memohon kepada ibu untuk mendonorkan ginjalnya kepada Nak Dani, awalnya ibu menolak, namun kecintaan Bila akan Nak Dani begitu kuat, Bila memohon hingga sujud di telapak kaki ibu. Ibu sangat tersentuh, akhirnya ibu mengizinkan Bila, Bila terlihat sangat senang. Pada akhirnya operasi berlangsung, semua berjalan dengan baik, namun satu ginjal Bila mengalami kebocoran, ginjal Bila rusak, tak bisa berfungsi karna kebocoran tersebut, dan pada akhirnya Bila tak tertolong, Bila sempat berbicara pada ibu, dia bilang, jika dia tak kembali ke dunia ini, dia minta ibu untuk menyampaikan surat kecil ini ke Nak Dani.” ucap mama Bila dengan penuh kesedian serta menyerahkan surat kecil tersebut.
“Dan, aku mengerti sekarang tentang arti Daun tersebut, mungkin dedaunan itu bisa saja jatuh, namun ranting bisa saja menolongnya, mungkin ranting memang lemah tapi dia mampu menopang daun agar tidak jatuh. Walaupun ranting itu jatuh namun daun masih bisa dilindunginya, dengan cara menerbangkan daun tersebut ke suatu tempat untuk memulai kehidupan yang baru. Kamu tau tidak? Ranting itu adalah aku, dan daun adalah kamu. Kita saling melengkapi, namun karna takdir kita dapat terpisahkan, tapi ingatlah aku tak akan meninggalkanmu Dan, I love You.” begitulah isi pesan dari surat tersebut
“Terimakasih Bil, aku janji akan merawat ginjal ini untukmu, I Love You too.” ucap Dani seraya meninggalkan tempat pemakamanku, sekaligus tempat terakhirku.
Kini semuanya telah hilang, aku telah menemui takdirku selama ini, aku tak akan mengecewakan semuanya, termasuk orang orang yang aku cintai. Sekarang di atas sini aku dapat melihat dan menjaga kalian semua meski aku tak dapat menyentuh kalian. Bermuai dari kebohongan, aku dapat mengerti arti kehidupan seperti yang diajarkan Dani. Aku tak menyangka kebohonganku dapat membuatku seperti ini. Selama kita hidup kita harus berusaha menjaga semuanya agar tetap indah dan yang paling terpenting kita harus membuat orang yang kita sayangi bahagia.
SELESAI
PROFIL PENULIS
Nama: Beti Sinta Rosi
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 15 Januari 1997
Alamat: Taman KT 1/459, Yogyakarta
Asal Sekolah : SMA Negeri 7 Yogyakarta
Facebook : Beti Sinta Rosi
Nama: Beti Sinta Rosi
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 15 Januari 1997
Alamat: Taman KT 1/459, Yogyakarta
Asal Sekolah : SMA Negeri 7 Yogyakarta
Facebook : Beti Sinta Rosi
Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.