Aku Sayang Bunda - Cerpen Ibu

AKU SAYANG BUNDA
Oleh Sri Rezeki Hafayanti

Di rumah yang amat sederhana, tinggal seorang gadis cantik bersama Bundanya yang sudah lanjut usia Ayahnya telah meninggal dunia karena kecelakan maut menimpanya, ketika itu Aisyah masih berumur 2 tahun. Tapi, hidup mereka amatlah bahagia Aisyah sangat bahagia karena masih mempunyai bunda yang masih menyanyanginya dan bundalah yang selalu ada di setiap Aisyah dalam keadaan sedih maupun senang.

Hari semakin berlalu Aisyah tumbuh menjadi seorang gadis yang mulai ingin merasakan sesuatu yang baru. Ketika ia telah lulus SMA, Aisyah ingin sekali melanjutkan kuliahnya di sebuah Fakultas Hukum terbesar di Surabaya dan akhirnya keinginannya itupun tercapai ia mendapatkan behasiswa atas prestasinya selama ia bersekolah, dengan rasa bahagia Aisyah pun memberitahukan kabar gembira itu kepada Bundanya.
“Bunda, Aisyah ingin melanjutkan kuliah di sebuah Fakultas Hukum di Surabaya. Boleh ka bunda?” Tanya, Aisyah
“Anakku, kamulah satu-satunya harta bunda yang amat berharga. Apakah kamu tega meninggalkan Bunda sendirian di sini?” jawab Bunda dengan sedih.
“Tapikan Bunda aku ingin sekali kuliah di sana bunda, Aisyah janji dua atau tiga kali sebulan aisyah akan pulang ke rumah menjenguk bunda!”
“Anakku sayang tidak bisa ka kamu kuliah di sini saja, bunda takut sayang harus berpisah jahu bersamamu!”. Sambil memeluk Aisyah
“Bunda aku juga sayang sama bunda dan Aisyah juga tidak ingin perpisah jahu bersama Bunda, tapi bunda Aisyah ingin mengejar cita-cita Aisyah.”
“Anakku sayang bukannya bunda melarang Aisyah mengejar cita-cita, tapi bunda khawatir sayang nanti jika Aisyah sudah jadi pindah ke surabaya, siapa yang akan menjaga Aisyah di sana?” Tanya Bunda.

Aku Sayang Bunda
Bunda, Bunda tidak usah khawatir Aisyahkan bisa jaga diri. Apalagi aisyah pernah ikut Karate di kampung malahan Aisyah pernah juara satu lomba karate! Jadi jika ada yang berani mengganggu Aisyah nanti di Surabaya, Aisyah akan mengeluarkan jurus ampuh Aisyah yang dapat membuat orang-orang lari secepat mungkin dan takkan berani lagi kembali menganggu Aisyah..!! sambil tertawa menghibur Bundanya.
“ Anakku, kalau memang itu sudah jadi pilihanmu. Bunda hanya bisa pasrah karena bunda tak ingin melihat anak bunda nantinya kehilangan cita-citanya” sambil mencium pipi anaknya.
“terimah kasih Bunda!”. Sambil tersenyum bahagia dan memeluk bunda.

Malam mulai larut menandakan waktunya untuk istirahat, Aisyah dan Bunda akhirnya memilih untuk beristirahat karena masih ada hari esok yang cerah menanti kebahagiaan mereka. Di dalam kamar aisyah masih belum bisa tidur ia masih teringat akan dunia baru yang akan dia temui esok hari, ia sangat senang karena keinginanya untuk kuliah di sebuah Fakultas Hukum terbesar di Surabaya yang sangat ia mimpi-mimpikan akhirnya menjadi kenyataan, tapi di samping itu ia juga sangat sedih akan berpisah jahu bersama Bunda yang ia sayangi dan teman-temannya yang selalu menemaninya.

Hari yang sangat di tunggu-tunggu oleh Aisyah telah tiba untuk pergi ke Surabaya, Sebelum berangkat Bunda memberikan bekal dan sejumlah uang untuk Aisyah di Surabaya.
“Anakku jaga dirimu di sana dan jangan lupa tetaplah berdoa dan sholat sesibuk-sibuk dirimu Sayang, karena bunda percaya Allah selalu ada di setiap kita melangkah dan selalu menjaga hamba-hambanya!” sambil memeluk anakknya untuk melepas kepergian anak gadis satu-satunya.
“ia bunda Aisyah akan selalu ingat pesan Bunda, dan Aisyah janji akan menjenguk bunda setiap bulan. Aisyah berangkat dulu bunda, bunda jaga diri di rumah dan jika bunda rindu sama Aisyah bunda bisa menelfod kapan aja.”
“ia sayang bunda akan selalu menelfod Aisyah, Hati-hati sayang di jalan!”.
“Assalamu’alaikum…” sambil mencium tangan bunda dan pergi meninggalkan bundanya.
“Waalaikum salam..” jawab Bunda.

Aisyahpun berangkat meninggalkan bundanya dan kampung halamannya, Aisyah menaikki bus jurusan Surabaya. Dia duduk di tempat duduk paling belakang di sampingnya ada seorang bapak-bapak separuh baya tapi wajahnya masih segar di lihat. Ketika Aisyah sedang membaca novel “BUMI CINTA”, tanpa sepengetahuannya ada seorang anak kecil mencoba mengambil dompet Aisyah dari tas. Untung aja bapak-bapak yang ada di sampingnya melihat anak tersebut,Akhirnya anak itu tidak jadi mengambil dompet Aisyah.
“Hai, dasar pencopet berani-beraninya kau mengambil dompet orang..!!” tegas bapak itu sambil marah.
“ada apa ini pak, apa yang terjadi?” Tanya Aisyah dengan muka ketakutan.
“ini adik, anak nakal ini ingin coba-coba mengambil dompet adik di tas”. Jawab bapak tersebut.
“benarkah itu adek?” Tanya Aisyah mengalihkan wajahnya ke anak tersebut.
“Benar kak, Maafkan saya? Sambil tertunduk
“kenapa kamu melakukan perbuatan itu adik, apakah adik tidak tahu apa yang adik lakukan itu Dosa dan sangat di benci oleh Allah.?” Sambil memeggang pundak anak tersebut.
“saya terpaksa kak melakukan perbuatan ini, karena saya membutuhkan uang untuk pengobatan ibu saya yang sedang sakit di rumah. Saya tidak tahu lagi mesti kerja apa lagi kak, jalan satu-satunya cuman ini kak. Maafkan aku kak?” menundukkan kepalanya.
“Subahanallah, pasti kamu sangat menyanyangi ibumu yhaa, sampai-sampai kamu rela melakukan perbuatan Dosa ini demi penyembuhan ibumu.” Penuh keharuan.
“demi ibu, saya rela melakukan apa aja demi kesembuhan ibu saya kak, karena hanya ibulah satu-satunya yang saya punya kak.” Kata anak itu
“nak kamu tinggal dimana ?” kata bapak yang di sampingku.
“saya tinggal di dekat pasar tradisional yang ada tak jahu dari terminal pak.” Jawabnya.
“kalau begitu pulanglah nak ibumu pasti sangat membutuhkanmu di rumah apa lagi ibumu sedang sakit.” Kata bapak itu dengan memberikan uang 200.000 kepadanya.
“terimah kasih pak, bapak sangat baik. Kalau begitu aku permisi pulang dulu, Assalamu’alaikum.. (pulang)
“waalaikum salam..”

Saya pun duduk kembali memperbaiki dudukku begitupun bapak yang tadinya telah membantuku, kalau tidak ada dia mungkin dompet saya telah di ambil oleh anak tadi. Tapi dari kejadian tadi saya teringat sama Bunda di rumah, apakah bunda baik-baik saja di rumah?, apakah bunda sudah makan di rumah?, apakah ada yang menemani Bunda di rumah? Begitu banyak pertanyaan yang melintas di pikiranku, aku sangat merindukan Bunda. Tiba-tiba bapak itu memecahkan lamunanku.
“apa yang sedang Adik pikirkan?” tanyanya kepadaku.

Sejenak aku terdiam. “ saya sedang memikirkan keadaan Bunda saya di kampung pak!”
“ohhh… memang adik ini mau kemana?” Tanyanya lagi kepadaku.
“saya mau ke Surabaya pak, ingin melanjutkan kuliah saya di Fakultas Hukum yang terbesar di Surabaya.” Jawabku.
“kebetulan dik, bapak punya teman yang mengajar di sana namanya prof. doctor Ahmad. Sapatahu beliau bisa membantu adik nantinya di sana, apakah adik ingin di perkenalkan dengan beliau?”. Memberikan tawaran kepadaku
“IYA pak , terimah kasih atas bantuan bapak”. Dengan muka senyum
“kalau begitu, bapak minta alamat adik dan nomor hp adik. Biar bapak bisa menghubungi adik.”
“saya belum punya alamat pak, karena saya juga baru mau cari kontrakan atau Asrama cewek sebentar. Kalau nomor hp saya punya pak.” Sambil memberikan nomor hpnya.
“kalau adik mau, adik bisa tinggal di kontrakan bapak kebetulan kontrakan bapak lagi kosong. Jika adik berminat nanti saya tunjukkan jalan kesana.” Seraya menawarkan.
“Terimah kasih pak!”. Sahutku
“nanti kita turun di depan!” sambil menunjuk kearah depan.
“IYA pak!”

Tak lama kemudian akhirnya kami pun sampai di tujuan, saya dan bapak tersebut turun dari bus dan berjalan menuju kontrakan yang akan saya tinggali selama saya tinggal sementara di Surabaya. Kami pun masuk dalam kontrakan, di kontrakan itu luas sama dengan kontrakan yang lain tidak luas dan tidak sempit pula, dan di dalamnya sudah tersedia kasur, lemari dan beberapa perabotan rumah di dalamnya juga ada Wcnya. Setelah lama-lama mellihat akhirnya, bapak berpamitan untuk pulang. Ku baringkan tubuhku di atas kasur karena kelelahan, ku lihat jam sudah menunjukkan jam 4 sore. Saya pun bangun untuk mandi untuk menyegarkan diri setelah itu sholat Ashar.

Keesokan harinya, aku berangkat pergi menuju kuliahku. Tiba-tiba hp saya berdering ternyata itu SMS dari bapak Asbullah “Assalamu’alikum, bapak tunggu di ruangan prof ahmad jika Aisyah sudah tiba di sini”. Sayapun segera membalasnya “Waalaikum salam, iya pak saya akan segera kesana”. Akhirnya saya pun tiba di ruangan prof. Ahmad.
“Assalamu’alaikum!!” sambil mengetuk pintu.
“Waalaikum salam, silahkan masuk.”
“ohh, ini yang namanya Aisyah bapak ceritakan kepadaku.” Kata prof. Ahmad seraya membuka pembicaraan.
“iya pak, ini Aisyah yang saya ceritakan kepada prof tadi.” jawab pak Asbullah sambil memperkenalkanku.
“mmmm, iya cantik juga pasti Aisyah pintar?”
“hmmm, saya tidak cantik pak prof. saya seperti Akhwat-Akhwat lainnya dan saya juga tidak pintar prof.!” sambil tersenyum malu
“siapa bilang Aisyah seperti Akhwat lainnya, kalau bapak lihat Aisyah orangnya beda dengan Akhwat-Akhwat lainnya.”
“Iya Aisyah, benar kata prof. Ahmad. Aisyah beda dengan Akhwat lainnya dan Aisyah juga cantik seperti Bidadari dari surga dan mengalahkan kecantikan Isabella.” Sambil menggoda.
“ahhh, bapak bisa aja masih cantikkan Isabella dari pada Aisyah pak,” membalas godaan pak Asbullah.

.kami semuapun tertawa, tak disangka keakrapan kami bertiga sangatlah cepat akupun mulai sering berdiskusi atau membahas hal-hal tentang pelajaran kuliahku kepada prof Ahmad dan pak Asbullah. Saya sangat senang bisa mengenal beliau karena beliau telah menganggapku seperti anaknya sendiri begitupun dengan aku, selama ini aku tidak pernah lagi merasakan kasih kasih sayang seorang Ayah kini saya dapat merasakannya kembali dari beliau.

Tiba-tiba saya teringat akan bunda, ku ambil hpku di dalam saku baju dan mencari nomor bunda dan menelfodnya. Dua menit berlalu bunda tak kunjung mengankat telfodku, sayapun mulai gelisah mengapa bunda tidak mengangkat telfodku, saya coba beberapa kali tapi masih tak kunjung juga ada jawaban dari bunda. Mungkin ka bunda sedang tidur karena ini sudah malam, kalau memang bunda sudah tidur biarlah besok aku telfod bunda pagi-pagi.

Hari semakin berlalu, aku mulai bisa beradaptasi dengan linkungan di Surabaya. Tiga kali seminggu saya selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan keluarga prof. Ahmad dan Pak Asbullah, kami semua selalu bercanda dan tertawa bersama dan semua masalah yang sedang kita hadapi hilang semua.

Tapi entah mengapa perasaanku mulai tak enak, pikiranku selalu melayang ke Bunda karena sudah beberapa hari ini Bunda tak pernah lagi menelfod dan tak juga pernah mengangkat telfodku, saya takut jika Bunda kenapa-kenapa di sana. Tiba-tiba prof. Ahmad datang dan membuatku kaget.
“ada apa adik, saya lihat adik sedang memikirkan sesuatu?” Tanya prof. kepadaku.
“tidak ada apa-apa kok prof.” balasku
“ceritalah kepadaku adik sepatahu saya bisa bantu, jangan sunkang-sunkang kepadaku adik!” sambil mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.
“begini prof. saya sedang memikirkan Bunda saya di kampung, karena Akhir-akhir ini bunda tidak pernah menelfodku dan memberikan kabar kepadaku. Saya takut prof. bunda kenapa-kenapa di sana, dia hanya tinggal sendiri di sana.”
“apakah kamu sudah coba menelfodnya?”. Tanyanya padaku
“sudah prof. tapi tak ada jawaban dari bunda, saya sangat takut prof. jika ada sesuatu yang terjadi pada bundaku saya tidak akan bisa memaafkan diriku yang sangat durhaka ini telah meninggalkan bunda sendirian di sana!!”. Sambil memeluk lutut
“kalau begitu besok pagi kita berangkat ke bogor, sudah kamu istirahat saja dulu di sini untuk menenangkan parasaanmu!” kata prof.
“Benarkah itu prof?”. tanyaku dengan sangat bahagia
“Iya iyaa. Sana istirahat dulu supaya besok kita bisa berangkat”. Sambil tersenyum bahagia.
“baiklah prof. saya masuk dulu!”

Besok paginya kami semua telah bersiap untuk berangkat ke bogor, tapi sayangnya pak Asbullah beserta keluarganya tidak bisa ikut ke bogor karena ia juga harus pulang ke Jakarta ada pekerjaan yang menantinya di sana. Jadi, keluarga prof. Ahmadlah yang bersediah menemaniku ke bogor. Di perjalanan saya teringat akan muka bunda yang amat lembut dan penyayang, penuh kesabaran dan kasih sayang yang tulus. Akhirnya kami pun tiba di bogor, tak tahan rasanya saya ingin cepat-cepat sampai ke rumah dan segera memeluk bunda dan menciumnya.

Tetapi tiba di rumah, percaya tidak percaya ini musibah yang ku hadapi, seluruh tubuhku kaku tak dapat bergerak memasuki rumah melihat semua orang telah berkumpul di depan rumahku dengan menggunakan pakaian hitam dan ada kain putih di tanjapkan di pagar rumahku yang menandakan ada orang yang telah pulang ke Rahmatullah. Seluruh pikiranku hanya tertuju pada nama Bunda, bunda yang telah berkorban demi aku anaknya, bunda yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, bunda yang rela melakukan apa saja demi aku anaknya. Badanku terjatuh ke tanah dan akupun bermimpi sedang bertemu dengan Bunda yang amat cantik, lembut dan selalu tersenyum. Akupun tersadar dari tidurku, semua orang berada di sampingku terutama istri prof. Ahmad.
“bunda mana bu??” air mataku pun meleleh tak bisaku tahankan.
“bundamu sudah tenang di Alam sana sayang, relakan dia pergi agar dia tenang di sana!”.istri prof. memelukku.
“kenapa Allah secepat ini mengambil bunda bu, Apa salah Bunda?” air mataku terus mengalir.
“karena Allah sangat menyanyangi bundamu sayang dan bundamu tidak punya salah kok, suatu saat nanti kamu dan bundamu akan ketemu lagi. Percayalah itu sayang!!”.
“ibuu, adik ayo keluar jenazahnya sudah mau di bawah ke makam. Cepatlah nanti kemalaman! Teriak pak prof. dari depan kamar.

Kamipun pergi, saya sempat melihat wajah bunda yang amat pucak dan tak bernyawa dan kubissikan ke telinga bunda.”Bunda.. Aisyah minta maaf jika aisyah telah meninggalkan bunda sendirian di sini, Aisyah sangat sayang sama Bunda. Bunda tunggu Aisyah di surga yhaa. Assalamua’alaikum bunda”.

Setelah kami mengantarkan Bunda ke tempat peristirahtannya yang terakhir kamipun pulang ke rumah adapun beberapa tetangga sudah pulang ke rumahnya dan ada juga yang masih tinggaal di rumahku untuk berbincang-bincang sbentar. Ku biarkan diriku sendiri di kamar Bunda, terbayang-bayang wajahnya yang amat cantik ku teringat semua kenangan-kenangan kita berdua. Terlintas di pikiranku pertanyaan “mengapa muda bisa secepat ini meninggalkan aku, setahu saya Bunda tidak punya penyakit yang bisa merengut jawanya secepat ini, Bunda orangnya selalu tegar dan sehat?”.
“Nak, saya tahu apa yang ada di pikiranmu sekarang pasti kamu sedang memikirka mengapa Bundamu bisa secepat ini pergi meninggalkan kita!” ibu wendy tiba-tiba masuk ke kamar Bunda tanpa sepengetahuanku.
“Iyaa tante, saya habis pikir kenapa bunda secepat ini pergi. Apakah bunda punya penyakit yang berbahaya?” jawabku dengan nada penasaran.
“sebenarnya Bundamu terkena kanker Rahim stadium 3 dan Bundamu tak ingin kamu tahu karena beliau tak iingin jika kamu tahu kamu tidak akan ke Surabaya untuk melanjutkan kuliahmu yang telah kamu nanti-nantikan.”
“Yaa Allah, aku sudah tahu mengapa secepat ini Engkau memanggil Bunda karena ternyata bunda sudah terkena kanker Rahim stadium 3 dan agar bunda tidak lagi merasakan rasa sakit itu, Bunda semoga Bunda bahagia di sana.” Akupun beranjak meninggalkan ibu wendy di kamar.

Keesokan harinya, saya beserta keluarga prof. dokter Ahmad kembali ke Surabaya dan saya telah memutuskan untuk tinggal di Surabaya bersama keluarga baruku.

***

PROFIL PENULIS
Nama: Sri Rezeki Hafayanti
Tempat: pare-pare
Tanggal:12 juli 1995
lahir: Alhamdulillah dengan selamat..
Alamat: Daya
Kota: Makassar
Hobi: membaca dan menulis
Facebook: Anthy sii ca'u
e-mail:srirezekihafayanti@yahoo.co.id
 No. Urut : 218
Tanggal Kirim : 15/12/2012 22:27:28
Share & Like