AKU?? GADIS PALING BERUNTUNG!
Karya Aisha
Aku, Kasya Adelia. Nama yang tidak umum? Memang! Biarlah, itu kreasi orangtuaku. Terlahir dengan wajah innocent, manis, cantik, dan polos. Plus badan mungil dan ramping yang sukses membuat teman-temanku sirik. Aku termasuk jajaran murid pintar di kelas lho. Hanya saja, aku memiliki sifat pelupa, PD dahsyat, dan bengal. Love life? Zero. Zero! Aku hanya berharap, ada seorang prince –yang tidak harus charming– datang kepadaku dengan ketulusan yang tidak dibuat-buat!
Lagi-lagi aku kena marah guru. Padahal, aku hanya tidak mengerjakan PR. Yah, memang sih sudah yang kedua kali. Eh, mungkin yang ketiga kali. Pokonya tidak mengerjakan PR deh. Guru itu –Pak Dudung– memarahiku tanpa ampun. Di depan kelas lagi! Damn. Mau ditaruh dimana muka manisku ini? Semua teman-temanku hanya bisa tersenyum, berusaha menahan tawa. Tanpa ada yang berusaha memberikan pembelaan untukku. Huh, teman macam apa mereka? Aku hanya bisa memasang tampang innocent plus polos plus memelas ketika mendengar omelan Pak Dudung yang sepeti kereta berlokomotif tidak terhingga. Aku merutuki sifat pelupaku. Mayday mayday..
Lagi-lagi aku kena marah guru. Padahal, aku hanya tidak mengerjakan PR. Yah, memang sih sudah yang kedua kali. Eh, mungkin yang ketiga kali. Pokonya tidak mengerjakan PR deh. Guru itu –Pak Dudung– memarahiku tanpa ampun. Di depan kelas lagi! Damn. Mau ditaruh dimana muka manisku ini? Semua teman-temanku hanya bisa tersenyum, berusaha menahan tawa. Tanpa ada yang berusaha memberikan pembelaan untukku. Huh, teman macam apa mereka? Aku hanya bisa memasang tampang innocent plus polos plus memelas ketika mendengar omelan Pak Dudung yang sepeti kereta berlokomotif tidak terhingga. Aku merutuki sifat pelupaku. Mayday mayday..
Entah mungkin Pak Dudung sedang happy, entah tersihir wajah innocentku. Tapi yang pasti, beliau tidak jadi menghubungi orangtuaku. Aku bersorak dalam hati. Beliau hanya menyuruhku berdiri diluar kelas. Yeah! Tandanya, aku bisa kabur ke perpustakaan. Sifat bengalku memang susah dilawan. Aku mana tahan harus berdiri panas-panasan di luar kelas? Segera aku melangkahkan kaki ke perpustakaan. Tempat paling nyaman di seantero sekolah. Tempat aku bisa merefresh pikiranku saat ada masalah yang menumpuk. Setiap jalinan kisah yang terdapat dalam sebuah buku, selalu sukses membuatku lupa diri dan terhanyut bersama tokoh utama tersebut.
Terpaan angin AC yang dingin segera menyambutku. Ah, sudah lama aku tidak kesini. Kegiatanku di Osis lumayan menyita sedikit waktuku. Yah, walaupun lama dalam kamusku adalah 2 hari. Ibu Rini –penjaga perpustakaan– menyapaku dengan ramah. Tanpa menanyakan alasanku yang berada di perpus saat jam pelajaran. Fiuh, big applause for her! Aku segera membalas sapaannya dengan ramah, dan berlari menuju kubikel favoritku setelah sebelumnya menyambar asal sebuah buku dari rak. Kubikel favoritku ini, terletak di paling ujung dan paling pojok. Mungkin itu sebabnya tidak ada murid lain yang menggunakan kubikel ini selain aku. Seram katanya. Padahal, menurutku kubikel ini paling oke! Disini, aku bisa leluasa membaca buku tanpa ada gangguan dari orang yang hilir mudik. Tenang pokoknya.
Oh ya, kubikelku ini juga paling banyak coretannya. Maklum, aku tidak tahan untuk tidak mencoret-coret barang. Bahkan mejaku juga penuh dengan coretan. Dan untuk hal yang satu ini, belum pernah ada guru yang memarahiku. Sebenarnya sih karena belum ketahuan, hehe. Kembali ke coretan, aku amat-sangat-sering menulis isi kepalaku di kubikel ini. Rasanya ada yang kurang gitu kalau belum menulis. Dan dimulailah tulisanku untuk hari ini.
Plis deh Pak! Jangan salahin saya dong. Emang saya bisa milih jadi pelupa apa? Bawaan lahir tao paak. Bete bete. Kayanya hari ini bakalan kelabu. Huhu.. T-T ada yang nyemangatin dong someone.. ck..
Aku tertawa sendiri melihat tulisanku itu! Sedikitpun tidak mirip dengan tulisan asliku. Sepertinya kemampuanku mengubah bentuk tulisan semakin meningkat! Aku pandangi tulisan-tulisanku yang lain. Hiyaa.. Kok sebagian galau gitu sih? Huahaha.. Aku terbahak-bahak dalam hati. Sekali lagi, aku melayangkan pandanganku. Tunggu. Ada yang aneh. Tulisan lain. Tercetak jelas di samping setiap tulisanku. Mengomentari setiap tulisanku! Menyemangati setiap tulisanku! Aku baca perlahan-lahan tulisan si misterius itu.
Semangat Sya! Kamu pasti bisa melewati hari ini dengan senyuman J
Selalu lihat sisi positifnya Sya! Kasya pasti bisa!
Hey, Kasya Adelia itu terlahir kuat! Dia gak akan putus asa, kan?
Sayang kalau wajah innocentmu tertutup ekspresi amarah. Tertawa dan tersenyum dong :D
Aku peduli, dan akan selalu mendungmu.. :)
Aku terheran-heran sendiri. Begitu banyak tulisan dari orang yang aku sendiri tidak tahu siapa. Lagipula, bagaimana dia tahu namaku? Jangan-jangan.. Aku dimata-matai! Terburu-buru aku berdiri dan mengedarkan pandanganku ke sepenjuru perpustakaan. Nihil. Tidak ada siapa-siapa. Yah, walaupun saat membacanya aku merasa ada yang melumer di dalam hatiku. Karena, dia adalah orang pertama -yang sepertinya- peduli padaku. Aku menghela nafas panjang. Segera aku menulis lagi.
Haloo.. Ini siapa yaa? Kok tau aku? Hayo ngakuuu… Jangan bikin orang penasaran dong, dosa tau. Eh, tapi big thanks for you ya.
Besok, aku harus segera kembali ke perpustakaan! Aku paling tidak tahan dengan yang namanya penasaran! Awas saja kalau dia sampai tidak membalas. Akan aku cari sampai ke penjuru sekolah sekalipun.
“Sya, lima menit lagi bel tuh,” suara ibu perpustakaan mengingatkanku.
Oh! Aku harus segera kembali ke depan pintu kelas. Kalau tidak, hiiy.. Kupingku akan semakin panas mendengar omelan Pak Dudung. Aku segera berlari keluar perpustakaan. Tidak lupa mengucapkan terimakasih –dengan berlari juga– kepada ibu perpustakaan. Dan beliau hanya bisa geleng-geleng kepala melihat salah satu murid langganannya.
Pak Dudung memang galak, Sya. Hehe.. Sabar yaa. Oh ya. Anggap saja aku Guardian Angelmu. Yang akan selalu mendukung, dan ada untukmu.Oke?
Keesokan harinya, aku kembali ke perpustakaan. Dan benar saja, orang itu membalas! Aku melotot membaca tulisannya. Guardian Angel?! Apaan tuh! Seenaknya bikin aku penasaran. Tapi lagi-lagi, aku merasa ada yang lumer di hatiku. Duh, masa aku menyukai seseorang yang bahkan aku saja tidak tahu? Dengan gemas aku menulis lagi.Angel? Ga nyata doong, hii… Ngaku dong, plis banget. Jangan main-main gini dong. Pengen ngeliat aku marah kali ya?
Oke, aku ini memang orang yang susah buat jatuh suka (well, dalam hal ini aku menghindari kata ‘cinta’). Buktinya, selama 16 tahun hidup aku belum pernah tuh naksir cowok. Yah, kecuali penyanyi favoritku –Nick Jonas. Suaranya… Wajahnya… Oke, back to the topic. Kenapa ya? Tiap kali aku baca tulisan-tulisannya, aku merasa ada yang melumer di hatiku. Aku jadi hangat luar dalam. Duh, what’s wrong with my heart? Tiap baca tulisannya, aku bisa merasakan kepedulian dan ketulusannya.
Enak aja, aku nyata kok. Manusia, real! Dan aku BENER-BENER ga ada niat MAIN-MAIN. Aku serius, Sya.Kamu boleh marah kok. Just wait and see.. Keep spirit yaa.
Lama-kelamaan, kegiatan yang kusebut “Coret-Coret-Bikin-Kubikel-Kotor” yang kusingkat “CCBKK” berlangsung rutin setiap hari. Dan anehnya, aku gak pernah sekalipun ketemuan sama orang itu. Ibu perpus gak pernah mau ngasih tau siapa orang selain aku yang make kubikel itu. Dan lagi, kalau ada orang lain yang iseng ngebaca tulisan itu, pasti bingung sendiri. Lha wong isinya macem-macem. Ada kata semangat, debat kusir, galau dan teman-temannya, sampai tentang pelajaran! Bisa dibayangin dong gimana kotornya itu kubikel? Dan tanpa aku sadari, CCBKK udah berlangsung selama lebih dari 3 minggu.
Seperti biasa, aku sedang berjalan menuju perpustakaan. Tapi, rute kelas-perpustakaan yang kutempuh sedang tidak biasa. Aku harus memutar jalan melewati ruang guru. Pak Dudung tidak sengaja membawa buku paketku yang dipinjam olehnya. Dasar guru, bukannya mengembalikan langsung. Huh.
Saat aku sampai di depan pintu ruang guru, aku bersiap membukanya. Tapi tiba-tiba, pintu itu terbuka sendiri! Kaget? Pastinya! Jangan-jangan… Hantuuu! Husssh. Segera kutepis pikiran konyolku itu. Ternyata, ada seseorang yang membukanya. Aku hanya melihat wajahnya sekilas, selain dia yang langsung memalingkan wajahnya, dia juga membawa setumpuk buku perpustakaan dan beberapa lembar kertas yang hampir menutupi wajahnya. Wajahnya terlihat kaget. Mungkin akan kecantikanku ini, hehehe. Tapi yang jelas, selembar kertas terbang dari genggamannya saat dia berjalan menjauh. Dan kertas itu jatuh tepat didepan kakiku. Penasaran, aku memungutnya. Ternyata kertas ulangan. Dan, wow! Nilai yang sempurna. Amri Affandi, pasti orang yang pintar. Saat aku melihat tulisan jawabannya, aku terperangah. Jantungku langsung berdebar tak keruan. Hatiku terasa panas. Tulisan ini.. aku bukan sekadar mengetahuinya. Aku mengenalnya!
Aku langsung berlari mengejarnya. Sia-sia aku berteriak namanya. Sayang, di kertas tersebut tidak dicantumkan kelasnya. Dia tidak ada. Heran, lari kemana sih? Cepat sekali. Aku memutuskan untuk menyimpan kertas ulangan tersebut dan pergi ke perpustakaan. Aku harus merefresh pikiranku!
Untuk kesekian kalinya, terpaan dingin AC kembali menyambutku. Ibu perpus entah mengapa tersenyum penuh arti kepadaku. Aku membalas senyumannya dengan kikuk. Kali ini, aku memilih buku dengan seksama. Memilah buku mana yang akan membawaku terhanyut dengan cepat dalam buku itu.
‘City of Bones’ tampaknya pilihan yang cocok. Aku segera melangkahkan kakiku menuju kubikel favoritku. Otakku benar-benar butuh penyegaran! Aku bahkan berniat bolos jam pelajaran. Ini semua gara-gara tulisan Amri Affandi! Tenang Kasya.. Keep calm..
Yah, ternyata ‘keep calm’ku tidak berjalan sukses. Aku terkesiap ketika ada seseorang yang sudah duduk manis di kubikelku. Dalam otakku, sudah terpampang berbagai “naskah” untuk mengusir orang tersebut. Namun, aku lebih terkesiap lagi ketika melihat wajahnya. Wajah itu.. Walaupun hanya sekilas melihatnya, aku langsung mengenalinya! Ya, tidak salah lagi. Dia adalah orang yang kutabrak tadi di depan Ruang Guru! Otakku seakan ditembak sinar pembeku. ‘Brain Freezing Time’-ku kambuh lagi. Lidahku kelu. Dia hanya tersenyum. Senyuman yang entah mengapa membuat diriku menghangat.
“Amri Affandi?”Tanyaku dengan takut. Aku menunduk, takut salah orang!
“Kasya Adelia, kan?” Balasnya disertai senyuman mautnya. Uh, aku meleleh di tempat. Aku kaget. Jantungku berdetak tidak karuan. Inikah orangnya? Orang yang berhasil membuat hatiku berdebar-debar? Aku hanya mengharapkan seorang ‘Prince’. Tapi, mengapa? Mengapa yang datang ‘Prince Charming’? Wajahnya begitu tampan. Dengan mata yang jernih dan alis yang teduh. Dihiasi kacamata tanpa frame yang sukses membuatnya semakin charming. Rambutnya hitam pekat dan lurus. Dan hal lainnya, sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Aku mengorek ingatanku. Ya, dia adalah peraih peringkat 1 paralel. Dan aku
harus puas berada di peringkat 2 atau 3. Sering disebut, ngg... Ice Prince!
“Ng.. Ak.. Kamu.. Amir –eh! Amri Affandi? Ng.. Yang suka nulis di.. sini?” Tanyaku dengan takut. Aku hanya tidak ingin harapanku kelewat tinggi. Aku takut.
“Fandi aja. Dan aku sudah memutuskan bahwa sekarang saatnya aku jujur sama Kamu. Kamu boleh nganggep aku pengecut atau apa. Aku terima. Jujur, karena aku sendiri juga gak berani untuk ngungkapin secara langsung. Dan sekarang, aku udah mengumpulkan keberanian itu,” jelasnya panjang lebar. Tapi, wait! Keberanian apa? Duh, makin geer nih!
“Kasya Adelia, Aku suka Kamu. Kamu mau berada di sisiku sekarang dan seterusnya?”,Terang Fandi dengan suaranya yang jernih. Matanya begitu penuh keyakinan, ketulusan, dan cinta? Ah, aku tidak yakin ekspresi apa itu. Yang pasti, ekspresi tersebut kontan membuatku panas-dingin, jantungku berlompatan tidak karuan.
Help! Mayday mayday! Aku meerasa linglung. Ini mimpi? Bukan. Pasti bukan, aku harap. Saat matanya memandangku, aku langsung membeku lagi. Dan dalam sekejap melumer kembali saat Fandi menggenggam tanganku. Saat itu juga aku kembali menjadi diriku. Pikiranku melayang ke tulisan-tulisan di kubikel. Dia tulus. Dia baik. Dia peduli. Dan yang terpenting, aku menyukainya. Perlahan, aku mengangguk. Dan setelah anggukan itu, aku merasa menjadi gadis paling beruntung di dunia!
“Ciee.. Ice Prince..” ledekku pada Fandi. Hahaha, ternyata dia tidak menyukai julukan itu. Huu… Siapa suruh jarang senyum? Walaupun jika terhadapku, dia selalu tersenyum sih, hehehe. Aku memperhaikan wajahnya. Gawaat, sepertinya Fandi bete akan ledekanku yang tidak berhenti-berhenti. Hahaha, tapi aku tidak terlalu peduli. Meledeknya adalah hal yang menyenangkan buatku.
“Cieee pasangan jenius..” ledekku lagi. Kali ini, adalah julukan buat kami berdua. Terus terang, aku menyukai julukan itu. Dan lagi-lagi, Fandi tidak menyukainya. Aku baru akan meledek lagi, saat jeweran mengenai kupingku.
“Nona kubikel, aku laporin ke guru ya kalau kamu suka mencoret-coret properti sekolah.” Balas Fandi dengan senyuman mautnya.
Tentu saja aku langsung meleleh dan diam melihat senyumannya. Fandi yang melihatku diam, menyangka aku marah dan langsung mengecup dahiku tanda permintaan maaf.
Sekali lagi, aku merasa menjadi ‘Gadis Paling Beruntung di Dunia’.
PROFIL PENULIS
Nama: Aisha Taqiyyah
TTL: 29 Agustus 1995
Alamat Facebook: (tidak ada)
TTL: 29 Agustus 1995
Alamat Facebook: (tidak ada)