Kasih Sayang - Cerpen Ayah dan Ibu

KASIH SAYANG
Oleh Sri Rezeki Hafayanti

Kini usiaku telah memasukki 17 tahun, aku di besarkan di tengah-tengah keluarga orang lain tanpa kasih sayang orang tua. Aku telah berpisah pada Ayah sejak aku masih berumur 2 tahun ia meninggal karena sakit-sakitan, waktu itu aku belum tahu apa-apa belum tahu akan sebuah kematian dan belum tahu arti dari sebuah kehilangan, aku tetap terus menjalani hidupku bersama Ibu dan kakakku di pare-pare. Kadang saat aku sedang termenung aku selalu memikirkan Ayah rindu akan kasih sayang Ayah, canda tawanya, rindu akan nasehatnya dan rindu saat ia sedang marah padaku jika aku berbuat kesalahan. Tapi semua itu hanya tinggal sebuah kenangan, Ibu selalu berkata padaku Ayahmu sedang melihatmu di atas sana, ia sekarang sudah tenang di Alam sana.

Belum terlalu lama atas kepergian Ayah, Ibuku menikah lagi sama pria lain Ibu selalu menyuruhku untuk memanggilnya Ayah tapi entah mengapa Hati ini tak ingin mengakuinya sebagai Ayahku, tak ada yang boleh menggantikan Ayah di hatiku tak juga dia. Tak terasa Ibu telah memasuki bulan ke 9 bulan, aku sangat bahagia karena aku akan mempunyai adik baru, beberapa hari kemudian sudah waktunya ibu untuk melahirkan tapi pada waktu itu aku tak ada di samping ibu saat ia ingin menjalani persalinan, aku di rumah saja bersama kakakku yang keempat Aku tak bisa tidur menunggu kehadiran ibu dan adik baruku.

Kasih Sayang
Sejak Ibu telah melahirkan adikku, aku tak pernah lagi melihat suami Ibu atau Ayah Tiriku. Aku sangat benci padanya aku capek mendengar omongan orang yang entak perkataan mereka benar apa tidak tentang Ibuku dengan dia. Setiap Aku menanyakan keberadaan Ayah Tiriku hal ini kepada ibu, ibu hanya berkata ayah sedang bekerja nanti setelah perkerjaannya selesai ia pasti pulang. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk mengerti akan perkataan ibu, tapi sebenarnya hati ini berkata lain sepertinya ada Sesuatu yang Ibu sembunyikan padaku, aku tak berani lagi menanyakan hal ini ke Ibu aku tak ingin melihat air mata ibu keluar dan melihat ibu sedih.

Waktu terus berjalan tak terasa aku telah duduk di bangku kelas 2 SD, saat itu aku, Ibu, kakak dan Adikku pergi berlibur ke Makassar karena kebetulan ada saudara Ibu yang tinggal di sana. Setiba kami di Makassar tante langsung memelukku layaknya seperti anaknya sendiri karena mungkin di antara saudara Ibu, hanya Ibu yang memiliki anak perempuan satu-satunya yaitu Aku, akhirnya tanteku berniat untuk mengasuhku di Makassar karena waktu itu aku masih terlalu polos setiap aku di ajak pasti aku hanya bilang ‘Iya’ dan Akhirnya akupun menetap di Makassar sampai sekarang.

Aku pun melanjutkan sekolahku di Makassar, Ibu masih sering datang menjengukku bersama Adik dan kakakku membawahkan oleh-oleh kesukaanku. Pertemuan aku dan Ibu tidaklah terlalu lama Ibu memutuskan untuk pindah ke Kalimantan bersama keluarga. yang ada di Kalimantan, aku ingin sekali ikut bersama Ibu ke sana tapi Ibu melarangku.
“Ibu boleh aku ikut bersama ibu..?” Tanyaku pada Ibu.
“anakku, bukannya Ibu melarangmu ikut bersama Ibu dan saudara-saudaramu tapi lebih baik kamu tinggal di sini saja bersama tantemu! Jawab ibu sambil mengusap kepalaku.
“tapikan Bu…” tiba-tiba ibu memeggang pundakku dan berkata.
“jika kamu ikut kelimantan siapa yang akan membiayai sekolahmu di sana jangan harap Ibu bisa membiayaimu di sana makan untuk sehari-hari saja ibu belum sanggup, adikmu juga masih kecil kakakmu masih ada yang sekolah. Ibu tak ingin sekolahmu putus Anti mumpun tante dan ommu ingin membiayai sekolahmu lebih baik anti sekolah dulu di sini. Kalau Anti udah besar nanti dan lulus Anti boleh ke Kalimantan tinggal bersama Ibu.” Sambil memelukku. Aku hanya bisa terdiam atas perkataan Ibu mau tidak mau aku harus menuruti permintaan Ibu.

Hari terus berlalu, aku tetap tegar mengahadapi semua kenyataan hidupku aku tak ingin cuman karena kesedihan ini membuat hari-hari tak ada lagi Artinya. Ku awali hari seperti biasanya tanpa sesosok Ibu yang mendampingiku tak ada lagi tempatku mengaduh saat aku sedang sedih ataupun senang, terakhir kali aku bertemu sama ibu saat aku masih berusia 10 tahun, sedangkan umurku sekarang telah memasuki 17 tahun. Sudah 7 tahun lamanya aku tak bertemu dengan Ibu, aku rindu pada Ibu.
“Hidup ini penuh dengan misteri dan misteri itu takkan terungkap kalau bukan kita sendiri yang mencarinya.”

7 tahun aku lalui bersama tante, om, nenek dan sepupu-sepupuku di Makassar. Mereka semualah yang mengasuh dan membesarkanku sampai sekarang, mereka telah memberikan kasih sayangnya padaku layaknya anak mereka sendiri. Kadang pula aku di marahi saat aku membuat sebuah kesalahan, tapi aku tak pernah menganggap kemarahannya itu sebagai penyiksaan bagiku. Aku sadar aku hanyalah manusia yang tak punya apa-apa, numpang di rumah orang aku tak ingin membuat mereka kecewa atas tingkah lakuku. Aku telah menganggap mereka sebagai orang tua keduaku.

Malam pun tiba, setelah selesai pekerjaanku setiap aku menyeptakan diriku untuk menyendiri sejenak sambil memandang indahnya cahaya Bintang di damping sang Bulan yang menyinari bumi yang gelap ini. Saat aku termenung, aku selalu mengingat kejadian-kejadian yang amat menyedihkan dalam kehidupanku 16 tahun yang lalu, kejadian yang tak akan bisa ku lupakan dan menyimpan sebuah goresan kepedihan dalam hatiku. Tak ada yang merasakan apa yang kini ku rasakan malam ini bukan juga tanteku, omku, nenekku mereka tak pernah merasakan apa yang ku rasakan. Hanya bintang dan bulan lah saksi dari kesedihanku, kadang di saat aku mengingat kejadian-kejadian itu Air mataku mengalir membasahi pipiku, ku mulai merasakan nafas ku yang tak beraturan karena menangis dan aku selalu bertanya-tanya pada hati ini “kemanakah Ayah Tiriku mengapa ia tak kembali-kembali pada kami?” pertanyaan itu selalu muncul di benakku aku terus menunggu dan menunggu akan jawaban dari pertanyaan ini.

Beberapa hari kemudian, akupun mendengarkan jawaban yang telah lama ku nanti-nantikan jawabannya. Yaaaa jawaban untuk keberadaan Ayah Tiriku sungguh aku tak percaya akan semua itu ,tubuh ini bagai di sambar petir tak ada angin tak ada pula hujan tapi mengapa semua itu bisa terjadi, Ayah tiriku telah menghianati Ibuku ia telah menikah dengan wanita lain dan sekarang telah mempunyai anak di pare-pare. Air mataku terus mengalir ingin rasanya aku berteriak sekencang-kencangnya tapi apa daya semuanya telah terjadi.

Aku hanya bisa menangis dan menangis menerima kenyataan ini, dan aku berjanji jika nanti aku bertemu pada laki-laki yang tak punya Rasa tanggung jawab itu, aku ingin menamparnya, mencaki-makinya, memukulnya. Aku tak terimah jika Ibuku di perlakukan seperti itu, enak saja setelah ia puas bersama Ibuku, menghancurkan perasaan Ibu dan menghabiskan semua harta Ibuku dan dia pun pergi begitu saja bersama wanita lain, Dasar laki-laki tak punya perasaan kini kami semua menderita karena ulahnya, suami macam apa dia waktu ibuku masih sehat punya penghasilan ia rela melakukan apapun demi ibuku, dia selalu merayu Ibuku sampai-sampai ibu percaya padanya tapi semua itu hanya omong kosong setelah Ibuku jatuh miskin sakit-sakitan dia malah minta cerai pada Ibuku dan meninggalkan kami begitu saja.

Ku lalui hari-hariku dengan membawah sejuta kepedihan yang masih membekas di hatiku, kadang aku berfikir percuma aku hidup di dunia ini tanpa kasih sayang orang tua jika aku tak bisa bersama Ibu aku ngin pergi bersama Ayah dimana aku tak akan merasakan lagi yang namanya sebuah kepedihan, kehilangan dan penyesalan. Aku sangat menyesal di lahrkan di dunia ini aku tak ingin lagi melanjutkan sekenario ini, aku capek dengan semuanya.

Saat aku melihat teman-teman bersama ayah dan Ibunya aku sangat sedih dan sangat cemburu pada mereka sehingga Air mata ini selalu ingin mengalir membasahi pipi ini, mengapa Tuhan menciptakan aku di dunia ini tanpa kasih sayang orang tua? Pertanyaan itu selalu muncul di benakku. Tapi aku tak ingin begini terus aku ingin membuktikan kepada Dunia bahwa aku bisa melewati semuanya aku tak ingin di tertawakan oleh hidupku sendiri karena terlalu gampang menyerah, aku akan terus berjalan walau harus di bawah terik matahari yang begitu panas.
“Apa yang tak bisa di Dunia ini, selama kita masih tetap terus berusaha, pantang menyerah dan selalu berserah diri pada yang Maha Pencipta.”

Itulah prinsipku yang selama ini ku terapkan dalam kehidupanku, masih banyak orang-orang di luar sana yang lebih menderita di bandingkan aku. Tapi aku tak ingin mengikuti yang kebanyakan dari mereka jika mempunyai masalah atau sebuah kepedihan mereka semua lari menuju sebuah yang di Haramkan oleh Allah seperti, Narkoba, Mabuk-Mabukkan, Barjudi dan lain sebagainya yang dapat menjerumuskan kita ke dalam Nereka.

Walaupun aku tak bisa mendaptkan kasih sayang dari Ayah dan Ibuku lagi , tapi aku percaya bahwa kasih sayang Allah kepada Hambanya selalu ada. Dan aku hanya bisa berharap jika suatu saat nanti aku bisa berkumpul lagi bersama Ibu dan Saudara-saudaraku yang lainnya, menciptakan keluarga yang bahagia walau tanpa sesosok Ayah di samping kami.


PROFIL PENULIS
Nama : Sri Rezeki Hafayanti
Nama panggilan : Anti
Tempat: pare-pare
Tanggal:12 juli 1995
Lahir:Alhamdulillah dengan selamat!!!
Alamat: Daya
Kota: Makassar
Hobi: menulis dan membaca
Nama Facebook: Anthy sii Ca'u
Nama e-mail : srirezekihafayanti@yahoo.co.id


Share & Like