MENINGGAL DALAM RAHIM
Karya Rieztha
Pernikahan Mella dan Rava telah memasuki tahun ke dua, jika diperhatikan kehidupan mereka dapat dibilang keluarga yang paling harmonis di komplek itu. “Kehidupan masa depan cerah”, begitulah ucapan orang-orang yang melihatnya. Bagaimana tidak, hidup serba kecukupan, serta pekerjaan mapan, rumah bagaikan istana raja, halaman rumah bag taman seribu bunga. Mella, seorang wanita karir, wanita berparas cantik ini bekerja di sebuah perusahaan swasta terbesar di kota pempek, kota yang terkenal dengan jembatan ampera serta makanan khasnya, dia memegang peranan penting dalam perusahaan itu sebagai direktur utama. Suaminya, Rava, seorang pengusaha terkaya di kota itu, Rava mewarisi bakat ayahnya sebagai pembisnis handal. Diusia yang baru memasuki 28 tahun dia sudah menjadi saudagar kaya. Indah...siapa yang tidak menginginkan hidup seperti itu? Semua orang pasti mendambakanya.
“Tak ada yang sempurna kecuali Tuhan”. Mungkin pepatah itu yang pantas untuk pasangan ini. Di usia pernikahan yang ke dua tahun, pasangan ini belum juga mendapat momongan, dambaan setiap pasangan suami istri. Berbagai usaha telah dilakukan, dari pengobatan aternatif sampai ke dokter spesialis telah dilakukannya, tapi semuanya nihil. Terkadang rasa putus asa itu muncul, tapi keluarga besar selalu mendukungnya agar selalu berusaha.
“Sampai kapan kak?” Tanya Mella kepada suaminya.
“Sabar dik, kita berdo’a dan berusaha saja.” Jawab Rava.
“Iya, tapi sampai kapan? Sudah dua tahun kita menikah tapi...” Tanya Mella, matanya mulai berkaca-kaca.
“Tak ada yang sempurna kecuali Tuhan”. Mungkin pepatah itu yang pantas untuk pasangan ini. Di usia pernikahan yang ke dua tahun, pasangan ini belum juga mendapat momongan, dambaan setiap pasangan suami istri. Berbagai usaha telah dilakukan, dari pengobatan aternatif sampai ke dokter spesialis telah dilakukannya, tapi semuanya nihil. Terkadang rasa putus asa itu muncul, tapi keluarga besar selalu mendukungnya agar selalu berusaha.
“Sampai kapan kak?” Tanya Mella kepada suaminya.
“Sabar dik, kita berdo’a dan berusaha saja.” Jawab Rava.
“Iya, tapi sampai kapan? Sudah dua tahun kita menikah tapi...” Tanya Mella, matanya mulai berkaca-kaca.
Rava mendekat duduk disampingnya dan menenangkanya.
“Dik. Tak henti-hentinya kita berusaha dan berdo’a tapi amanah itu belum juga datang. Mungkin Allah belum mengizinkan kita untuk menjaga amanah itu, Allah pasti merencanakan yang terbaik buat kita.” Ujar Rava kepada istrinya.
“Iya kak, adek tau. Tapi sudah dua tahun kita berusaha, tapi mana hasilnya? Tidak ada kak...” Mella menangis.
“Dik. Lihatlah orang-orang di sana yang sudah 5 tahun bahkan 10 tahun menikah, baru dikaruniai anak, mereka berusaha dan optimis untuk mendapatkannya, dan mereka bisa? kenapa kita tidak mencontoh mereka, mencontoh keoptimisan mereka.”Ujar Rava kepada Mella.
“Iya kak, ya sudah kak, kita tidur sudah malam.”Ujar Mella kepada suaminya.
“Iya.” Jawab Rava.
Dua bulan berlalu setelah kejadian malam itu, biasanya Mella sebelum pergi ke kantor selalu sarapan, tapi kali ini ada yang beda pada Mella. Dia sangat malas sekali untuk bangun pagi, bahkan rasanya tidak ingin bekerja. Rava mencoba membangunkanya tapi Mella tak bangun-bangun juga. Bingung Rava dibuatnya, tidak biasannya istrinya seperti itu, mungkinkan istrinya sakit? Timbul pertanyaan-pertanyaan di benak Rava.
“Dik bangun, sudah pagi. Apa kamu tidak kerja, nanti kamu telat bagaimana?”Ujar Rava kepada istrinya.
“Uuh...Adik malez mau kerja, lemaz rasanya.” Jawab Mella.
“Kamu sakit?” tanya Rava sambil memegang kening istrinya.
“Engak kok kak, Cuma malas aja.” Jawab Mella enteng.
“Tidak seperti biasanya kamu seperti ini.”Gumah Rava sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Kak tidak kerja?” Tanya Mella kepada suaminya.
“Nanti saja.” Ujar Rava sambil berjalan keluar dari kamar.
Rava masih belum mengerti kenapa istrinya seperti itu, biasanya istrinya selalu semangat, tidak pernah menyepelekan sesuatu, selalu tepat waktu. Kenapa hari ini berubah, Rava bertanya-tanya dalam hati...
“Jangan-jangan....” Rava tersentak dan berlari membalikan badan menuju kamarnya kembali.
“Adik...jangan-jangan kamu hamil?” Ujar Rava kepada istrinya.
“Hem... Hamil dari mana kak, sudahlah kak jangan bermimpi.” Ujar istrinya.
“Tidak bisa, pokoknya hari ini kita ke dokter, oke? Sekarang mandilah kita pergi ke dokter pagi ini juga.” Ujar Rava penuh semangat.
“Ah... Malas nanti kayak dulu lagi.” Jawab Mella sambil membenarkan selimutny untuk menutupi tubuhnya.
“Sudah dik, sekarangan bangunlah aku tunggu di depan. Cepat ya.” Ujar Rava.
“Iya...iya...” Membuka selimut dan menuju kamar mandi.
Rava menuju garansi mobil dan memanasi mobil sedangkan Mella menyiapkan diri untuk memenuhi keinginan suaminya. Setelah menyiapkan semuanya, pasangan suami istri itu meninggalkan rumah menuju ke dokter kandungan dimana mereka sering konsultasi.
“Maaf, Tuhan belum memberkati kalian, istri anda cuma kecapekan saja bukan hamil.” Ujar dokter kepada pasangan suami istri itu.
“Maksud dokter, istriku belum hamil?” Tanya Rava.
“Iya, istri anda belum hamil?” Jawab dokter.
“Oh, Terima Kasih dok, kami permisi dulu.” Ujar Rava.
“Iya, Selalu berusaha pak, bu, jangan putus asa kalian masih muda.” Kata dokter sambil bersalaman dengan pasangan suami istri itu.
“Iya pak, Pasti.” Ujar Rava.
Kedua pasangan itu membuka pintu keluar dari ruangan dokter dengan guratan wajah kecewa, kebisuan mengantarkan mereka sampai di dalam mobil, tak sepatah kata yang terucap dari kedua pasangan ini. Rava mulai menghidupkan mesin mobilnya, diperjalanan pulang tak ada canda tawa lagi, kediaman, kesunyian serta kekecewaan menyelimuti hati keduanya. Mella mulai membuka pembicaraan. Terasa tak kuasa dia mengungkapkanya, matanya berkaca-kaca.
“Kak...maafin aku, aku mengecewakanmu lagi .” Ujarnya sambil meneteskan air mata, sementara Rava tetap diam dan terus mengemudi mobilnya.
“Kak...bicaralah, jangan diam seperti ini, aku tau aku yang bermasalah, rahimku....”Mella menangis dan tak kuat meneruskan kata-katanya.
“Sudah dik, jangan menangis, ini cobaan kita.” Jawab Rava singkat tapi penuh makna.
Mella terus menangis di dalam mobil sedangkan Rava hanya diam dan terus mengendari mobilnya. Tidak tau apa yang ada dipikiran Rava, dia diam seribu bahasa. Bahkan terkesan cuek kepada istrinya. Mobil berhenti tepat di depan rumah mereka. Mella turun dari mobil sementara Rava memasukan mobilnya di dalam garasi yang ada di samping istananya itu.
Hari berganti hari, rumah itu terlihat sepi, tak pernah terlihat batang hidung mereka, kemanakan mereka? Biasanya setiap senja mereka duduk bersama sambil menuggu adzan magrib tapi sekarang berbeda, rumah itu selalu tertutup rapat. Rava mulai berubah, dia selalu pulang malam, tak jarang dia pulang dalam kondisi mabuk. Mella mulai mencium perubahan suaminya. Ketika malam, Mella menunggu suaminya pulang, dia ingin mengetahui jam berapa suaminya pulang karena selama ini dia tidak pernah tahu jam berapa suaminya pulang, dia memberikan kepercayaan penuh kepada suaminya. Tapi kali ini, dia ingin menunggu suaminya. Jam berbunyi menunjukan jam 12:00 malam, tapi suaminya belum pulang juga, mencoba dihubunginya tapi tidak diangkat. Semakin cemas Mella menunggunya, dia takut terjadi sesuatu pada suaminya. Kecemasan Mella terpecahkan oleh deru suara mobil di depan rumahnya. Mella cepat-cepat membuka pintu dan mununggu suaminya di depan pintu.
“Baru pulang kak?” Tanya Mella pada suaminya.
“Iya.”jawabnya.
“ Tumben, kok sampai larut malam.”Tanyanya lagi.
“Aku bekerja dik!” Jawabnya sedikit membentak.
“ Tapi biasanya tidak sampai larut malam begini kan?” Mella menyela.
“Ahk!!! diam kamu, aku seperti ini karena untuk menafkahi kamu, tapi mana? Apa yang sudah kamu berikan sama aku?” Jawabnya
“Tapi kak...”
“Sudah, aku mau tidur, aku capek.” Ujarnya sambil menuju tempat tidur.
Mella semakin curiga, suaminya bersikap kasar terhadapnya bahkan Rava mulai jarang pulang ke rumah. Di telfon tidak diangkat bahkan tidak jarang nomor HPnya tidak diaktifkan. Suatu hari Mella menghubungi ke kantornya tetapi kata sekertarisnya Rava tidak ada di kantor. Mella menghubungi teman kerjanya tapi jawabannya sama saja, mereka tidak tahu keberadaan Rava, semakin cemas Mella memikirkan suaminya. Kecemasaan itu tidak dia perlihatkan kepada suaminya, jika suaminya datang, Mella seolah-olah tidak tahu semuanya. Mella hanya diam, diam penuh tanda tanya, apa yang telah terhadi pada suaminya.
Keesokan harinya, Mella memutuskan untuk pergi ke kantor sendiri, dia beralasan ada kerjaan yang harus diselesaikan, oleh sebab itu dia tidak pergi kerja bersama suaminya. Rava berangkat ke kantornya sendirian tanpa ada rasa curiga. Tidak lama dari Rava pergi, Mella pun mengikuti dari belakang, tetapi Mella tidak pergi ke kantornya, tapi mengikuti suaminya. Mella tidak menggunakan mobil pribadinya, dia diantarkan oleh teman kerjanya, temanya itu mengetahui apa yang terjadi pada suami Mella.
Tepat di depan sebuah hotel berbintang, mobil suami Mella berhenti. Rava tidak sadar kalau dirinya dibuntuti oleh istrinya. Tanpa ragu-ragu Rava masuk ke dalam hotel tersebut. Semakin berdebar-debar hati Mella, kecurigaan Mella semakin kuat. Lima belas menit dari Rava masuk hotel itu, Mella melangkahkan kakinya ke dalam hotel tersebut. Tepat di kamar hotel 0528, Mella berdiri di depan pintu kamar itu. Semakin berdebar-debar jantung Mella. Mella menarik nafas untuk menenangkan dirinya. Pintu ia buka, tidak terkunci. Betapa terkejutnya Mella saat melihat suaminya, tidak pernah ia duga. Bendunagn air mata terkoyakan, air mata tumpah membasahi pipinya. Membisu tanpa kata, tubuhnya bag tak bertulang, luluh lunglai. Mella melihat suaminya bercumbu dengan wanita lain.
“Kak...?” Hanya kata itu yang terucap dari bibirnya.
Betapa terkejutnya Rava, mendengar suara istrinya dan berdiri di depan pintu dengan linangan air mata.
“Ngapain kamu di sini?” Tanyanya kepada istrinya.
“Kamu yang ngapain di sini?” Mella balik bertanya.
“A..a..aku..” Rava gugup.
“Siapa wanita itu?” Tanya Mella.
“Ahkk...ini semua salahmu, ini salahmu yang membuat aku begini, Rahimmu mati, cintaku mati dalam rahimmu...”ujarnya.
“Seperti inikah cintamu, sekecil inikah cintamu?” Sela Mella.
“Heh, jangan salahkan aku, kalau aku berselingkuh sama dia, dia lebih sempurna dari pada kamu, dia juga pasti bisa memberikakku anak, tidak seperti kamu!” Suara Rava meninggi.
“Kamu yakin, dia bisa memberimu anak?” Bergetar suara Mella.
“Iya, pasti, dia pasti bisa memberiku anak, tidak seperti kamu, wanita kering, cintaku telah usai! Mat...., mati oleh rahim, mati dalam rahimmu.”Ujar Rava dengan menangis gemetaran.
“Tidak! Tidak mungkin, tidak...!
Mella pingsan...
***
“Dik. Tak henti-hentinya kita berusaha dan berdo’a tapi amanah itu belum juga datang. Mungkin Allah belum mengizinkan kita untuk menjaga amanah itu, Allah pasti merencanakan yang terbaik buat kita.” Ujar Rava kepada istrinya.
“Iya kak, adek tau. Tapi sudah dua tahun kita berusaha, tapi mana hasilnya? Tidak ada kak...” Mella menangis.
“Dik. Lihatlah orang-orang di sana yang sudah 5 tahun bahkan 10 tahun menikah, baru dikaruniai anak, mereka berusaha dan optimis untuk mendapatkannya, dan mereka bisa? kenapa kita tidak mencontoh mereka, mencontoh keoptimisan mereka.”Ujar Rava kepada Mella.
“Iya kak, ya sudah kak, kita tidur sudah malam.”Ujar Mella kepada suaminya.
“Iya.” Jawab Rava.
Dua bulan berlalu setelah kejadian malam itu, biasanya Mella sebelum pergi ke kantor selalu sarapan, tapi kali ini ada yang beda pada Mella. Dia sangat malas sekali untuk bangun pagi, bahkan rasanya tidak ingin bekerja. Rava mencoba membangunkanya tapi Mella tak bangun-bangun juga. Bingung Rava dibuatnya, tidak biasannya istrinya seperti itu, mungkinkan istrinya sakit? Timbul pertanyaan-pertanyaan di benak Rava.
“Dik bangun, sudah pagi. Apa kamu tidak kerja, nanti kamu telat bagaimana?”Ujar Rava kepada istrinya.
“Uuh...Adik malez mau kerja, lemaz rasanya.” Jawab Mella.
“Kamu sakit?” tanya Rava sambil memegang kening istrinya.
“Engak kok kak, Cuma malas aja.” Jawab Mella enteng.
“Tidak seperti biasanya kamu seperti ini.”Gumah Rava sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Kak tidak kerja?” Tanya Mella kepada suaminya.
“Nanti saja.” Ujar Rava sambil berjalan keluar dari kamar.
Rava masih belum mengerti kenapa istrinya seperti itu, biasanya istrinya selalu semangat, tidak pernah menyepelekan sesuatu, selalu tepat waktu. Kenapa hari ini berubah, Rava bertanya-tanya dalam hati...
“Jangan-jangan....” Rava tersentak dan berlari membalikan badan menuju kamarnya kembali.
“Adik...jangan-jangan kamu hamil?” Ujar Rava kepada istrinya.
“Hem... Hamil dari mana kak, sudahlah kak jangan bermimpi.” Ujar istrinya.
“Tidak bisa, pokoknya hari ini kita ke dokter, oke? Sekarang mandilah kita pergi ke dokter pagi ini juga.” Ujar Rava penuh semangat.
“Ah... Malas nanti kayak dulu lagi.” Jawab Mella sambil membenarkan selimutny untuk menutupi tubuhnya.
“Sudah dik, sekarangan bangunlah aku tunggu di depan. Cepat ya.” Ujar Rava.
“Iya...iya...” Membuka selimut dan menuju kamar mandi.
Rava menuju garansi mobil dan memanasi mobil sedangkan Mella menyiapkan diri untuk memenuhi keinginan suaminya. Setelah menyiapkan semuanya, pasangan suami istri itu meninggalkan rumah menuju ke dokter kandungan dimana mereka sering konsultasi.
“Maaf, Tuhan belum memberkati kalian, istri anda cuma kecapekan saja bukan hamil.” Ujar dokter kepada pasangan suami istri itu.
“Maksud dokter, istriku belum hamil?” Tanya Rava.
“Iya, istri anda belum hamil?” Jawab dokter.
“Oh, Terima Kasih dok, kami permisi dulu.” Ujar Rava.
“Iya, Selalu berusaha pak, bu, jangan putus asa kalian masih muda.” Kata dokter sambil bersalaman dengan pasangan suami istri itu.
“Iya pak, Pasti.” Ujar Rava.
Kedua pasangan itu membuka pintu keluar dari ruangan dokter dengan guratan wajah kecewa, kebisuan mengantarkan mereka sampai di dalam mobil, tak sepatah kata yang terucap dari kedua pasangan ini. Rava mulai menghidupkan mesin mobilnya, diperjalanan pulang tak ada canda tawa lagi, kediaman, kesunyian serta kekecewaan menyelimuti hati keduanya. Mella mulai membuka pembicaraan. Terasa tak kuasa dia mengungkapkanya, matanya berkaca-kaca.
“Kak...maafin aku, aku mengecewakanmu lagi .” Ujarnya sambil meneteskan air mata, sementara Rava tetap diam dan terus mengemudi mobilnya.
“Kak...bicaralah, jangan diam seperti ini, aku tau aku yang bermasalah, rahimku....”Mella menangis dan tak kuat meneruskan kata-katanya.
“Sudah dik, jangan menangis, ini cobaan kita.” Jawab Rava singkat tapi penuh makna.
Mella terus menangis di dalam mobil sedangkan Rava hanya diam dan terus mengendari mobilnya. Tidak tau apa yang ada dipikiran Rava, dia diam seribu bahasa. Bahkan terkesan cuek kepada istrinya. Mobil berhenti tepat di depan rumah mereka. Mella turun dari mobil sementara Rava memasukan mobilnya di dalam garasi yang ada di samping istananya itu.
Hari berganti hari, rumah itu terlihat sepi, tak pernah terlihat batang hidung mereka, kemanakan mereka? Biasanya setiap senja mereka duduk bersama sambil menuggu adzan magrib tapi sekarang berbeda, rumah itu selalu tertutup rapat. Rava mulai berubah, dia selalu pulang malam, tak jarang dia pulang dalam kondisi mabuk. Mella mulai mencium perubahan suaminya. Ketika malam, Mella menunggu suaminya pulang, dia ingin mengetahui jam berapa suaminya pulang karena selama ini dia tidak pernah tahu jam berapa suaminya pulang, dia memberikan kepercayaan penuh kepada suaminya. Tapi kali ini, dia ingin menunggu suaminya. Jam berbunyi menunjukan jam 12:00 malam, tapi suaminya belum pulang juga, mencoba dihubunginya tapi tidak diangkat. Semakin cemas Mella menunggunya, dia takut terjadi sesuatu pada suaminya. Kecemasan Mella terpecahkan oleh deru suara mobil di depan rumahnya. Mella cepat-cepat membuka pintu dan mununggu suaminya di depan pintu.
“Baru pulang kak?” Tanya Mella pada suaminya.
“Iya.”jawabnya.
“ Tumben, kok sampai larut malam.”Tanyanya lagi.
“Aku bekerja dik!” Jawabnya sedikit membentak.
“ Tapi biasanya tidak sampai larut malam begini kan?” Mella menyela.
“Ahk!!! diam kamu, aku seperti ini karena untuk menafkahi kamu, tapi mana? Apa yang sudah kamu berikan sama aku?” Jawabnya
“Tapi kak...”
“Sudah, aku mau tidur, aku capek.” Ujarnya sambil menuju tempat tidur.
Mella semakin curiga, suaminya bersikap kasar terhadapnya bahkan Rava mulai jarang pulang ke rumah. Di telfon tidak diangkat bahkan tidak jarang nomor HPnya tidak diaktifkan. Suatu hari Mella menghubungi ke kantornya tetapi kata sekertarisnya Rava tidak ada di kantor. Mella menghubungi teman kerjanya tapi jawabannya sama saja, mereka tidak tahu keberadaan Rava, semakin cemas Mella memikirkan suaminya. Kecemasaan itu tidak dia perlihatkan kepada suaminya, jika suaminya datang, Mella seolah-olah tidak tahu semuanya. Mella hanya diam, diam penuh tanda tanya, apa yang telah terhadi pada suaminya.
Keesokan harinya, Mella memutuskan untuk pergi ke kantor sendiri, dia beralasan ada kerjaan yang harus diselesaikan, oleh sebab itu dia tidak pergi kerja bersama suaminya. Rava berangkat ke kantornya sendirian tanpa ada rasa curiga. Tidak lama dari Rava pergi, Mella pun mengikuti dari belakang, tetapi Mella tidak pergi ke kantornya, tapi mengikuti suaminya. Mella tidak menggunakan mobil pribadinya, dia diantarkan oleh teman kerjanya, temanya itu mengetahui apa yang terjadi pada suami Mella.
Tepat di depan sebuah hotel berbintang, mobil suami Mella berhenti. Rava tidak sadar kalau dirinya dibuntuti oleh istrinya. Tanpa ragu-ragu Rava masuk ke dalam hotel tersebut. Semakin berdebar-debar hati Mella, kecurigaan Mella semakin kuat. Lima belas menit dari Rava masuk hotel itu, Mella melangkahkan kakinya ke dalam hotel tersebut. Tepat di kamar hotel 0528, Mella berdiri di depan pintu kamar itu. Semakin berdebar-debar jantung Mella. Mella menarik nafas untuk menenangkan dirinya. Pintu ia buka, tidak terkunci. Betapa terkejutnya Mella saat melihat suaminya, tidak pernah ia duga. Bendunagn air mata terkoyakan, air mata tumpah membasahi pipinya. Membisu tanpa kata, tubuhnya bag tak bertulang, luluh lunglai. Mella melihat suaminya bercumbu dengan wanita lain.
“Kak...?” Hanya kata itu yang terucap dari bibirnya.
Betapa terkejutnya Rava, mendengar suara istrinya dan berdiri di depan pintu dengan linangan air mata.
“Ngapain kamu di sini?” Tanyanya kepada istrinya.
“Kamu yang ngapain di sini?” Mella balik bertanya.
“A..a..aku..” Rava gugup.
“Siapa wanita itu?” Tanya Mella.
“Ahkk...ini semua salahmu, ini salahmu yang membuat aku begini, Rahimmu mati, cintaku mati dalam rahimmu...”ujarnya.
“Seperti inikah cintamu, sekecil inikah cintamu?” Sela Mella.
“Heh, jangan salahkan aku, kalau aku berselingkuh sama dia, dia lebih sempurna dari pada kamu, dia juga pasti bisa memberikakku anak, tidak seperti kamu!” Suara Rava meninggi.
“Kamu yakin, dia bisa memberimu anak?” Bergetar suara Mella.
“Iya, pasti, dia pasti bisa memberiku anak, tidak seperti kamu, wanita kering, cintaku telah usai! Mat...., mati oleh rahim, mati dalam rahimmu.”Ujar Rava dengan menangis gemetaran.
“Tidak! Tidak mungkin, tidak...!
Mella pingsan...
***
PROFIL PENULIS
Nama : Rista Okta Meliyani
Tanggal Lahir : 5 Oktober 1991
Hobby : Traveling & Reading
Motto : Sukses Dunia Akhirat
Saya hanya insyan biasa yang ingin berguna bagi nusa dan bangsa...
Terutama dalam dunia pendidikan....
Nama : Rista Okta Meliyani
Tanggal Lahir : 5 Oktober 1991
Hobby : Traveling & Reading
Motto : Sukses Dunia Akhirat
Saya hanya insyan biasa yang ingin berguna bagi nusa dan bangsa...
Terutama dalam dunia pendidikan....
Baca juga Cerpen remaja yang lainnya.