CINTA 45
Oleh Ivana Puspa Dhuhita
Tik tok tik tok tik tok. Bunyi jam berdetak kencang sekencang jantungku saat ini. Aku berjuang mati-matian mengerjakan soal di hadapanku dengan penuh keringat. Ini menentukan masa depanku, jika aku bisa dapat angka sempurna, aku bakalan ditraktir sama cewek tersombong di kelasku. Vivian. Aku terima tantangan dia, karena aku merasa paling mahir di bidang matematika ketimbang dia. Lihat saja kau, aku pasti akan mengalahkanmu.
Tet..tet.. Bel berbunyi. Syukurlah aku sudah selesai mengerjakannya. Sekarang tinggal berharap semoga aku bisa mendapatkan angka sempurna. Setelah mengerjakan ujian ini, perutku merasa keroncongan. Aku akan mengajak Santi ke kantin,untuk mengisi perutku nih.
Di kantin, tengah aku makan kulihat Vivian datang menghampiriku. Duh, ini anak mau apa lagi sih? Pikirku. ”hai Tria!” panggilnya sok akrab. Aku tak menjawabnya, kuteruskan makanku. Sepertinya dia tersinggung, dan dia menggebrak mejaku. Brak! ”apa-apaan sih? Jangan nggebrak meja orang sembarangan dong!” jawabku kesal sambil berdiri. ”makanya,orang nyapa baik-baik, dicuekin!” rese juga ni anak. ” nggak liat apa orang lagi makan. Lagian...emank pantas kan buat orang yang seperti kamu.” suaraku merendah, namun kutekan. ”maksud kamu apa hah?”
Sekejap aku dan Vivian berantem. Tak lama kemudian, Danar datang dan melerai kami. Ah, kenapa Danar yang datang sih, kenapa nggak guru aja sekalian, tambah bikin bete. ” eh, Danar, ini lo, si Tria nih yang bikin gara-gara.” kata Vivian sambil manja-manja ke Danar. ”apaan? Enak aja, kamu duluan yang mulai kok.” mulai berantem lagi. ”udah-udah, kalian ini kayak anak kecil aja.”omel Danar. ”ih,Danar. Kok belain cewek itu sih? Dia yang pertama kali bikin gara-gara!” bentakku.
”udah, kalian itu sama aja. Sama kayak anak kecil. Tau?!” omel Danar lagi. Beteeeeeeeeeeeeeee banget. Danar lebih belain tuh cewek rese, ketimbang aku, sobatnya sendiri. Tanpa dengar penjelasan dari siapa pun, aku melenggang pergi dari TKP. Aku sedih banget. Terutama sama Danar. Bisa-bisanya belain Vivian, cewek genit itu. Pikirku kesal.
Sekejap aku dan Vivian berantem. Tak lama kemudian, Danar datang dan melerai kami. Ah, kenapa Danar yang datang sih, kenapa nggak guru aja sekalian, tambah bikin bete. ” eh, Danar, ini lo, si Tria nih yang bikin gara-gara.” kata Vivian sambil manja-manja ke Danar. ”apaan? Enak aja, kamu duluan yang mulai kok.” mulai berantem lagi. ”udah-udah, kalian ini kayak anak kecil aja.”omel Danar. ”ih,Danar. Kok belain cewek itu sih? Dia yang pertama kali bikin gara-gara!” bentakku.
”udah, kalian itu sama aja. Sama kayak anak kecil. Tau?!” omel Danar lagi. Beteeeeeeeeeeeeeee banget. Danar lebih belain tuh cewek rese, ketimbang aku, sobatnya sendiri. Tanpa dengar penjelasan dari siapa pun, aku melenggang pergi dari TKP. Aku sedih banget. Terutama sama Danar. Bisa-bisanya belain Vivian, cewek genit itu. Pikirku kesal.
Memang sih, akhir-akhir ini Danar deket sama cewe sombong itu. Tapi ya, harusnya dia belain akulah ketimbang cewe genit itu. Aku heran sama Danar, bisa-bisanya dia kecantol sama cewe gila itu. Kalo aja cewe yang deket sama Danar itu bukan Vivian, cewe kegatelan itu, aku sih bakal enjoy aja.
Deg..deg..deg..
Duh, gimana ya? Semoga, aku bisa dapat nilai terbaik. Amin. Sebentar lagi guru bakal mengumumkan nilainya. Tak lama kemudian, pak guru menyebut nama siswa satu per satu dan memberikan kertas ujian matematika. Aku semakin deg-deg-an, namaku tak kunjung di panggil. Tiba-tiba terdengar nama Vivian terpanggil. Kulihat ekspresinya melihat kertas itu dia sangat senang, aku jadi penasaran dengan nilainya. “ngapain liat-liat? Penasaran ya? Hahaha. Ini, aku kasih liat. Aku dapet 95. Aku rasa ini nilai tertinggi. Paling-paling kamu Cuma dapet kepala 8. Hahaha, kamu nggak bakal menang dari aku!” kata-katanya membuatku semakin jengkel, namun aku tetap mencoba untuk bersabar, masih berharap nilaiku bisa lebih tinggi darinya.
“Tria!” panggil pak guru tak lama kemudian. Aku dipanggil. Mudah-mudahan aku bisa menang. Amin. Doaku dalam hati. Dengan perlahan ku lihat angka di kertas itu, dan ternyata, nilaiku adalah 97. Asyiiiiiiiiiikkk, aku menang. Hahaha, terbukti kan vi, siapa yang paling pintar?! Aku terus senyum-senyum melihat nilaiku mengungguli cewek centil itu. “so, jangan lupa sama janjimu yah! Hahahaha” aku tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan. Kemudian, waktu istirahat, si cewek ganjen itu benar menepati janjinya. Aku memesan sebanyak-banyaknya, hitung-hitung sebagai balas dendamku kepadanya. Tapi,, ternyata dia belom kapok juga. Dia menantangku. Again. “eh, Tria, jangan seneng dulu ya. Aku punya tantangan lagi buat kamu, buat ngalahin aku di bidang sejarah. Kamu terima ataau...” segera kujawab ”deal. Aku pasti bisa ngalahin kamu lagi.” Jawabku mantab, walau sebenarnya aku sadar dia sedang menantang pelajaran yang nggak aku suka. Pada kenyataannya, aku lemah banget sama sejarah, dan banyak banget nilaiku yang jelek di bidang sejarah. Tapi, keuntungannya, dia memberikan waktu yang cukup lama. Sepertinya dia tau kalau aku bukan ahlinya dalam bidang ini. Waktu yang diberikan ialah selama satu bulan. Yap, tepat pada ujian tengah semester, siapa yang nilainya paling tinggi, dialah pemenangnya. Walau diberi waktu, aku juga harus membagi waktuku untuk belajar ujian yang lain, jadi aku tak bisa hanya fokus pada sejarah. Tapi aku pasti bisa. Aku yakin itu.
“eits, mungkin kalau pertandingan kali ini, sang pemenang diberi bonus tambahan selain ditraktir. Gimana? Biar lebih seru dan lebih semangat.” Tiba-tiba si Vivian itu menambahkan perjanjiannnya. “boleh, apapun itu, whatever. Tentukan juga, yang kalah dapat hukuman apa. Aku nggak takut.” Jawabku mantab. “wah,wah,wah. Yakin bener anak yang satu ini. Oke, kalau gitu. Untuk pemenangnya, selain mendapat traktiran dari pihak yang kalah, akan mendapat bonus, yaitu menjadi pacarnya Danar.” Seketika, Danar yang ada di kantin dan ikut mendengarkan percakapan mereka menjadi tersentak. “apa? Kok aku jadi terlibat sih? Apa lagi jadi pacar..” “udahlah, ini keputusanku, dan untuk the looser, harus jadi pembantu dari pihak yang menang selama satu bulan. So, deal??”
What? Sial. Ini cewek bener-bener menjebakku. Aku nggak langsung jawab. Aku galau, apakah aku sanggup bisa ngalahin si cewe rese itu. Apa lagi yang jadi taruhannya Danar. Aku nggak mau sahabatku dimanfaatin sama dia. “woi. Bengong aja. Atau, jangan-jangan udah nyerah ya?” ejek Vivian “siapa bilang?! Okey. Deal. Liat aja, aku pasti yang menang.” Jawabku sok yakin. “okee...” tiba-tiba, Danar menarikku keluar dari kerumunan itu. “kamu apa-apan sih Tri? kamu gila ya, naruhin aku segala. Aku nggak mau jadi bahan taruhan!” Kata Danar emosi. “sory, Nar. Tapi aku nggak bisa nolak tantangan itu. Kamu tenang aja deh, aku pastiin, dia yang bakal jadi pembantu aku.” Jawabku sok yakin. “hhhh, terserah” jawab Danar bete.
Malam ini aku nggak bisa tidur, terus kepikiran soal tantangan Vivian. Aku bingung, aku lemah sama sejarah. Di beri waktu sebulan, seandainya tidak bertepatan dengan ujian tengah semester, pasti aku akan fokus dengan sejarah itu saja. Tapi sekarang aku harus membaginya dengan pelajaran yang lain, jika targetnya hanya sekedar lulus, mungkin aku masih bisa. Tapi, kalau harus lebih tinggi dari cewe rese itu, aku harus punya otak yang encer. Jadi aku harus lebih keras lagi. Aku nggak mau sampai kehilangan Danar. Cewek itu sudah mempengaruhi Danar, jadi aku nggak mau sampai dia milikin Danar. But how? Aku akan mulai belajar dari sekarang. Okee... semangaattt!
Keesokan paginya, badanku terasa lemas tak bertenaga. Aku melembur sampai malam, dan masih sangat ngantuk. “ Tria? mata kamu kenapa? Kok item gitu. Kurang tidur ya?” tanya Santi yang melihat keanehanku. “hmm, ngantuk, San. Semalem, aku belajar sejarah terus. Makanya, sekarang ngantuk. Aku kan harus kerja keras.” Jawabku dengan lamban. “Tria,Tria. Ya nggak gitu juga kali caranya..” kata Santi. “terus, gimana dong?” tanyaku. “emm, ya kita pikirin aja dulu.” Jawab Santi santai. “yee, kirain punya solusinya.” Kataku agak kecewa. “yah, seenggaknya nggak perlu sampai begini kan? Nanti kamu malah kehabisan tenaga, dan kerjaannya jadi tidur mulu di kelas. Nggak efektif banget. Iya kan?” jelas Santi. “Iya juga sih.. terus gimana?”
Kami termenung beberapa menit untuk memikirkannya. Tiba-tiba, Danar datang dan ikut nimbrung. “lagi galau apa sih cewe-cewe ini?” “ah, kamu Nar, ngagetin aja. Ini loh, si Tria, mikirin strategi perang ama cewe rese itu.” Jelas Santi. “ohh, soal kemaren.. Eh, Tri, mata kamu kenapa? Ohh, pasti kamu ngelembur semalem ya?” tanyanya yang yakin apa jawabannya. “kok tau?” exactly. “tau dong. Danar gitu loh. Hehe. Mau tau nggak cara jituku? Udah semaleman nih aku pikirin. Emangnya enak apa dijadiin bahan taruhan?”kata Danar jutek. “iya maaf. Makasih ya nar.” Ucapku. “eits, jangan ge-er dulu ya, aku mihak kamu cuma karna kamu sahabatku dan aku nggak mau sahabatku jadi pembantu. Itu aja.” Jelas Danar panjang lebar. “iya, iya Danar yang ganteng. Aku tau kok, kamu emang sahabat terbaik aku. Hehe.” Pujiku. “oke. Jadi, ideku kayak gini nih. Gimana kalo belajar bareng? Jadi aku bacain, kalian sambil dengerin. Terus kita pakai sistem tebak-tebakan. Kita lakukan tiap hari, tiap waktu senggang. Tapi nggak perlu sampai ngelembur. Jadi waktu istirahat juga cukup. Gimana tuh?” jelas Danar. “that’s briliant. Nggak kepikiran aku sampai situ. Otak kamu encer juga. Hehe” kataku. “Danar gitu loh. Hehehe” entah kenapa, saat kulihat Danar tertawa, tiba-tiba aku merasa dia jadi ganteng banget di mataku, dan hatiku merasa berdebar-debar melihatnya. Apa yang terjadi sama aku? Dia itu sahabat aku. Aduh, kayaknya aku mulai ngaco nih, gara-gara ngelembur semalem. Lupakan. Lupakan. Fokus aja sama tantangan ini. Oke, semangaat.
Jadi, aku melakukan apa yang dikatakan oleh Danar. Aku belajar secara rutin, bersama-sama dengan Danar dan juga Santi. Aku melakukan cara itu, menghafal dengan cara mendengarkan, dan tebak-tebakan hingga aku hafal di luar kepala. Hal yang mengasyikan dalam belajar itu bukan hanya aku menjadi semakin pintar, tapi karena keberadaan Danar membuatku nyaman. Aku akui itu, bukan lagi ngaco. Semakin hari aku semakin suka melihatnya, merasa nyaman di dekatnya dan satu lagi, aku merasa cemburu jika cewek centil itu dekat-dekat dengan Danar. Yap, sekarang aku semakin yakin akan perasaanku. Aku mulai menyukainya. Aku tak bisa bohongi perasaanku sendiri, bahwa aku menyukainya, walau dia sahabat aku. Tapi, aku belum siap untuk mengutarakannya. Mungkin, nanti, kalau aku sudah berhasil mengalahkan Vivian dalam tantangan ini, aku akan mengutarakannya. Untuk itu, aku harus berjuang. Berjuang yang sangat keras, untuk nilaiku, harga diriku, dan tentunya untuk cintaku. So, semangaaat cinta 45, aku akan dapatkanmu!
Hari H, datang juga. Aku sudah bersiap untuk bertempur melawan cewe rese itu menghadapi ujian sejarah. Liat aja, aku pasti mengalahkanmu. Hemm, wah, tidak menyangka, aku merasa sangat yakin bahwa aku bisa mengerjakan semua ini. Lihat, aku sudah hampir nomor 37, padahal waktunya masih sangat lama. Masih 1 jam lagi yang tersedia, dan lagi aku yakin akan jawaban ini. Kulirik sekilas, si Vivian masih mengerjakan nomor 23, standar sekali. Aku nggak yakin dia bisa dapat nilai tinggi. Vivian, vivian. Kirain dia mahir banget dalam hal ini, ternyata...
Setelah ujian, di luar kelas...
“hhh, kayaknya yakin bener sama ujian tadi. Aku liat sekilas tadi kamu cepet juga ngerjainnya. Haha. Aku rasa, itu jawaban banyak yang salah. Ckckck, terlalu yakin kamu.” Celoteh Vivian. “whatever. Kamu mau ngehina aku kek, mau nyindir-nyindir aku kek, nggak mempan lagi. Aku udah sangat yakin, aku ngalahin kamu lagi. Laaagii!” kupertegas kata terakhirku agar dia jadi down. “hh, liat aja nanti.” Kata Vivian sembari pergi dari situ. “tenang Tria, aku yakin kok kamu pasti bisa ngalahin Vian. Kan kita udah berjuang, and tadi banyak kan yang keluar sesuai yang kita hafalin kemaren?” hibur Santi. “sip. Sip. Aku yakin kok. Jadi nggak sabar nih lihat hasilnya. Hehe.”
2 hari kemudian...
“San, Nar, hari ini pengumuman nilai sejarahnya keluar. Yuk, kita lihat.” Ajakku pada Santi dan Danar. Hmm, mana ya namaku... ah itu dia. What? Nggak. Nggak mungkin. Aku Cuma dapet 85. Itu nggak mungkin. Aku yakin banget, hampir semua aku bisa mengerjakannya. Coba kulihat Vivian. Apa? Impossible. Dia dapet 96, nggak mungkin. “Tri, ini pasti ada yang salah deh. Nggak mungkin kamu kalah. Apalagi jauh gini jaraknya. Aku aja dapet 90, Danar 92, padahal kan kita belajar bareng. Nggak mungkin kamu dapet segitu.” Kata Santi panjang lebar. “iya. Nggak mungkin. Aku tahu, kamu yang paling hafal di antara kita-kita. Mungkin Pak Guru salah hitung. Kita tanyain aja gimana?” usul Danar. “betul juga. Aku juga nggak yakin nilaiku cuma dapet segitu. Yuk.” Ajakku. “eh, eh, mau kemana ini? Mau kabur? Udahlah, ngaku aja kalau kalah. Nggak usah sok pak guru yang salah kasih nilai.” tiba-tiba Vivian datang dan mengejek. “aku tetep mau tanyain ke pak guru, aku yakin pak guru salah hitung. Aku nggak mungkin dapet segini.” Kataku. “oke.oke. terserah aja. Paling juga hasilnya sama aja.”
Tanpa berdebat lebih lama lagi, aku, Santi dan Danar bergegas ke ruang pak guru. Kulihat, Vivian and the genk mengikuti kami dari belakang. “pak, saya mau tanyakan hasil ujian saya. Saya nggak yakin nilai saya cuma dapat 85. Maukah bapak menghitung ulang nilai ujian saya?” tanyaku dengan sopan pada pak guru. “boleh, siapa namamu dan kelas apa?” tanya pak guru. “Tria Sukma Melati kelas 11 ips 2.” Kulihat, pak guru mulai menghitungnya kembali. “maaf, Tria. Tapi, sudah bapak hitung, hasilnya tetap sama. 85.” Apa? Nggak mungkin. Dengan lunglai aku berjalan keluar dari ruangan guru. “aku bilang juga apa! Hei guys! Pengumuman nih! Mengenai tantangan bulan lalu, akulah pemenangnya. Jadi, mulai sekarang sampai 1 bulan ke depan, Tria menjadi pembantuku. Dan Danar jadi kekasihku. Sayaaang” ucapnya sambil merangkul tangan Danar. Sebal sekali aku melihat mereka. Kenapa aku bisa kalah? Padahal aku yakin banget bisa ngalahin dia. “kenapa? Nggak percaya? Makanya, nggak usah sok yakin, dasar belagu. Sekarang, tau rasa. Haha. Okey, tolong bawakan tasku. Nih!” Vivian melemparkan tasnya padaku. Aku terpaksa menerimanya.
Kehidupanku sekarang menjadi berubah. Lebih menderita dari sebelumnya. Aku kalah dari Vivian. Harga diriku semakin diinjak-injak olehnya dengan menjadikanku pembantu. Terlebih lagi yang membuatku semakin sakit,ialah dia pacaran dengan cowok yang aku suka. Danar. Dia terus-terusan memanasiku. Tapi aku terpaksa harus melakukan semua ini, sesuai dengan janjiku. Mungkin, aku dapat karma semua ini karena aku terlalu sombong, bahwa aku bisa dapatkan semuanya. Aku menyesal. Andai saja aku tidak sombong saat Vian menantangku, aku tak kan mendapatkan perlakuan menyakitkan ini. Masih ada 17 hari lagi untuk menjalani semua ini. Tapi rasanya, semakin hari semakin berat. Aku benar-benar tersiksa. Tapi aku tak boleh menyerah begitu saja. Aku harus tetap berjuang untuk bertahan akan semua ini.
“Danar, maafin aku. Aku udah gagal,dan kamu harus pacaran sama Vivian.” Pinta maafku pada Danar saat tak ada Vivian. “enggak Tri. Kamu nggak salah apa-apa kok. Yang salah itu Vivian,seenaknya aja bikin peraturan kayak gini. Kamu yang sabar ya Tri,atau biar aku ngomong sama dia buat mengakhiri semua ini?” tanya Danar yang ingin membelaku. “nggak usah,Nar. Lagipula yang namanya janji emank harus ditepatin.” “iya sih. Tapi aku nggak tega sama kamu,Tri. Lagian,aku juga nggak betah sama dia, banyak banget maunya. Nyebelin banget tuh anak.” Omel Danar. “em,Nar, aku nggak ngerti deh sama kamu. Duluu, bukannya kamu sempat deket ya sama dia? Aku kira kamu itu punya perasaan yang sama kayak dia.” Tanyaku penasaran.“hah? Aku nggak pernah deket lagi sama dia. Emank dianya aja yang suka nempel-nempel ke aku,sksd gitu. Pokoknya,kalau 1 bulan ini telah terlewati,aku bakal bikin perhitungan sama dia. Biar tau rasa tuh anak.” Jawab Danar yang mulai semakin kesal dengan Vivian. Mendengar pernyataannya bahwa dia nggak punya perasaan yang sama dengannya,aku merasa senang. Aku jadi senyum-senyum sendiri. “Tria? Kenapa kamu kok malah senyum-senyum gitu? Aku kan lagi kesel.”
Tiba-tiba...
“guys! Ada berita penting!” Santi datang dengan ngos-ngosan. “ada apa?”tanyaku. “ituu..hhh..itu..hhh..”katanya sambil terbata-bata. “ini. Minum dulu.”aku memberikannya minuman,agar dia lebih tenang. “makasih, jadi gini. Vian,Tri. Ternyata, dia udah nipu kamu. Nggak seharusnya kamu yang jadi pembantu,harusnya itu dia.” Jelasnya namun ku tak mengerti. “apa? Maksudnya apa sih? Aku nggak ngerti deh. Coba deh, jelasin lagi pelan-pelan” “gini ya’. Nggak sengaja tadi aku ke ruang guru dan ngejatuhin kertas-kertasnya pak guru. Pas ngerapiin,secara kebetulan aku lihat kertas ujianmu,di bagian namanya kayak ada bekas dihapus. Lalu aku kepikiran sama punya Vivian. Ternyata sama,ada bekasnya juga. Aku curiga,kertas kamu ditukar sama Vivian.”.jelasnya. “yang bener? Tapi,kita nggak punya bukti.”kataku. “ya kertas ujian itu.” “bener kata Tria, itu aja nggak cukup. Emank ada yang liat kalo Vivian yang ganti?” timbrung Danar.“nggak sih. Kalo gitu kita cari buktinya yuk.”ajak Santi. “pasti.”kataku.
Disaat Vivian tak ada di dekatku, aku dan Santi mulai melakukan pencarian bukti. Dimulai dari ruang guru,kami berdua menanyai semua guru yang ada disitu mengenai keberadaan Vivian yang mencurigakan. Tapi tak satu pun dari mereka yang tahu. Kemudian,kami mulai menanyai teman-teman sekelas secara rahasia, agar Vivian tak tahu apa yang kami lakukan. Sudah 3 hari terlewati,tak kunjung ketemu. Aku mulai menyerah dengan keadaan ini. Aku tak tahu harus melakukan apa lagi. Namun Santi tetap menyemangatiku.”jangan nyerah gitu dong Tri. Harus tetep berjuang. Ini juga demi harga diri kamu kan? Enak aja dia,dia yang kalah kok kamu yang menderita. Menurutku, si Vivian itu ke ruang guru setelah ujian. Seenggaknya,pak guru akan ingat,waktu kita minta hitung ulang nilaimu, berpa nilaimu sebenernya. Pasti akan ketauan waktu itu juga kan?” kata Santi. “iya. Betul juga. Jadi,kira-kira siapa yang ada di ruang guru atau sekitarnya saat ujian selesai?”
Tiba-tiba..
“saya, neng.” Pak kebon tiba-tiba nimbrung.”Pak kebon? Kok bapak disini?” tanyaku basa-basi. “maaf neng. Bapak tadi bersih-berih di situ.”sambil menunjukkan tempat dimana dia bersih-bersih. “bapak nggak sengaja mendengar pembicaraanya neng berdua. Setelah ujiannya para murid,bapak lagi bersih-bersih di sekitar ruang guru itu neng.” “trus?”putus Santi.”nah,saya ngeliat ada dua anak perempuan yang masuk ke ruang guru. Pada saat itu di ruang guru nggak ada siapa-siapa.”lanjut pak kebon. “lalu,bapak tau,mereka berdua lagi ngapain?” tanyaku penasaran. “yang bapak liat sih,mereka sepertinya sedang mencari-cari sesuatu. Oh iya,bapak juga lihat salah satu dari mereka mengeluarkan kotak pensilnya.” Jelas pak kebon. “tuh kan Tri. Udah jelas kan?” tanya Santi. “iya. Em,pak,saya tanya lagi. Apa mereka mencari sesuatunya di meja pak Ari? Dan apakah benar orangnya yang sedang makan di situ pak?” tanyaku sambil menunjuk ke arah Vivian. “iya. Bener neng. Semuanya benar.” Ya,i got it. Aku dapat semua bukti yang aku butuhkan. Segera saja akudan Santi menemui pak guru dan membeberkan semuanya apa yang terjadi. Untungnya,pak guru mempercayai kami.
Kemenangan telah tiba. Saatnya kunikmati atas semua perjuanganku selama ini. Pak guru mengumumkannya di depan kelas. “perhatian anak-anak. Ada berita penting yang perlu kalian tahu,dan ini sebagai contoh yang tidak baik yang jangan kalian tiru. Mengenai nilai uts sejarah Tria danVivian.” Jelas pak guru. “hah? Emangnya ada apa sama nilai saya pak? Apalagi sama nilainya Tria? Nilai dia kan jauh dibawah saya pak,nggak pantes buat dibandingin.” Ejek Vivian, tapi aku tak peduli. “Vivian! Masih berani kamu berbohong di hadapan saya!” suara pak guru mulai meninggi. “eh,saya bohong apa pak? Saya nggak bohong apa-apa kok pak.” Eles Vivian.
“baik. Dengarkan saya. Saya sudah dengar dari Tria dan Santi,bahwa kamu,Vivian telah melakukan kecurangan. Kamu merubah nama kamu menjadi Tria,dan sebaliknya. Maka dari itu saya umumkan secara resmi, nilai ujian Tria adalah 96,sebagai nilai tertinggi di sekolah ini, dan untuk Vivian menjadi 75,saya potong 10 nilainya karena sudah melakukan kecurangan dengan memalsukan nama dan sudah berani berbohong terhadap saya. Sekian pengumumannya.” Jelas pak guru. “pak,kenapa bapak bisa percaya sama Tria, kalau dia bohong bisa saja kan pak?” tampaknya Vivian masih berusaha mempengaruhi pak guru. “bisa saja kalau tak ada bukti. Namun, dia mempunyai bukti yang cukup kuat. Pertama dari kertas ujian yang terdapat bekas dihapus di bagian namanya,dan yang kedua adalah kesaksian dari pak kebon. Sudah paham?” jelas pak guru. Ternyata pak guru masih mempercayaiku dan tak terpengaruh oleh Vivian. Vivian tampak terdiam saja. Aku rasa dia sangat kesal dan malu,tapi menurutku itu setimpal dengan apa yang telah ia perbuat padaku.
“saya, neng.” Pak kebon tiba-tiba nimbrung.”Pak kebon? Kok bapak disini?” tanyaku basa-basi. “maaf neng. Bapak tadi bersih-berih di situ.”sambil menunjukkan tempat dimana dia bersih-bersih. “bapak nggak sengaja mendengar pembicaraanya neng berdua. Setelah ujiannya para murid,bapak lagi bersih-bersih di sekitar ruang guru itu neng.” “trus?”putus Santi.”nah,saya ngeliat ada dua anak perempuan yang masuk ke ruang guru. Pada saat itu di ruang guru nggak ada siapa-siapa.”lanjut pak kebon. “lalu,bapak tau,mereka berdua lagi ngapain?” tanyaku penasaran. “yang bapak liat sih,mereka sepertinya sedang mencari-cari sesuatu. Oh iya,bapak juga lihat salah satu dari mereka mengeluarkan kotak pensilnya.” Jelas pak kebon. “tuh kan Tri. Udah jelas kan?” tanya Santi. “iya. Em,pak,saya tanya lagi. Apa mereka mencari sesuatunya di meja pak Ari? Dan apakah benar orangnya yang sedang makan di situ pak?” tanyaku sambil menunjuk ke arah Vivian. “iya. Bener neng. Semuanya benar.” Ya,i got it. Aku dapat semua bukti yang aku butuhkan. Segera saja akudan Santi menemui pak guru dan membeberkan semuanya apa yang terjadi. Untungnya,pak guru mempercayai kami.
Kemenangan telah tiba. Saatnya kunikmati atas semua perjuanganku selama ini. Pak guru mengumumkannya di depan kelas. “perhatian anak-anak. Ada berita penting yang perlu kalian tahu,dan ini sebagai contoh yang tidak baik yang jangan kalian tiru. Mengenai nilai uts sejarah Tria danVivian.” Jelas pak guru. “hah? Emangnya ada apa sama nilai saya pak? Apalagi sama nilainya Tria? Nilai dia kan jauh dibawah saya pak,nggak pantes buat dibandingin.” Ejek Vivian, tapi aku tak peduli. “Vivian! Masih berani kamu berbohong di hadapan saya!” suara pak guru mulai meninggi. “eh,saya bohong apa pak? Saya nggak bohong apa-apa kok pak.” Eles Vivian.
“baik. Dengarkan saya. Saya sudah dengar dari Tria dan Santi,bahwa kamu,Vivian telah melakukan kecurangan. Kamu merubah nama kamu menjadi Tria,dan sebaliknya. Maka dari itu saya umumkan secara resmi, nilai ujian Tria adalah 96,sebagai nilai tertinggi di sekolah ini, dan untuk Vivian menjadi 75,saya potong 10 nilainya karena sudah melakukan kecurangan dengan memalsukan nama dan sudah berani berbohong terhadap saya. Sekian pengumumannya.” Jelas pak guru. “pak,kenapa bapak bisa percaya sama Tria, kalau dia bohong bisa saja kan pak?” tampaknya Vivian masih berusaha mempengaruhi pak guru. “bisa saja kalau tak ada bukti. Namun, dia mempunyai bukti yang cukup kuat. Pertama dari kertas ujian yang terdapat bekas dihapus di bagian namanya,dan yang kedua adalah kesaksian dari pak kebon. Sudah paham?” jelas pak guru. Ternyata pak guru masih mempercayaiku dan tak terpengaruh oleh Vivian. Vivian tampak terdiam saja. Aku rasa dia sangat kesal dan malu,tapi menurutku itu setimpal dengan apa yang telah ia perbuat padaku.
Kemudian pak guru meninggalkan tempat dengan memberikan kami tugas. Seketika,suasana kelas jadi hiruk pikuk karena kejadian itu. Teman-teman mulai ramai membicarkan tentang perbuatan Vivian. Vivian wajahnya mulai memerah dan tak tahan lagi,ia pun keluar kelas. Aku pun menjadi lega. Otomatis, aku tak lagi menjadi pembantunya,dan Danar tak lagi jadi pacarnya. Kami bertiga tertawa bersama melihat kemenangan ini. Walau sebenarnya aku sedikit kasihan juga padanya, tapi aku tak mau lembek padanya. Biar dia bisa belajar dengan pengalamannya ini.
Tak kusangka,setelah kejadian itu, Vivian minta maaf padaku dan mulai baik padaku. Melihat ketulusannya,aku pun mau menerimanya menjadi teman baruku. Tak ada lagi permusuhan,tak ada lagi tantangan. Hanya ada persahabatan. Dan satu lagi, cintaku dengan Danar. Pada hari yang tak kuduga, Danar mengajakku ke taman belakang sekolah.
“Tria, ada yang mau aku omongin sama kamu.” Kata Danar. “em, emang mau ngomong apa?” entah kenapa,aku merasa sangat berdebar-debar saat itu. Aku penasaran sekali,Danar bakal ngomong apa ke aku. “aku..aku suka sama kamu Tri. Aku sayang sama kamu. Nggak sebatas sahabat, tapi lebih. Kamu... mau nggak jadi pacarku?” Dia nembak aku. Aku kaget,tapi aku seneng banget. Perasaanku terbalas. “em,a..aku..” aduh. Aku nerveous banget nih. Tapi,aku nggak mau lagi kehilangan kesempatanku. Aku harus bisa. Inilah saatnya Tria. “iya. Aku juga suka sama kamu.aku.. aku mau kok jadi pacar kamu.” Jawabku sambil tersipu malu. Aku sangat bahagia, aku mendapatkan cintaku. Kemudian kami berpelukan. Inilah indahnya cinta. Akhirnya,aku mendapatkan cinta 45 ku, setelah perjuangan yang cukup panjang bagiku. Cinta,memang perlu diperjuangkan,karena nanti akan dapatkan kebahagiaan sesungguhnya.
SELESAI
PROFIL PENULIS
Namaku Ivana Puspa Dhuhita
Tinggal di kota Malang
Alamat fb: http://www.facebook.com/ivana.shinminrin?ref=tn_tnmn
Aku berharap suatu hari nanti aku bisa menjadi penulis terkenal
sekarang ini aku masih belajar dalam menulis, banyak kata-kata yang harus aku perbaiki serta alur cerita.
mudah-mudahan pembaca suka dengan cerpenku ya.
terima kasih^^
Namaku Ivana Puspa Dhuhita
Tinggal di kota Malang
Alamat fb: http://www.facebook.com/ivana.shinminrin?ref=tn_tnmn
Aku berharap suatu hari nanti aku bisa menjadi penulis terkenal
sekarang ini aku masih belajar dalam menulis, banyak kata-kata yang harus aku perbaiki serta alur cerita.
mudah-mudahan pembaca suka dengan cerpenku ya.
terima kasih^^
Baca juga Cerpen Cinta dan Cerpen Remaja yang lainnya.