Raline, I"m in Loph - Cerpen Cinta

RALINE, I'M IN LOPH
Karya Gisca

Huft, aku berjalan cepat berharap segera tiba di rumah. Aku kesal dengan Raffi yang tidak perduli dengan ku. Yah, Raffi.. Cowok yang sudah 6 bulan ini menjadi pacar ku. Tak ada yang special darinya, tapi entah mengapa aku menerimanya ketika dia menyatakan dia menyukaiku dan menginginkan aku menjadi pacarnya. Dia seniorku di kampus. Dia merupakan orang yang paling menyebalkan. Tapi itulah cinta, ketika kamu membenci seseorang maka kamu akan jatuh cinta padanya.
**

Hp ku berdering, tertera nama panggilan di layar Hp q “Raffi”. Aku mengangkat telponnya,“ Halo yang, yah aku udah di rumah. Pulang sama Ade. Enggak, aku gak marah. Have fun aja deh sama mereka”. Klik. Ku tutup telpon ku. Ingin rasanya aku marah ketika dia menelpon ku. Tapi kuurungkan niatku. Aku tidak pernah berani marah kepadanya. Entahlah. Apakah karena usia pacaran kami baru 6 bulan dan aku merasa tak pantas untuk marah dan berharap lebih padanya. Aku tidak bersemangat melakukan apapun sore ini. Aku hanya memainkan game yang ada di hp ku. Rasa bosan menyelimutiku. Malam ini malam minggu dan aku tidak pergi ke mana-mana. Sebel rasanya, punya pacar tapi tidak pernah melewati satnite bersama orang yang disayangi. Yah, beginilah cara pacaranku. Sungguh membosankan. Setiap Sabtu malam, dia harus menjemput kakaknya yang baru pulang kuliah. Itu sudah menjadi tugasnya yang diberikan papanya.

Aku masih ingat ketika pertama kali dia mengatakan, untuk malam minggu ini dia tidak bisa mengajakku jalan-jalan. Dia harus menjemput kakaknya yang kuliah di Kedokteran UI. Aku pun mengerti saat itu dan ku rasa sebagai adik dia harus menyayangi kakaknya. Tapi, hal itu terjadi tiap minggu dan aku merasa kesal.
Malam ini seperti malam minggu sebelumnya, ku lewati malam ini dengan mendengarkan radio. Yah salah satu kegiatan favoritku selain membaca novel. Suara cempreng sang penyiar telah membuat telinga ku tuli malam ini. Penyiar favoritku, tidak ada dan sedang sakit. Well, no problem. Paling tidak malam ini bisa mengurangi rasa kebosananku. Lagu favoritku pun diputar, “A thousand Years” nya Christina Perry. Aku pun ketiduran dan terbangun ketika HP ku berdering, Raffi menelponku. “Halo, ya sayang. Gak ngapa-ngapain cuma dengerin radio. Kamu di mana?”, tanyaku.
“Baru nyampe rumah”, jawabnya. Ku lirik jam di kamarku. Jam menunjukkkan pukul 11 malam.
“Kok lama kali pulangnya?” tanyaku dengan nada lembut, walaupun aku ingin marah tapi ku urungkan niatku.
“Tadi makan malam di luar sama papa dan mama setelah jeput Kak Rara”, jawabnya ceria. Aku mendengus kesal. Good, dia menikmati malam minggunya dan melupakanku. Tak satupun BBM ku yang dibalasnya. Ku rasa, dia sangat menikmati malam ini sampai tidak punya waktu untuk menelponku ataupun membalas BBM ku.

Aku pun menutup telponku langsung tanpa menunggunya selesai bicara. Aku kesal, aku kecewa. Tak sedikitpun dia ingat padaku. Dia selalu begitu setiap bersama keluarganya dan teman-temannya. Dan itu membuatku muak dengannya. Aku merasa seperti boneka baginya. Ketika dia butuh maka dia akan datang padaku dan merengek-rengek manja padaku. Ketika dia sudah bosan padaku, maka dia pun meninggalkanku dan menikmati mainan barunya. Aku menarik selimutku dan ku harap malam ini bisa mimpi indah.
**

Beautiful Sunday, ku tatap matahari di luar sana dari dalam kamarku. Ku buka jendela kamarku lebar-lebar berharap udara segar pagi ini masuk ke dalam kamarku. Meskipun ku rasa tak ada lagi udara segar pagi ini sambil kulirik jam di kamar ku, jam 9 pagi. Yah, pagi ini aku bangun agak lama. Kekecewaan tadi malam membuatku malas bangun pagi dan ingin melupakannya. HP ku berdering, ku lihat di layar HP “Raffi”. Dengan rasa malas ku angkat telponnya, “Halo, ada apa?” tanya ku ketus padanya. “Kok gitu nanyanya sih yang?”, tanyanya manja. Suara itu, suara manja yang selalu meluluhkan hatiku. Ku jawab “Gak pa-pa, cuma lagi laper aja”, bohongku padanya. “Ya udah, cuci muka dulu sana trus bukain pintu donk, udah capek nih, dari tadi berdiri di depan rumah kamu nih” suara berat itu sekali lagi membuatku luluh. Sepagi ini ngapain dia ke rumahku, tanyaku dalam hati.

Aku pun berlari ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigiku. Hmhm, mandi? Ku rasa tak perlu. Yah, aku selalu cuek dengan penampilanku kepadanya. Meskipun kadang-kadang dia cemberut kalau dia melihatku belum mandi dan dengan acak-acakan menyambut kedatangannya di rumahku. Aku selalu berpikir kalau cowok itu sayang sama ceweknya harus bisa menerima apa adanya donk. Bukan karena harus ini dan harus itu. Uh, gak banget deh.

Aku pun membukakan pintu dan mempersilahkan dia masuk. Tanpa permisi padaku, dia langsung mencium pipiku dan memelukku. Aku pun melepaskan pelukannya dan menjauhinya. Dia melengus panjang dan tau aku marah padanya. Dia pun langsung duduk di karpet. Yah, aku gak punya kursi di rumah ini. Aku, abangku dan sepupuku mengontrak rumah ini dan tak ada perabot selain perabot-perabot di kamar masing-masing. Di ruang tamu hanya ada karpet, radio dan juga telepon rumah. Dia menyuruhku mengambil piring dan air minum. Dia membawakan ku sarapan pagi. Yah, terkadang dia sangat cuek tapi terkadang dia bisa penuh dengan perhatian. Hal-hal seperti ini yang selalu membuatku luluh dan mengurungkan niatku untuk menyudahi hubungan ini dengannya.

Dia melihatku penuh perhatian ketika ku lahap sarapan pagi yang dibawanya. Dia tersenyum dan tertawa melihat caraku melahap sarapan itu. “Pelan-pelan sayang makannya”, katanya dengan lembut. Aku tak menghiraukannya. Pagi ini aku memang sangat lapar. Aku ingat aku tidak makan tadi malam. Pantas aku seperti kambing yang tidak dikasih makan 3 hari. Kebosananku tadi malam, membuatku lupa untuk makan.
Dia memulai pembicaraan pagi ini dengan mendekatiku dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Dia bertanya padaku, “Kamu mau ke mana hari ini sayang?”. Oh Tuhan, suara berat itu bener-bener membuat jantungku dan badanku berdesir. Dia semakin mendekapku. Aku melepaskan tangannya dari pinggangku dan berkata, “Aku belum mandi, jangan deket-deket, aku bau lho”, alasanku agar bisa jauh darinya. Dia tidak menghiraukan ucapanku dan malah semakin mendekat kepadaku. “Aku tak perduli, meskipun kamu belum mandi, kamu tetap cantik, sayang”, ucapnya sambil memelukku kembali.
“Sayang, aku ingin mengajakmu ke pantai, sudah lama kita gak ke pantai”, ajaknya padaku dengan tatapan mata elangnya. Oh, mata itu, aku suka. Darahku berdesir lagi, bahagia rasanya saat ini ketika dia mendekapku erat.
“Ke pantai?”, tanyaku.
“Iya, kita ke pantai. Kamu mau kan sayang?”, tanyanya sekali lagi meyakinkanku.
“hmhm, mau. Tapi, sepertinya terlalu pagi kita ke sana”, jawabku sambil melihat matahari di luar sana.
“Ya udah, kita jalan-jalan aja dulu di Mall. Kita bisa nonton, makan atau belanja.” godanya padaku. Yup, dia selalu bisa menggodaku dengan jurus jitunya “Shopping time”.
“Gak ada budget belanja bulan ini yang”, jawabku ngambek. Uangku abis buat bayar kontrakkan bulan ini.
“Ya udah, ntar aku beliin. Kamu lagi pengen apa sayang?”, godanya lagi padaku.
“Lagi gak pengen apa-apa”, jawabku ketus. Ternyata perasaan kesel tadi malam, belum bisa hilang dari pikiranku.
“Ya udah kalo gak pengen apa-apa, kita jalan-jalan aja atau nonton ya. Mandi donk, biar kita pergi. Ntar gak sempet dapet sunsetnya lho”, bujuknya padaku.
“Oke, aku mandi dulu”, jawabku sambil berjalan ke kamar.
**

Hari ini bener-bener beautiful Sunday. I loph today. Raffi bener-bener membahagiakanku.
Jam 8 malam aku tiba di rumah. Badanku terasa lengket akibat panasnya hari ini ditambah main di pantai sore tadi. Aku pun segera membersihkan badanku dan tidur. Entah kenapa aku tidak bisa tidur malam ini. Aku merasa hari ini Raffi begitu berbeda. Dia begitu baik padaku dan sangat memanjakanku. Dia selalu memegang tanganku selama di mall dan sepertinya tidak mau jauh-jauh dariku. Dia selalu menatapku sepanjang hari ini. Sampai-sampai aku kikuk dibuatnya di mall. Begitu juga saat di pantai. Tak seperti biasanya dia seperti itu. Jam di kamarku menunjukkan pukul 12 malam. Aku pun menguap dan ku rasa aku harus tidur. Besok harus kuliah pagi, oh No. Kuliah pagi dengan Mr. Dave. Dosen yang membosankan dan juga killer. Aku menarik selimutku dan memeluk bantalku. Good night sayang, good nite Raffi. BBM yang ku kirim kepadanya sebelum aku terlelap.
**

Kuliah pagi dengan Mr. Dave bener-bener membosankan dan sudah ku duga itu. Aku duduk di kantin sambil menyeruput orange juice ku. Mataku mencari-cari mata elang itu. Biasanya Raffi jam segini udah di kampus dan seperti biasanya dia selalu ada di kantin bersama teman-temannya. Tapi, hari ini aku tidak melihat sosoknya.

Aku pun melengus panjang dan meninggalkan kantin. Aku pun berjalan ke perpus kampus untuk meghilangkan rasa kebosananku. Hari ini aku cuma satu mata kuliah dengan si Mr. Dave. Aku gak tau harus mau ngapain lagi. Ade gak ke kampus. Dia gak ambil mata kuliah Mr. dave, karena baginya gak penting. Yah, mata kuliah Mr. Dave memang mata kuliah pilihan. Aku pun gak tau kenapa aku bisa memilih mata kuliah itu. Yang pasti aku suka dengan materinya tapi no buat Mr. Dave. Dosen yang gak banget, selalu bercerita tentang kesombongannya selama kuliah di UK. Please deh.
Sampai sore hari aku menunggu Raffi. BBM ku gak ada dibacanya, hp nya gak aktif. Kekhawatiran merusuk hatiku. Batang hidungnya tak nampak satu hari ini. Apa yang terjadi padanya. Dia menghilang begitu saja tanpa memberitahuku.

Aku pun bertanya kepada Rey, temannya. Tapi dia tidak tahu ke mana Raffi. Dia pun pergi begitu saja sebelum aku selesai berbicara. Rey, memang sedikit kasar tadi. Aku sadar kenapa Rey seperti itu, karena aku telah merebut teman terbaiknya. Yah, sejak berpacaran padaku, Raffi sering bersamaku dan intensitas bersama teman-temannya semakin berkurang. Tapi, itukan bukan salahku, gerutuku.
Aku pun pulang dengan perasaan cemas. Oh Raffi di mana kamu sayang.
**

Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika aku tiba di rumah. Di dalam taxi aku bingung harusnya mencarinya ke mana. Aku gak tau rumahnya Raffi. Dia memang belum membawaku ke rumahnya untuk memperkenalkan aku dengan keluarganya. Kebodohan aku, aku tidak pernah bertanya padanya. Memang aku tak pernah mau bertanya tentang keluarganya. Dia begitu tertutup mengenai keluarganya. Yang ku tau dia mempunyai 1 kakak perempuan dan 2 orang adik laki-laki.

Aku mengambil kunci rumah di dalam tasku. Dengan sedikit kesal, aku kesulitan mencari kunci rumahku. Kunci rumahku memang tak memakai mainan. Kunci lamaku hilang dan syukurnya aku masih memiliki kunci cadangan. Rumah ini begitu gelap, ke mana abang dan sepupuku. Mereka memang tak perduli dengan rumah ini, sampai-sampai menghidupkan lampu pun tak bisa. Krek, ku buka pintu rumahku dan surprise. Rey membawa rainbow cake dengan lilin 21 di atasnya. Astaga, aku lupa hari ini ulang tahunku. Aku terharu dan sangat bahagia. Aku tidak sabar mau meniup lilinku, tapi sebelum aku meniup lilinku Raffi berbisik kepadaku make a wish donk dulu sayang. Oops, aku lupa. Perasaan bahagia membuatku lupa untuk make a wish. Aku pun menutup mataku dan berdoa. Setelah berdoa, aku tak sabar untuk meniup lilinku. Semua sepupu, abangku, sahabatku “Ade’, dan Rey juga ada di situ. Mereka menyanyikan lagu Happy Birthday buatku. Ade memberikanku pisau untuk memotong cakenya. Potongan pertama ku berikan kepada Raffi. Potongan kedua ku berikan kepada Ade, sahabat terbaikku yang tak bosan-bosannya mendengar curhatanku setiap harinya.

Kami pun makan malam di luar. Raffi mengajak aku dan semuanya ke tempat favorit ku “Nelayan”. Hehe, entah kenapa aku tergila-gila dengan dimsum. Meskipun Raffi berulang kali untuk mengingatkanku jangan terlalu sering makan dimsum karena alergiku yang tak bisa terlalu sering makan seafood. Acara makan malam pun selesai. Raffi mengantarkan kami pulang. Sebelum aku memasuki rumah, Raffi menghentikan langkahku dengan menarik tanganku.
“Sayang, sebentar 5 menit aja.”, pintanya kepadaku.
“Ya, ada apa yang?”, tanyaku tak sabar.
Dia mengeluarkan sebuah bungkusan berpita pink, warna favoritku. “Hadiah buat kamu sayang”, ucapnya sambil mengelus rambutku.

Aku keberatan menerimanya bagiku surprise tadi udah membuatku bahagia hari ini dan ku rasa aku tak pantas mendapatkan kado special lagi darinya.
“Terimalah sayang”, bujuknya. Aku udah keliling Plaza Indonesia untuk cari ini. Aku mengernyitkan dahiku dan berkata, “Plaza Indonesia?”, tanyaku.
Dia pun tertawa dan mencium keningku. Udah masuklah sana. Kamu pasti capek satu harian menungguku di kampus. Tapi sebelum aku berbalik memasuki rumah, dia menahanku lagi dan menggenggam tanganku dan melingkarkan cincin bermata berlian ke jari manisku. Sekali lagi aku mengernyitkan dahiku dan bertanya, “Apa ini sayang?”.
Dia tersenyum padaku. Ya Tuhan, senyum itu buat aku tersipu. He is so handsome. He is a perfect man I ever have.
“Aku ingin hubungan kita serius”, jawabnya. Dia pun memelukku dan berbisik padaku, “Raline, I’m in loph”. Malam itu bener-bener indah. Thanks God.

*THE END*

Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.
Share & Like