KETIKA SAHABAT TIDAK BISA MEMBANTU
Karya Andhika
Di hari itu aku mendengar suara seseorang memanggil aku didepan pagar rumah ku, ternyata benar asri sahabatku datang untuk megajaku pergi bermain kerumahnya karena memang dia selalu merasa kesepian sejak ayah dan ibunya sibuk bekerja mencari uang untuk menafkahi asri dan adiknya. Walaupun itu selalu membuatnya merasa kesepian asri anak yang selalu ceria dan kuat, sampa-sampai aku tidak bisa pungkiri bahwa tidak ada rasa yang berbeda seperti anak-anak lain pada umunya.
Di hari itu aku mendengar suara seseorang memanggil aku didepan pagar rumah ku, ternyata benar asri sahabatku datang untuk megajaku pergi bermain kerumahnya karena memang dia selalu merasa kesepian sejak ayah dan ibunya sibuk bekerja mencari uang untuk menafkahi asri dan adiknya. Walaupun itu selalu membuatnya merasa kesepian asri anak yang selalu ceria dan kuat, sampa-sampai aku tidak bisa pungkiri bahwa tidak ada rasa yang berbeda seperti anak-anak lain pada umunya.
Berapa kali harus ku ucapkan kata sabar atas kurangnya perhatian dari orang tua asri, mungkin keluarga asri dan aku dari segi ekonomi sangat jauh berbeda sekali, dia selalu digelimangkan oleh harta dan kemewahan, tapi apalah arti semua itu dibangdingkan kasih sayang dari orang tua yang tiada tara dan susah sekali di dapatkan asri, seberapa besar aku bisa merasakan dari apa yang disembunyikan asri tentang kesepiannya terhadap keluarga yang dia idam-idamkan.
Tentang adik asri yang masih duduk di bangku sekolah dasar aku bisa merasakan betapa kurang terurusnya anak itu, walaupun kehidupan mewah dan harta yang begitu banyak telah dia dapatkan. tapi aku tidak banyak mendapatkan keceriaan yang terlintas dari wajah adik sekaligus teman dekatku ini. Aku ingin sekali bila disaat mereka tersenyum walau sesaat tetapi dia bisa melupakan orang tua yang selalu sibuk megumpulkan selembaran uang kertas itu.
selang beberapa hari asri terlihat tidak seperti biasanya, dia merasa menyembunyikan sesuatu dari mimik wajahnya yang terlihat murung seperti ada masalah yang berat dipikulnya sendiri tapi pada waktu itupun asri tidak mau bercerita tentang apapun kepadaku sampai saatnya aku mengetahuinya sendiri, ternyata ayahnya baru saja ditipu oleh seseorang yang biasa disebut penanam saham dngan uang yang hampir beratus-ratus juta di bawa kabur oleh si penipu iti tersebut. disaat itu pula ibunya, asri dan adiknya menjadi bahan pelampiasan sang ayah yang mungkin belum bisa menerima apa yang menimpa dia saat ini. Aku ingin sekali menghapus kesedihan yang asri rasakan di hari itu tetapi tetap asri yang selalu merasa kuat dalam menghadapi cobaan dan sudah dilatih untuk bisa hidup sendiri tidak mau sesekali membahas tentang masalah itu.
Aku masih belum percaya dengan apa masalah yang dihadapi asri saat ini. Keluarganya hampir terlunta-lunta oleh ketidak seimbangnya ekonomi keluarga asri, asri mulai merasakan kehidupan yang hampir sama denganku. Dimana tidak makan sehari tiga kali itu mungkin sudah biasa karena keterbatasan lauk pauk, itupun sekarang harus dirasakan asri juga adiknya yang masih kecil itu harus merasakan surut dan pasangnya kehidupan, menurutku tidaklah wajar untuk anak sekecil itu yang harus melihat ibu dan kakanya menjadi bahan pelampiasan suatu keluarga yang tidak harmonis lagi.
Aku baru sadar tentang pepatah yang selalu mamah dan bapak sampaikan kepadaku bahwa dunia dan roda itu pasti berputar dengan pasti, dan “kamupun nanti merasakannya nak” ujar mamah dan papah kepadaku. Tapi apalah disaat ini aku hanya merasakan penderitaan itu untuk temanku yang selalu ceria dan kuat dalam menerima cobaan hidup?? Inikah keadilan atau sebuah cobaan??
Di hari itu lagi dia menyampar aku kembali dengan nada yang lemas seperti belum ada sesuap nasi didalam perut sahabatku ini.
aku bertanya : asri apa kamu udah makan kok lemes gituh?
asri : belum dik ini aku masih nunggu papah yang belum pulang sama mamah dari sore kemarin. Aku : terus adik kamu sama kamu udah makan??
asri diam dan kata yang aku dengar adalah : dia dirumah sedang tidur menunggu makanan dik!!! Aku langsung berlari kedapur dan membungkus makanan sisa pagi yang masih belum terhabiskan oleh keluargaku, aku langsung menarik asri menuju kerumahnya dan langsung membangunkan adiknya yang sedang menuggu datangnya makanan.
Sesuap demi sesuap dia makan dengan lahap bersama adiknya, rasa hati ini ingin menarik kedua ayah dan ibu untuk melihat apa yang telah terjadi tentang sahabatku ini. Mungkin hanya ini yang bisa aku berikan kepada asri dan adiknya, miris bilasanya aku yang berada diposisi asri. Aku sering menceritakan tentang asri kepada bapak juga mamahku tapi mereka sering menerima masalah dari keluarga asri, terutama ayahnya yang selalu bersikap kasar kepada asri dan adiknya. Bapakku pernah berkata “jangan pernah kamu tinggalin asri sendirian yah a” dan kata-kata itu selalu memotivasi aku untuk selalu bersama asri.
Sesudah itu aku sering bertiga pergi bersama keatas genting dan bersanda gurau, canda dan tawa mengisi saat itu, seolah-olah asri bersama adiknya melupakan sejenak ayah dan ibunya yang sedang mencari selembar kertas itu, siang itu terus kita bermain sampai akhirnya tertidur diatas genting yang ditemani langit-langit yang sejuk dan angin sepoy-sepoy begitu tidak terasa panas matahari siang itu, mungkin karena asri dan adiknya terasa kurangnya perhatian dari orang tua mereka, tertidur pun aku dan mereka di bawah langit dan awan itu.
Tidak terasa ada suara orang yang sedang marah-marah pada saat itu, ternyata saat mataku terbuka asri dan adiknya telah di seret dan dipukuli oleh ayahnya yang baru pulang bekerja dari kantor, aku tak tau kenapa apa yang mebuat ayahnya marah kepada asri pada saat itu. Yang jelas aku sangat takut pada saat itu melihat dua orang yang aku sayang telah disakiti oleh ayahnya sendiri. Tangisan asri dan adiknya yang meminta tolong kepadaku dengan mengeluarkan rintihan serta kata-kata Ampun ayah !!! Ampun ayah !!! Ampun ayah !!! Ampun!!!! yang keluar dari mulut adiknya asri, Ayahnya pun langsung menyuruhku pulang dengan nada tinggi dan seolah-olah kesal sekali kepadaku, Dengan cepat aku bergegas meniggalkan rumah asri tanpa ada kata-kata salam yang keluar dari mulutku.
Keesokan harinya aku takut sekali datang dan menyampari asri, karena kejadian kemarin yang mungkin membuatku sedikit shokk juga namu sudah Tiga hari berlalu tidak ada kabar dari asri, sungguh aku ingin sekali menemuinya. Tak tenang hati ini ingin mengetahui kabar dari sahabatku ini akupun bergegas dengan berani datang kerumahnya, terlihat sepi dan agak kotor ditempat rumah kediaman asri pada waktu itu. Ku panggil nama asri dengan sedikit pelan, namun tidak ada yang menjawab, kupencet bel rumahnya, lalu ada suara gesekan pintu. Dan benar ternyata asri sahabatku yang membuka pintu tersebut, wajahnya teersenyum setelah melihat kudatang kerumahnya dengan mata berkaca-kaca aku langsung memegan tangannya dan berkata “kemana saja kamu ini??” asri menjawab dengan nada pelan “aku takut untuk keluar dan sekolah” aku “tapi kenapa ?? guru dan teman-teman sudah lama ingin tau kabar darimu??” dari raut wajah asri yang begitu menyembunyikan sesuatu, aku selalu tau dan bertanya “apa ini ada hubungannya dengan ayah dan ibumu??” asri menganggukan kepala dan berkata “tidak ada biaya lagi aku bersekolah begitupun adiku yang sudah lama berhenti bersekolah” Terkejut aku saat mendengar kata-kata itu dari mulut asri.
Memang cepat lambat perusahaan tempat ayah asri bekerja sudah lama mengalai penurunan, sampai-sampai ayah asri harus menerima keadaan yang berputar 360 berbeda seperti di kehidupan yang dirasakan bertahun-tahun yang lalu. Kali ini mungkin asri harus menerima keadaan seperti ini, “asri kamu harus kuat menerima keadaan ini, karena kehidupan pasti berputar seperti ayahku selalu bilang tidak selamanya kita selalu berada diatas sri” asri hanya terdiam setelah aku berbicara seperti itu dan langsung memeluku dengan erat sambil membisikan kata yang tak pernah aku lupa yaitu “maaf kita harus berpisah untuk saat ini karena aku ingin pindah ke kampung halamanku dik” entah apa yang aku rasakan saat itu hanya bisa diam dan kesal “tapi kenapa sri?” “itu sudah keputusan dari ayah dan ibuku, begitupun adiku dik, aku berdua bila ingin melanjutkan sekolah, kita berdua harus tinggal disana!!” bila sudah ada sangkut pautnya dengan ayah atau ibunya, ini mungkin sudah keputusan yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Hanya kepasrahan yang bisa aku rasakan saat itu, “kapan saatnya kamu pergi ?” sambil meneteskan air mata asri menjawab “sebentar lagi” mulai ada tetesan air mata yang jatuh dipipi sahabatku tercinta ini, Dalam hidupnya tak pernah ada yang namanya pelukan seorang ayah dan ibu, pelukan lembut berpijar kasih sayang didalam kehidupannya. “aku akan ikut mengantarmu ke stasiun sri” asri menoleh dan menujukan jarinya ke arah mobil yang kurasa adalah jemputannya, “tidak usah dik, itu mobil jemputanku” pelukan terakhir diberikan kepadaku dari sahabatku yang pernah menghiasi hari demi hari menjadi lebih lebih bermakna.
Senyuman terakhir mengantarkan asri dan keluarganya kepintu mobil, dilihaku pada hari itu, semua keluarganya berada lengkap dengan senyuman yang nyaris tidak pernah aku lihat sebelumny, lambayan terakhir memisahkan kita didalam perjalanan selalu membuat kisah hidup ini menjadi lebih patut untuk disyukuri karena hidup tidaklah selalu di dalam kebahgiaan. Kita kadang harus merasakan apa yang terjadi didalam hidup ini dengan keadaan yang berbeda-beda, juga sesulit apapun suatu masalah, karena Allah SWT selalu menentukan jalan keluar yang terbaik bagi hambanya yang bersabar dan berikhtiar.
PROFIL PENULIS
Nama : Andhika
Hidup cuman sekali bagi saya, selama kita masih diberi umur, lakukalah yang terbaik untuk hidupmu.