KARUNIA TIDAK TERKIRA
Karya Alif Jazmin
Karya Alif Jazmin
Entah sejak kapan aku merasakan kedewasaan, di usia yang ke sembilan belas tahun ini, banyak rasa yang mulai muncul, terutama kagum kepada lawan jenis, sejak dulu aku mimang senang kepada orang yang berpenampilan sopan dan pasti juga ganteng, namun wajah yang selalu menghantui setiap saat baru aku rasakan sejak bertemu dengannya.
Yah dia yang sejak kecil hanya aku anggap sebagai kakak, kini selalu muncul dalam setiap doaku. Doa lebih dari sebatas kakak. Namun apakah mungkin….?
Sejak orang tuanya berpisah dia memutuskan untuk tinggal bersama sang Ibu yang merupakan cucu pengasuh pesantren, dia keturunan Asli Kyai pesantren yang pasti juga punya tanggung jawab terhadap pesantrennya. Ibunya menikah dengan orang biasa yang rumahnya berada di selatan rumahku.
Waktu kecil aku sering bertemu dengannya, ketika dia bermain kerumah Bapaknya dan aku bermain dengan sepupunya. Bahkan sering bergendong di punggungnya. Jika ingat masa-masa itu ingin rasanya terulang sekarang. Namun rasanya tidak mungkin. Dia cucu seorang Kyai besar sedangkan aku hanya Anak dari keluarga biasa.
Ketika aku sudah mulai mengetahui tentang perbedaan rasa, dia malah melanjutkan studi ke luar pulau, sehingga membuat kami tidak pernah bertemu lagi dan aku juga tidak pernah memikirkannya. Bahkan ketika dia kembali dan melanjutkan studi di desa sebelah, aku malah melanjutkan studi kepondok pesantren.
Acara pemakaman Paman tahun kemarin dia datang.
“Sudah besar sekarang kau An….sudah jadi cewek cantik, pasti dah banyak yang naksir”
Entah kenapa sapaan yang datar itu membuat sensasi luar biasa yang membuatku tidak bisa tidur.
Setiap aku pulang dari pondok yang aku harapkan bisa bertemu dengannya, namun harapan itu hanya membuatku kecewa, menurut Nia sepupunya yang juga mondok sekamar denganku, Kak Zaen sekarang penuh dengan kesibukan mengajar di empat lembaga swasta. membuatku tambah kagum pada orang murah senyum itu.
Acara pemakaman Paman tahun kemarin dia datang.
“Sudah besar sekarang kau An….sudah jadi cewek cantik, pasti dah banyak yang naksir”
Entah kenapa sapaan yang datar itu membuat sensasi luar biasa yang membuatku tidak bisa tidur.
Setiap aku pulang dari pondok yang aku harapkan bisa bertemu dengannya, namun harapan itu hanya membuatku kecewa, menurut Nia sepupunya yang juga mondok sekamar denganku, Kak Zaen sekarang penuh dengan kesibukan mengajar di empat lembaga swasta. membuatku tambah kagum pada orang murah senyum itu.
Pernah suatu ketika aku pulang karena ada Acara selamatan keluarga, dan aku diperintah ibu untuk mengantarkan Makanan kerumah Bapak Kak Zaen, dengan sigap aku melaksanakannya, ingin menunjukkan sifat baikku pada keluarganya, ternyata ku lihat Kak Zaen ada di sana bermain dengan Adik tirinya yang masih kecil. membuatku tergagap dan kembali pulang. Entah kenapa denganku, aku yang berharap ketemu dengannya, ketika kesempatan itu ada, malah aku malu untuk menemuinya, sejak itu aku tau bahwa aku jatuh cinta padanya, namun tidak mungkin kalau aku yang mengejarnya, aku kan cewek…malu lagi, nggak pantas. Jadinya aku hanya bisa berdoa kepada tuhan.
Entah kenapa aku masih mempunyai harapan besar padanya, bahkan ketika ada yang melamar dengan halus aku tolak dengan alasan ingin menyelesaikan pendidikan, padahal sesungguhnya ada seseorang yang kini aku harapkan, selama Kak Zaen masih tidak menjatuhkan pilihan hidupnya, aku pasti akan menunggu takdir itu, walaupun sangat berat untuk mungkin.
Minggu depan aku diminta pulang untuk menghadiri acara Pernikahan saudara Ibu yang mimang tinggal di rumah, dan pada waktu itu Kak Zaen pasti juga datang, karena Paman yang mimang seumuran dengannya adalah teman karib Kak Zaen. Entah apa yang harus aku perbuat ketika bertemu dengannya.
Yang jelas, karena memikirkan hal itu, aku malah tidak bisa tidur dan meluapkan perasaan ini di dalam buku.
Anna meletakkan Ballpoin di atas agenda dan menerawang membayangkan seraut wajah yang begitu sulit untuk dia rangkai, karena sudah lama tidak bertemu.
“masih belum tidur Mbak….?” Sapa Nia sepepu Zaen, membuat Anna terkejut dan cepat-cepat menutup agenda
“oh ini…lagi mengerjakan tugas, kau mau kemana tengah malam gini…?”
“sholat tahajjut…” jawab Nia sambil merapikan rambutnya yang ikal terawat
“bareng aja kalau mau ke kamar mandi….” Anna juga bangkit dan mengikuti Nia ke kamar mandi.
00000000000000000
Pesta perkawinan yang cukup sederhana namun meriah, semua panitia acara bernuansa Hijau……, dari penyaji hidangan sampai penerima tamu meggunakan pakaian yang bercorak hijau, Anna diminta untuk menjadi penerima tamu Putri sehingga dia juga harus berpenampian cantik, dan dia juga ingin kelihatan menawan bukan hanya karena ini adalah pesta keluarganya namun dia punya harapan lebih, yaitu dia terlihat menawan di mata seseorang yang sejak tadi ditunggunya.
Namun hingga tamu sudah banyak yang datang dia tidak melihat sosok yang membuatnya berdebar-debar . Apa mungkin dia tidak di undang…atau mimang terlalu sibuk sehingga tidak bisa datang ke acara besar temannya…fikiran Anna pun diliputi kekhawatiran. Walau acara ini meriah namun tanpa kehadirannya akan membuat tidak bergairah…..
“kak Zaen masih belum datang Ma….?” Tanya Anna memberanikan diri pada mamanya yang juga bertugas sebagai penerima tamu.
“kenapa kau Tanya Zaen…..?” Tanya mamanya heran, membuat Anna terkejut dan pias
“ah enggak…..Kak Zaen kan sahabat karib Om Arman masak tidak mau datang ?”
“kau ini….pasti matanya jelalatan ke tempat tamu putra, jangan malu-maluin…” tegur sang Mama membuat Anna malu sendiri, dia memalingkan wajah takut sang Mama melihat wajahnya yang merona.
“Zaen diminta menjadi Fotografer, jadi dia ikut rombongan manten” jawab sang Mama, membuat jiwanya melambung…namun semakin bergetar, seakan suara bising sound system yang menghentak tak membuatnya terganggu untuk menajamkan pendengaran, mengharap ada suara rombongan mobil yang datang.
Tiba-tiba papanya datang kemija penerima tamu
“siap-siap…rombongan akan tiba lima menit lagi” bisiknya membuat hati Anna semakin bergetar. Rombongan Pengantin berangkat dari rumah mempelai Wanita di kota sebelah, karena akad dilakukan di sana.
Sayup-sayup didengarnya bunyi kendaraan dan beberapa panitia lalu-lalang mempersiapkan jalan, Mamanya juga berhambur ingin menyambut rombongan Itu, sedangkan Anna masih mematung di tempat semula, walau matanya telak menatap kearah rombongan itu. Hatinya semakin bergetar.
Rombongan Manten masuk ke halaman, seluruh keluarga berhambur menyambut, terlihat kedua mempelai berjalan beriring tersipu malu, namun tampak penuh kebahagiaan, namun Anna hanya sekilas melihat keindahan mereka, dia malah bingung mencari sesosok wajah yang telah ditunggunya sejak tadi, namun dia belum bisa menemukan sosok itu diantara kerumunan orang yang menyambut manten. Katanya dia menjadi fotografer, tidak mungkin dia melewaktan mumen itu.
Anna menghembuskan nafas kecewa setelah melihat Yugik sepupunya yang kalang-kabut membidikkan kamera.
“mujur ada kamu….!!” Sebuah suara seakan tertuju padanya. Diapun menoleh kesamping tubuhnya…ASTAGA….. wajah Anna pias seketika setelah mengetahui siapa yang sekarang berdiri disampingnya.
“eh Kak Zaen… Buat Anna terkejut saja…”
“sory…. Sebegitu seriusnya kau melihat mereka… pengen juga ya…!!” goda Zaen membuat Anna merona, dalam hati dia menjawab “pengen sih… asal ama kamu”
“ada apa Kak…..???” Anna mengalihkan pembicaraan untuk menghindar dari godaan Zaen yang membuatnya tambah bergetar
“aku diminta Arman jadi fotongrafer acara ini, terlalu banyak momen yang harus diambil, jadi aku bawa dua Tustel Digital dan Handycam, namun aku nggak leluasa untuk masuk kesana kemari, maka aku coba minta bantuan keluarga aslinya saja. Yugik telah aku minta untuk bagian putra. Maka aku minta kamu untuk bantu aku mengabadiakn momen di bagian putri dan dalam rumah, aku pegang Handycam…Gimana”
“aku tidak tau cara menggenakan kamera Kak.” Jawab Anna malu, sambil melihat kamera Digital dengan tambahan fasilitas Zoom yang besar, pasti harganya mahal.
“caranya gini….” Zaen menerangkan cara kerja kamera tersebut, sehingga dengan terpaksa tubuh mereka merapat, jantung Anna semakin hebat berdetak, namun dia berusaha tenang. Sadar dalam posisi yang sangat bagus. Ingin rasanya dia minta Yugik untuk mengabadikan momen yang sangat besar bagi Anna.
“gimana… cukup mudah kan…?”
“lagi kak…kurang faham” pinta Anna, karena sejak tadi fikirannya entah kemana, namun sekarang dia dengan seksama mendengarkan semua penjelasan Zaen.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kilatan cahaya, merekapun mendongak kearah cahanya itu. Yugik nyengir sambil menurunkan kamera, membuat Anna semakin terkejut, ternyata suara hatinya tadi jadi kenyataan. Tuhan memang maha tau
“apa-apaan kau Gik…” bentak Zaen
“katanya segala momen harus diabadiakan” jawab yugik nyengir
“sudah faham kan…” Tanya Zaen pada Anna, dia hanya mengangguk dan Tustel itupun diberikan padanya.
“Yugik….. kau hapus beberapa foto yang dianggap kurang layak, takut Memory Kameranya Over load, masih banyak yang harus di foto” teriak Zaen sambil meninggalkan mereka menuju kuade.
“beres kak….” Jawab Yugik,
Sepeninggalan Zaen, Anna langsung menuju Yugik
“Gik….foto yang barusan jangan di hapus….!!” Pinta Anna
“kenapa….hasilnya nggak bagus…”
“nggak papa, biarkan saja…”
“kayaknya ada maksud tertentu nich….??” Selidik yugik, membuat Anna merona.
“kita malu untuk menfoto Kak Zaen, sedangkan dia adalah teman karib Om Arman, yang jelas Om Arman juga senang jika diantara foto-foto itu ada sahabat-sahabatnya, pokoknya jangan dihapus, awas kalau dihapus” jawab Anna dengan lancar, walaupun dengan suara yang bergetar sambil meninggalkan Yugik yang juga berjalan ke tempat yang dianggapnya layak untuk dijadikan objek kameranya.
Ingin rasanya Anna membidikkan kamera yang dipegangnya pada sosok yang terus berlalu lalang mencari objek bagus untuk diabadikan dalam Handycamnya.
Setiap punya kesempatan ekor matanya selalu menangkap sosok itu, dia tambah kagun dengan penampilannya yang sederhana, dia tetap menggunakan sarung, pakayan putih dan tidak ketinggalan kopyah putih membuatnya tampak berkarisma sebagai penerus pesantren. walau mungkin menurut orang lain penampilan Zaen tidak menghormati acara resmi tersebut, namun dalam pandangan Anna hal itu malah mencerminkan sifat Zaen yang sederhana dan tetap mempertahankan citra ke Gus-annya.
Acara demi acara terus bergulir dengan hikmah, hingga kedua mempelai turun dari podium setelah semua tamu undangan meninggalkan acara.
Setelah semuanya rampung kini tinggal para Panitia untuk beramah tamah dengan menyantap hidangan, namun diantara para panitia yang berkumpul Anna tidak menemukan sosok yang sejak tadi memegang Handycam tersebut. Namun Anna malu untuk bertanya.
Setelah semuanya selesai, dia mendatangi Yogik yang mengecek hasil jepretannya.
“Kak Zaen ada di mana….?”
“nggak tau juga….sejak tadi aku mencarinya untuk memberikan tustel ini…..” jawab Yogik dengan terus memperhatikan layar kameranya. Anna pun masuk kedalam ingin menemui Istri Om-nya.
Ternyata Zaen ada di ruang tamu sedang bercanda dengan Om-nya yang sudah rubah pakaiyan sambil menggendong adek tirinya, entah kenapa langkahnya tertahan dan ingin kembali, ketika bertemu ada rasa malu yang timbul dalam hatinya.
“eh….An….mana Yogik..? tolong kamiranya dikumpulkan” sapa Zaen membuat Anna semakin malu, karena dia sudah akan melangkah keluar.
“oh….ya Kak tunggu sebentar..” jawabnya gerogi sambil terus keluar memanggil Yogik. Dan kembali kedalam mendatanginya.
“ingat Zaen…kiamat sudah dekat…cepat kau cari istri….” Singgung Omnya pada Zaen
“nggak tau lah man….!!! Masih belum laku juga…padahal udah dibawa kepasar” jawab Zaen sambil berkelakar, sedangkan Anna dan Yogik hanya mendengarkan perbincangan mereka sambil meletakkan kamera di atas meja hadapan mereka. Lalu meninggalkan dua sahabat yang sedang bergurau tersebut.
“Mbak An….main yuk….???” Tiba-tiba Selvi yang sejak tadi di gendong Zaen turun dan berlari kearah Anna, membuat Anna terkejut namun juga senang, karena Adek orang yang dicintainya mau bersamanya.
“tolong jaga adekku ya…?? Dan nanti tolong di kasih pada ibunya, karena mungkin aku langsung pulang” terang Zaen dan Anna hanya mengangguk, Anna membawa Selvi bermain tidak jauh dari mereka, hanya dibatas lemari saja, karena dia ingin mendengar perbincangan mereka. Mendengar suara Zaen saja sudah membuat jantungnya berdebar, walaupun perkataan Zaen bukan untukknya.
“kapan kau selesaikan Foto dan Videonya….?” Tanya Om Arman di ruang tamu
“kalau tidak ada halangan, lusa depan mungkin sudah rampung semua” Anna mendengar perbincangan itu. “lusa depan…? Kenapa bukan besok….!! Aku kan ingin melihat hasilnya juga”gerutu Hati Anna karena izin yang dia kantongi dari pondok pesantren hanya berlaku sampai besok sore.
“eh Zaen….!! Kalau kau masih belum punya calon, kenapa tidak dengan Anna saja” suara Arman sedikit berbisik mengharap Anna tidak mendengar, padahal bulu roma Anna merinding mendengar kata itu, dia tambah menajamkan pendengaran ingin tau jawaban Zaen.
“kau ini ada-ada saja….oke..aku pulang dulu, biar dokumentasi ini cepat selesai”
“ingat Zaen….jangan terlalu memilih dalam menentukan jodoh, entar malah tidak kawin-kawin….” Suara Arman semakin menjauh menandakan dia mengantarkan Zaen keluar rumah
“sesungguhnya saat ini udah ada wanita yang aku incar…doakan saja biar aku bisa nyusul kamu” terdengar Zaen masih menjawab dan hal itu membuat Hati Anna terkejut dan remuk,
“ternyata Kak Zaen sudah punya pilihan, lalu selama ini buat apa masih mengharapkannya…” Anna berjalan ke kamarnya dan meluapak selurh air mata kecewanya. Dia sudah lupa pada Selvi yang ditemaninya sejak tadi.
Di pondok dia berusaha untuk bisa menghilangkan fikiran tentang Zaen, bakan tidak ada lagi nama Zaen dalam doa-doanya. Dia berusaha untuk mulai berfikir logis tentang harapan pada awan yang tidak mungkin dia gapai, dia hanya menusia jelata yang hanya bisa berharap dan tidak mungkin bisa mengusahakan harapannya.
Orang tua mana yang tidak khawatir memikirkan anak gadisnya yang masih belum laku, dan dia telah sekian kali mengecawan orang tuanya dengan menolak orang-orang yang telah ditawarkan, dan penolakan itu berlandaskan harapan yang sekarang telah dia tau jawabannya. Yaitu, tidak mungkin.
Harapan semu dari seorang wanita yang hanya bisa berdoa dan meratap. Dia telah memutuskan untuk menerima saja jika ada lamaran yang akan datang, siapapun orangnya, jika menurut orang tuanya baik, tentu dia akan terima dengan baik pula, dan berusaha menumbuhkan kecintaan pada orang yang mungkin tidak dia kenal, namun dia tetap akan berusaha menjadi istri yang baik.
Minggu berlalu dan bulan terus berganti, ternyata bayangan tentang sosok wajah yang terus menjadi hantu sejak dulu tidak pernah sirna, ingin rasanya dia memiliki tambatan lain, atau setidaknya tunangan untuk dia alihkan rasa itu. Setiap orang tua datang mengirim, dia selalu berharap ada kabar baru tentang status, namun sepertinya orang tua masih berfikir tentang keegoisan dulu untuk tidak bertunangan karena ingin menyelesaikan pendidikan, ingin dia bicara bahwa prinsipnya dulu telah luntur dan dia siap untuk bertunangan atau kalau perlu menikah, bahkan sebelum Zaen menikah, karena dia akan lebih sakit jika melihat Zaen dengan wanita lain sedangkan dirinya masih bersetatus tidak jelas.
Di luar hari yang biasa, Om dan Istrinya datang mengirim, diapun dengan wajah ceria menyambut di ruang pertemuan santri putri.
“Tumben om datang tidak bersama ibu” sapa Anna sabil bersalaman pada mereka berdua
“Tantemu kan tidak pernah tau pondokmu, jadi mumpung punya kesempatan kami main saja kemari” jawabnya dengan menyerahkan bingkisan yang dibawa.
“sekarang kau sudah kelas Akhir kan ? bagaimana rencana selanjutnya…?” Tanya tante yang usianya lebih muda namun Anna sadar kalau Istri Omnya lebih dewasa
“nggak tau lah Tan, kalau orang tua mengizini aku masih ingin melanjutkan studi sampai perguruan tinggi”
“tapi kalau Om boleh usul, walaupun kau mau kulliah kau sudah bertunangan, jangan sampai menunggu sampai lulus, nggak bagus seorang wanita dewasa tidak ada yang menjaga”
“kok malah bicara masalah tunangan Om….??” Tanya Anna heran dan juga curiga melihat Om Arman melirik pada istrinya yang dijawab dengan anggukan,
“begini An, om tidak biasa berbelit-belit, ada orang yang melamar kamu melalui Om…” kata Omnya spontan membuat Anna terperanjak terkejut, walaupun dia sangat berharap untuk punya tunangan agar bisa melupakan Zaen, namun tidak mendadak seperti ini.
“Aku tau kau punya prinsip tidak akan bertunangan sampai lulus sekolah, namun apa salahnya aku mencoba, siapa tau kau sudah berubah pilihan, bagaimana An….??”
“bagaimana menurut bapak atau ibu…??” Tanya Anna
“aku masih tidak bicara dengan orang tuamu, karena orang yang berniat melamarmu meminta Om bertanya dulu padamu, jika kau mau, dia akan datang sendiri pada orang tuamu” ujar Omnya membuat Anna bingung, bagaimana dia akan memberikan keputusan, pada orang yang melamar saja dia tidak tau.
“Om tau pada orangnya”
“aku tau, bahkan aku yakin kalau kau tidak akan kecewa jika jadi dengannya” Om Arman begitu optimis, membuat Anna tersenyum kecut, bagaimana ada orang yang bisa menebak nasib orang lain.
“kalau saya, bagaimana baiknya saja pada keluarga” jawab Anna pelan.
“tapi dia tidak mau bertunangan lama-lama, dia bilang usianya sudah tua tidak mau masih mengulur waktu jika ada kesempatan untuk menikah” terang Omnya membuat Anna terkejut….
“tapi saya masih ingin kulliah Om” sanggah Anna
“diapun juga mengharap begitu, walau kau diperistri dia berhapa kau melanjutkan studi” Anna mulai berfikir kata-kata Omnya barusan, orang yang melamar ternyata baik juga, namun dia punya keyakinan kalau menikah sambil kulliyah, maka pendidikan akan terganngu.
“sepertinya saya tidak siap Om” jawab Anna tegas
“jangan langsung kau jawab begitu” kata tante yang sejak tadi diam
“pokoknya saya tidak mau….” Suara Anna meninggi, namun kemudian menunduk, sadar telah terbawa emosi
“baiklah kalau jawabanmu bulat begitu, tapi aku harap kau fikirkan dulu, dan ini ada salam darinya” Om Arman menyerahkan sebuah kado kecil seperti wadah Kapur tulis di kelas, ingin dia tolak, namun takut tambah mengecewakan Omnya,
“sudah sore…Om pulang dulu” pamit Om, dan Anna mengantar mereka berdua sampai di gerbang pondok putri, setelah Om dan istrinya tidak terlihat dia kembali kedalam untuk mandi, karena sebentar lagi jemaah Magrib akan dilaksanakan. kado itu diletakkkan di atas lemari, lalu berangkat ke kamar mandi berjubel dengan santri yang lain.
Dia jalani Aktifitas jemaah dan pengajian di mushollah dengan hikmat tanpa gangguan sedikitpun, bahkan kado yang dia letakkan di atas lemari dilupakan sebentar.
Habis solat isyak dengan doa panjang dia kembali ke kamar, dia lihat teman kamarnya berkumpul di tengah kamar memperhatiak sebuah benda, dan itu sudah biasa terjadi, jika ada teman lain memiliki barang baru akan dipamerkan pada teman yang lain, dia tidak selera untuk berkumpul dengan mereka dengan terus melipat mutenah dan memasukkan dalam lemari, dalam pandangan matanya ada yang janggal terasa, dia mulai berfikir….
“oh kadoku mana…..” teriak Anna spontan membuat teman-teman sama menoleh.
“yang kamu maksud ini ya….” Teriak mereka membuat Anna berhambur kekerumuan itu dan melihat kotak kayu berbusun seperti keranjang, hampir Anna menyanggah jika tidak belihat kertas kado yang dia lihat tadi menjadi alas kotak itu. Dengan sigap Anna mengambil dan membawa keluar.
Sesungguhnya tadi tidak ada ketertarikan untuk membuka kado itu, namun melihat isi yang unik membuatnya penasaran, dibawa kotak kayu itu ke ruang Osis yang mimang sepi pada jam seperti itu, Karena jam sekarang masih jam Makan, ketika jam delapan baru aktifitas kurikuler pesanteren akan berjalan normal.
Anna meletakkan kado itu di atas meja. Dan menatap dengan teliti.
Kemudian membuka kotak pertama paling atas, matanya langsung menangkap tiga buah benda yang cukup dia kenal berwarna merah, hijau dan kuning.
“inikan hanya batu yang di Cat….?” Gumam Anna berkerut sambil memungut batu itu, ternyata dibawahnya ada kertas terlipat. Diapun mengambil kertas yang menjadi alas itu. ternyata ada tulisan.
“selamat datang di tingkat pertama!
Ada kalanya batu tidak mempunyai arti apa-apa karena bentuk fisiknya kurang indah, berbeda dengan jenis batu berwarna cerah, malah memiliki nilai yang cukup melambung, contohlah Emas, Intan dan permata lainnya.
Namun apakah batu pualam memang tidak mempunyai kesempatan untuk dihargai….?
Padahal mereka juga sangat berarti
Tidak mungkin pondasi rumah sebagus apapun dibangun dengan batu emas dan permata, batu pualam lah yang sangat membantu pada saat itu.
Jika berfikir hal tersebut, Emas, intan dan permata hanya dibutuhkan oleh orang yang mampu saja, sedangkan batu pualam menjadi bagian manusia tanpa terkecuali.
Lalu sekarang kita ingin menjadi orang yang sangat berharga atau orang yang dihargai ?”
Anna mengerutkan dahi setelah membaca tulisan itu, mungkinkah ini karangan orang yang berniat melamarnya, atau dia ambil dari sebuah buku satra? Dan apakah tulisan itu bermaksud mengejeknya atau tanpa tujuan?
Anna semakin penasarab dengan isi kotak yang lain, dengan sigap dia buka lagi kotak kedua, didalamnya berisi bunga Mawar Asli yang sudah layu dan bunga mawar dari kain dan di bawahnyapun ada sobekan kertas.
Dia ambil kertas itu dan membukanya.
“selamat datang di tingkat kedua
Lihat perbedaan kedua bunga yang ada dihadapanmu, ketika ada yang bertanya itu apa? Orang yang belum pikun pasti akan menjawab sama, itu adalah bunga mawar…!! Namun apakah benar semua itu bunga mawar…?
Menurut Ilmu beologi, bunga adalah putik yang merekah tempat pertemuan sel jantan dan betina yang akan menghasilkan buah. Jadi bunga yang benar kamu sudah dapat menebaknya.
Sekarang lihat keduanya….mana yang tampak lebih indah….??” Seakan sudah dikomando oleh tulisan itu Anna melirik pada kedua bunga tersebut, walaupun tadi dia telah melihatnya
“jika tidak salah…kamu memilih bunga kain, dan tentu jika orang lainpun akan menjawab hal yang sama, karena itu sudah kodrat manusia selalu terkecoh oleh penampilan.
Banyak hal di dunia ini yang berusaha berkedok lebih baik, lebih bagus dari aslinya. Dan banyak juga yang telah terkecoh olehnya. Itu sudah kebiasaan manusia
Namun aku harap kamu tidak sembarangan memilih”
Pada surat yang kedua ada pesan yang khusus tidak seperti sebelumnya yang tanpa tujuan. Anna mulai menikmati setiap permainan kata surat-surat aneh itu. Dia tersenyum.
“pintar juga orang ini…” gumam Anna, sudah terbersit rasa kagum pada pembuat kado itu. Rasa penasaran untuk bisa melanjutkan surat-surat yang lain membuatnya terburu-buru untuk bisa membuka kotak yang terakhir, karena dia yakin didalamnya pasti ada benda dan surat lainnya.
“Arloji….??” Kotak yang ketiga berisi benda yang lumayan berguna tidak sama dengan kotak sebelumnya. Arloji mungil yang cukup cantik, namun dia mengabaikan Arloji itu, karena dia masih penasaran dengan isi surat yang ada dibawahnya. Dia berharap pada surat yang terakhir ini pasti tertera identitas pembuat kado itu
"selamat datang di tingkat ke tiga
Sebelum membahas tentang Arloji, aku akan bahas kotaknya dulu, kau tau kenapa tingkat pertama ada di atas dan tingkat ketiga ada di bawah, apakah aku begitu pikunnya memulai menghitung tingkat dari atas?
Tingkat di sini bukan seperti tingkat pada rumah susun, namun jenjang pangkat dari kategori isi dalam kotak. Batu (tanah) adalah benda paling berharga untuk bisa menumbuhkan bunga yang terus berkembang dan akhirnya bisa berbuah macam-macam, bukan hanya yang bergelayutan di pohon namun juga yang ada di kantor dan perumahan elit bahkan di bangku pendidikan sepertimu yang akhirnya akan menciptakan berbagai peralatan seperti Arloji itu
Arloji, aku tidak mau bertanya apa kau suka Arloji itu atau tidak,namun yang aku tanyakan kenapa ada hitungan Jam, Menit dan Detik, jika aku jabarkan sekarang tentu sangat panjang takut kau bosan untuk membacanya, aku akan bahas di pertemuan berikutnya.
Namun intinya, kehidupan ini berjalan seperti jarum jam yang berputar, angka 12 yang ada di atas bukalah lebih mulya dari angka 6 yang perkasa di bawah, semuanya sama. Sama saling menunggu dan saling memberi pada angka lainnya. Tidak ada perbedaan setiap kehormatan angka jam. Walaupun mereka berada di lokasi dan situasi yang tidak pernah sama.
Begitupun manusia, bentuk dan jenis apapun dia, hakikatnya sama, saling mengharap (menunggu) dan memberi pada lainnya.”
Tulisan itu berhenti di sana, membuat fikiran Anna mengambang untuk bisa menyelami setiap kata-kata itu. Begitu hebatnya sang penulis bisa membuat Anna yang sering juara kelas termangu oleh tulisan yang seakan tanpa Arah itu.
Anna sempat merasa tulisan itu dari guru gaib yang khusus turun padanya.
“katanya salam perkenalan, kok tidak ada perkenalan sama sekali” gerutu Anna setelah tersadar dari lambungan fikirannya. Diapun mulai menilik setiap benda yang berserakan di depannya, siapa tau orang itu mempunyai cara khusus untuk mengenalkan diri, seperti kadonya yang unik. Anna menyobek karpen alas terakhir, tiba-tiba ada kertas melanyang. Dia tidak menyangka jika masih ada sirat lainnya, Dengan sigap dia ambil dan membacanya
“selamat datang di surat terakhir
Jika kau temukan surat yang terakhir, berarti kau sudah penasaran dan aku punya harapan” tulisan pertama sudah membuatnya tersenyum
Pada bagian ini tidak ada benda pengandai, aku letakkan di paling dasar karena mimang dari dasar hatiku, dan aku harap setelah selesai membaca yang terakhir kau menemukan jawaban.
Usiaku sudah cukup berumur, sedangkan keluarga mengharap untuk secepatnya menikah, bahkan mereka mencarikanku jodoh. Seakan aku tidak pernah punya pilihan.
Aku punya pilihan sendiri, tapi pilihan itu ada di tanganmu.
Aku adalah batu pualam yang tidak ada harganya jika tidak kau butuhkan, aku adalah bunga layu yang masih mempertahankan keasliannya, dan aku adalah jam yang terus berputar dalam harapan.
Zaen Rosyadi
Seketika tubuh Anna menggigil, bulu romanya merinding dan badannya hampir roboh melihat nama yang tertera di akhir surat.
Dirangkulnya semua benda yang bererakan di depannya dicium sambil menangis dengan terus berpuji sukur kepada Allah.
“Kak Zaen….walau kau hanya meyelipkan nama disuratmu, aku juga akan menangis seperti ini” gumam Anna sambil terus menangis.
“Ada apa An…….!!!??” Fatma terkejut ketika masuk keruang OSIS yang disangka sepi, ternyata ada Anna yang menangis sejadi-jadinya. Anna bangkit dan merangkul Fatma, menumpahkan air mata di bahu fatma
“ada musibah apa An…..??” Tanya Fatma kebingungan melihat orang yang selalu ceria itu menangis dan juga mendapati beberapa benda yang berserakan di meja.
Keesokan harinya dia langsung menelfon orang tua untuk datang ke pondok, dia ingin menyampaikan langsung pada mereka, kalau hanya Om Arman yang tau bahwa seratus persen dia mau niat Zaen, ketika Zaen datang kerumah dia takut orang tuanya menolak dengan alasan jawaban Anna akan sama seperti biasa.
Sepanjang hari Anna sangat cemas menunggu kedatangan orang tuanya yang berjanji sore hari, dia takut jawabannya akan lambat, Zaen keburu menerima tawaran keluarganya, maka dia akan menjadi orang yang sangat menyesal.
Sore hari orang tuanya benar-benar datang disambutnya dengan ceria, malah membuat orang tuanya heran, karena sepanjang perjalanan mereka tegang, tidak biasa anak putrinya memaksa mereka datang.
“ada apa An…membuat kami khawatir saja” Tanya ayahnya
Dengan tanpa menunggu lagi Anna menceritakan tentang kedatangan Om Arman dan Istrinya serta tujuan mereka.
“bagaimana menurut bapak dan ibu” Tanya Anna begitu antusias membuat orang tuanya merasa heran, karena sikap Anna sangat lain dengan biasa jika bicara masalah perjodohan.
“kalau menurut bapak, ini merupakan anugerah, sangat jarang mencari sosok seperti Zaen”
“tapi semua keputusan ada ditangamu” kata ibunya memancing, walaupun sesungguhnya dia tau jawaban yang akan muncul, dengan melihat sikap Anna, Anna malah menunduk malu
“kami sudah tau jawabanmu, kau kan masih ingin menyelesaikan pendidikan dulu…” tambah ibunya sambil tersenyum pada suaminya yang mengernyitkan dahi tidak faham
“tapi sebentar lagi Anna sudah lulus….!!” Bantah Anna semangat.
“katanya kau masih ingin melanjutkan kulliyah” timpal ayahnya setelah mengerti semua permainan istrinya
“Kak Zaen berjaji tetap menyekolahkaku walau sudah menikah” suara Anna bergetar ingin menangis, mengetahui orang tuanya tidak setuju. Matanya sudah lembab berair
“kok malah mau menangis….!!” Kata ibunya sambil memeluk Anak tertua yang banyak membuat mereka bangga dalam prestasi
“kayaknya tidak cocok Zaen denganmu….” Tambah ayahnya, membuat air mata Anna benar-benar tumpah, dia berusaha menahan tangis dengan menggigit bibir bawahnya.
“sudah lah Pak, kasihan Anna” rajut sang ibu membuat Bapak Anna tertawa
“kau memang selalu membuat kami bangga” kata bapanya, membuat Anna heran dan mengangkat wajahnya.
“sejak tadi kami sudah tau jawabanmu, dan kami sangat bersyukur jika kau terima lamaran Zaen” terang ibunya
“jadi….bapak ibu setuju Kak Zaen melamar Anna…??” Tanya Anna terperanjak, dan kemudian memeluk ibunya setelah ada Anggukan dari mereka.
Tuhan bukan tidak mendengar doa-doanya dulu, dan juga bukan terlambat mengabulkan doa malam Anna, malah tuhan mengabulkan doa itu diwaktu yang sungguh sangat tidak terkira dan dengan cara yang sangat spektakuler.
Keluarga Zaen meminta untuk mengawinkan mereka secepatnya setelah Anna menyelesaikan masa pendidikannya di pondok yang tinggal setelah tahun. Dan dengan berkonsultasi dengan Anna, sang ayah mengabulkan permintaan itu.
Sungguh tidak terkira karunia tuhan yang begitu besar, Anna sadar, ini hanya setitik dari sekian kebahagiaan yang telah diberikan tuhan padanya, maka tidak pantas kalau lantaran ini saja syukurnya begitu melimpah, dia harus terus bersyukur dengan semua karunia yang telah dia dapat. Walaupun selama bertunangan Zaen tidak pernah menjenguknya ke pesantren namun dia tau Zaen sangat mencintainya dan cinta itu murni meresap dalam setiap doa panjang agar mereka diberi kekuatan dan ketabahan serta kesiapan dalam menempuh semua tanggung jawab dan cobaan yang akan mereka hadapi kelak.
Bahkan Foto saja tidak saling mereka miliki, mereka berkeinginan menjaga cinta yang telah dianugerahkan tuhan sebagaimana mestinya tanpa harus ditambahi bumbu yang akhirnya malah membuat mereka bosan. Biarlah cinta itu berembang dalam mayapada, setiap kesendirian adalah benih tumbuhnya cinta mereka yang semakin meluap.
Anna ingin Zaen selalu bangga padanya, dia terus belajar untuk bisa mencapai prestasi agar Zaen yang terkenal sebagai Guru segala bidang tidak malu mempersuntingnya, dan dia juga ingin membuktikan bahwa dia pantas mendampingi Zaen. Mendampingi hingga di akherat kelak.
Pernikahan cukup sederhana, hanya dihadiri oleh keluarga dan famili kedua mempelai tanpa ada acara hura-hura, namun bagi Anna, itu adalah acara yang sangat meriah dibanding segala macam acara yang pernah diikutinya. Bahkan segala jenis hiburan yang pernah ada tidak sedikitpun bisa menyaingi keindahan senyum Zaen yang menyambutnya dengan halal.
28 november 2010
---------------
No. Urut : 1512
Tanggal Kirim : 18/11/2012 21:38:22