BERAKHIR DENGAN LUPUS
Karya Siti Ira Suryani
Karya Siti Ira Suryani
17 tahun sudah, aku hidup. Aku mensyukuri atas waktu yang diberikan Tuhan untuk dapat bertahan hidup. Entah seberapa lama lagi waktu yang diberikannya ,aku hanya dapat berusaha dan berdoa untuk dapat mempertahankannya.
Aku ingin sekali seperti anak remaja lainnya,yang dapat menghabiskan waktu dengan belajar,dan bertemu banyak orang. Jangankan untuk keluar rumah,sekali aku menginjakkan kaki di teras rumah saja, kulitku akan terasa terbakar,memang aneh rasanya. Satu persatu aku mulai merasakan perubahan yang terjadi dengan tubuhku,bukan pubertas,melainkan efek dari penyakit yang ku derita. Mulai dari rambut yang satu persatu rontok,kulit yang mulai bersisik,dan wajah ku yang kini berubah menjadi monster butterfly, juga rasa lelah yang berlebihan yang kurasa, menyulitkanku untuk beraktifitas. Terkadang, aku seperti mayat hidup yang berbaring lemas di ruangan putih dan tak berpenghuni selain aku. Namun aku masih beruntung,karena aku masih punya sahabat kecil dan ayah yang setia merawatku, yang menerima aku apa adanya, bukan ada apanya.
Seperti biasanya,hari ini Pino membawakan jeruk,untukku. Setidaknya, dengan adanya Pino aku dapat merasa tenang jika penyakitku ini kambuh.
“Pin, apa kamu gak jijik dekat-dekat denganku?” (sambil mengupas buah jeruk yang ku genggam)
“Kenapa aku harus jijik,Na…” ( Pino menengok ke arahku )
“Gak kenapa-kenapa si,Pin… aku takut kamu minder dengan keadaanku yang seperti monster ini hehe..” (memukul pundak Pino dengan canda dan berusaha mencairkan suasana serius).
“Rin…Ayah dapat obat Gamat kamu nih,cepat di minum ya…jangan lupa minum obat dari dokter Andi … Ayah,pergi kerja dulu..” (Suara ayah yang memanggil dari balik dapur)
“Iya,yah….”
Hidupku kini hanya bergantung pada obat dan gamet yang diberikan dokter, meskipun aku tahu bahwa ini hanya bersifat menahan rasa sakit, bukan untuk menyembuhkan penyakit yang kuderita. Dua tahun ku harus menjalani hidup dengan lupus. Lupus yang mengharuskan aku cek up ke dokter setiap minggunya,dan meminum obat-obatan yang terkadang membuat jantungku berdebar kencang.
Hari ini Pino datang dengan membawa martabak manis yang dia janjikan kemarin.
“Rina..” (Suara Pino yang memanggilku dari teras rumah)
“Masuk aja Pin…(Sambil berusaha menaiki kursi roda)
Entah mengapa hari ini tubuhku terasa begitu lemas dan tak berdaya. Aku seperti tidak dapat menggerakkan tubuhku sendiri, dadaku terasa sesak dan sulit menghirup udara yang melintas, hingga akhirnya aku tak kuasa menahan rasa sakit dan terjatuh pingsan. Pino yang mendengar suara kursi rodaku terjatuh, panik dan menghampiriku yang terkulai lemas.
“Na,kamu kenapa…” (tanyanya dengan wajah panik)
Tanpa jawaban pino membawaku ke RS.Darmais tempat dimana biasanya aku berobat,diapun segera menelfon Ayah. Dalam gelap aku melihat tubuhku yang kembali seperti dulu lagi,entah mengapa aku merasa senang,namun aku merasakan kebimbangan,dan selalu bertanya-tanya,
“Mengapa tiba-tiba tubuhku kembali seperti dulu?”
“Ada apa ini?”
Namun tak seorangpun yang dapat menjawab kegelisahanku,disini aku hanya sendiri, tak ada Pino dan Ayah. Aku menangis dan berdoa dalam gelap,
“Tuhan,apabila ini adalah akhir perjalanan hidup dan penderitaanku,aku ikhlas untuk kau ambil dan meninggalkan orang-orang yang telah menyayangiku.”
Aku merasakan sesak yang menjadi-jadi,dan kedua matakupun sulit untukku buka. Hanya harapan itu yang kurasa dan alat detak jantung yang dapatku dengar. Hingga aku semakin merasakan sakit yang begitu sakitnya, dibandingkan rasa sakit yang kuderita selama dua tahun ini. Dan saat itu juga detak jantungku terhenti, hingga kedua mataku tak dapat terbuka lagi. Sedih rasanya ku harus meninggalkan orang-orang yang begitu sayang dan setia merawatku, hingga kini waktu telah menjawab akhir dari penderitaan dan perjalanan hidupku.
“Pin, apa kamu gak jijik dekat-dekat denganku?” (sambil mengupas buah jeruk yang ku genggam)
“Kenapa aku harus jijik,Na…” ( Pino menengok ke arahku )
“Gak kenapa-kenapa si,Pin… aku takut kamu minder dengan keadaanku yang seperti monster ini hehe..” (memukul pundak Pino dengan canda dan berusaha mencairkan suasana serius).
“Rin…Ayah dapat obat Gamat kamu nih,cepat di minum ya…jangan lupa minum obat dari dokter Andi … Ayah,pergi kerja dulu..” (Suara ayah yang memanggil dari balik dapur)
“Iya,yah….”
Hidupku kini hanya bergantung pada obat dan gamet yang diberikan dokter, meskipun aku tahu bahwa ini hanya bersifat menahan rasa sakit, bukan untuk menyembuhkan penyakit yang kuderita. Dua tahun ku harus menjalani hidup dengan lupus. Lupus yang mengharuskan aku cek up ke dokter setiap minggunya,dan meminum obat-obatan yang terkadang membuat jantungku berdebar kencang.
Hari ini Pino datang dengan membawa martabak manis yang dia janjikan kemarin.
“Rina..” (Suara Pino yang memanggilku dari teras rumah)
“Masuk aja Pin…(Sambil berusaha menaiki kursi roda)
Entah mengapa hari ini tubuhku terasa begitu lemas dan tak berdaya. Aku seperti tidak dapat menggerakkan tubuhku sendiri, dadaku terasa sesak dan sulit menghirup udara yang melintas, hingga akhirnya aku tak kuasa menahan rasa sakit dan terjatuh pingsan. Pino yang mendengar suara kursi rodaku terjatuh, panik dan menghampiriku yang terkulai lemas.
“Na,kamu kenapa…” (tanyanya dengan wajah panik)
Tanpa jawaban pino membawaku ke RS.Darmais tempat dimana biasanya aku berobat,diapun segera menelfon Ayah. Dalam gelap aku melihat tubuhku yang kembali seperti dulu lagi,entah mengapa aku merasa senang,namun aku merasakan kebimbangan,dan selalu bertanya-tanya,
“Mengapa tiba-tiba tubuhku kembali seperti dulu?”
“Ada apa ini?”
Namun tak seorangpun yang dapat menjawab kegelisahanku,disini aku hanya sendiri, tak ada Pino dan Ayah. Aku menangis dan berdoa dalam gelap,
“Tuhan,apabila ini adalah akhir perjalanan hidup dan penderitaanku,aku ikhlas untuk kau ambil dan meninggalkan orang-orang yang telah menyayangiku.”
Aku merasakan sesak yang menjadi-jadi,dan kedua matakupun sulit untukku buka. Hanya harapan itu yang kurasa dan alat detak jantung yang dapatku dengar. Hingga aku semakin merasakan sakit yang begitu sakitnya, dibandingkan rasa sakit yang kuderita selama dua tahun ini. Dan saat itu juga detak jantungku terhenti, hingga kedua mataku tak dapat terbuka lagi. Sedih rasanya ku harus meninggalkan orang-orang yang begitu sayang dan setia merawatku, hingga kini waktu telah menjawab akhir dari penderitaan dan perjalanan hidupku.
PROFIL PENULIS
Nama : Siti Ira Suryani
Kelas : IX
Lahir : 3 maret 1997
Umur : 15 tahun
Kelas : IX
Lahir : 3 maret 1997
Umur : 15 tahun
Email : yudzi_cad@yahoo.com
No. Urut : 1486
Tanggal Kirim : 16/11/2012 20:29:53
Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.