Pelangi Hati Berakhir di Ujung Waktu - Cerpen Sedih

PELANGI HATI BERAKHIR DI UJUNG WAKTU
Karya Shepti Rizky Amrina Rosada

Angin subuh membangunkanku dalam gemuruhnya tasbih, azan telah berkumandang waktunya untuk menghadap sang ilahi robbi. Tak lupa ku lantunkan ayat suci al-quran sejenak untuk menyegarkan atifitasku pada pagi hari. Aku hanyalah seorang murid kelas XI yang bersekolah disalah satu SMA Negeri 1 di Palembang. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 06.00 wib. Aku segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah yang tak jauh dari rumah, mungkin hanya berjarak 1 meter dari rumahku.

Tiba di sekolah seperti biasa aku membuka al-quran untuk melanjutkan hafalan al-quran pada ustadz Hj. Mubaroq guru yang selama ini membimbingku menjadi seorang hafidzoh quran, baru saja satu baris ayat ku baca suara wanita yang tak asing lagi ditelingaku menyapa “pagi sazkia, maaf mengganggu hafalan al-quranmu sebentar , ada yang harus saya sampaikan ibu nurul mengajak kita untuk lomba menulis, kebetulan karena kau juga hebat dalam menulis jadi aku juga mengajakmu, jadi kita bisa berbagi pengetahuan bareng.”
“waktu dan kektetapannya kapan?” tanyaku.
“masih lama, satu bulan lagi jadi kita bisa mempersiapakan diri dari sekarang, nanti malam kita belajar bareng ya tentang sebuah karya tulis, kamu kan jagonya dalam soal karang-mengarang, yayaya..pliiiissss.” ucap fania memohon.
“insya allah, jika tidak ada jadwal pengajian aku akan memenuhi janjimu.” Jawabku sembari tersenyum..

Fania lalu bergegas pergi dihadapanku. Dia adalah sahabatku sejak duduk dibangku SMP sifatnya sangat jauh berbeda dariku wanita yang begitu periang ini bisa menarik semua perhatian orang-orang disekitarnya, anggun dan rupawan, sangat mudah bergaul dengan siapa saja, ia pun juga aktif dalam organisasi sekolah tidak seperti diriku yang selalu sibuk dalam organisasi keagamaan serta orang yang tidak mudah bergaul dengan orang lain mungkin juga karena watakku yang pendiam ini juga berpengaruh dalam pergaulan mereka. Tapi hal itu tidak membedakan kami dalam berteman, kami saling menerima kekurang satu sama lain. Tapi ada yang kurang dari dalam diri fania andaikan dia berjilbab mungkin dia tampak lebih anggun, meskipun telah berapa kali aku menyuruh nya untuk menutup auratnya namun tidak pernah ada respon darinya. aku hanya berdoa memohon hidayah dari sang khalik agar secepatnya fania bisa menutup seluruh auratnya.
Bel istirahat berbunyi murid telah berhambur keluar kelas, aku terus sibuk melancarkan hafalan al-quran. Kulihat dari sudut kaca jendela fania telah digeromboli anak-anak sekitar. Tampak mereka ingin sekali melihat aksi fania yang menggemaskan. Sesekali mereka tertawa bersama melihat kelucuan fania. Memang pantas anak itu diberi gelar Pelangi Hati disekolahnya. ia memang seperti pelangi yang selalu memberikan warna disetiap hati orang yang ada didekatnya. Namun andaikan dia menjaga pergaulannya antar laki-laki yang bukan makhram pasti dia juga dimuliakan oleh Allah Azza Wajalla. Namun semua itu hanya Allah yang tau.
Saat malam tiba aku ingin menepati janjiku dengan fania yang akan mengajarkan dia membuat sebuah karya tulis, tak lama saat selesai tadaruss al-quran fania datang, ia tahu waktu yang tepat untuk datang kerumahku, biasanya memang sehabis maghrib aku selalu sholat berjamaah dimasjid sambil tadarussan. “asalamualaikim saz, jadikan mau ajarin aku buat satu karya tulis?”. “iya dong, untuk sahabatku yang satu ini apa sih yang tidak...” candaku.

Fania lalu tertawa kecil melihat rayuan gombalku yang biasa dipakai anak-anak zaman sekarang. Lalu akupun memulai menulis sebuah karya tulis narasi, sebelum menulis aku bertanya sejenak pada fania. ”fan, sebelum menulis ada nggak judul yang menarik dari kamu?”.
”hmmm… apa ya ? kalau aku pengen buat cerita yang judulnya ceriaku di mata manusia” “tentang apa itu?” tanyaku heran.
“aku inigin buat cerita tentang seorang wanita ceria dimata manusia namun cerianya musnah seketika saat penyakit yang dideratinya perlahan-lahan menggerogoti tubuhnya.”
Aku terdecak kagum mendengar perkataan yang keluar dari mulut fania. “ide yang bagus, mari kita buat dari sekarang.” Ucapku. Aku tak tahu apakah ide ini hanyalah fiktif belaka atau memang ada di realita. hingga pukul 22.00 wib barulah kami selesai menulis, kulihat tulisan fania masih belum tepat, jadi aku suruh untuk dilanjutkan besok.

Keesekon harinya seperti biasa saat telah disekolah aku menyapa fania. “assalamualaikum fan, malam nanti dilanjutkan atau tidak belajar menulisnya?”
“wa’alaikumsalam saz, sepertinya dalam minggu-minggu ini aku tidak bisa belajar dirumahmu, aku harus menyusun artikel-artikel mengenai OSIS dan juga selaku ketua PMR aku juga harus melatih para anggota untuk mengikuti lomba minggu depan, jadi maaf ya…” ujarnya.
“oh, gakpapa kok, lagian masih ada waktu yang lain, selamat berjuang ya…” balasku menyemangatkan fania.

Seminggu sudah aku telah jarang menemui fania karena kesibukan kami masing-masing , aku juga di ikutsertakan dalam lomba tahfidz Al-Quran disalah satu kota didaerahku, seminggu itu aku pun sibuk mempersiapkan diriku untuk lomba. Saat aku telah berada di masjid aku hanya berbisik halus menyebut-nyebut nama tuhanku agar diberikan kemudahan dalam lomba nanti, kabar fania dalam seminggu juga tak ku pikirkan, aku hanya fokus dalam lombaku ini. Saat namaku dipanggil aku bersiap duduk sambil membacakan ayat demi ayat al-alquran yang ada diluar otak kepalaku, Alhamdulillah... soal ayat-ayat yang diberikan oleh juri sudah pernah ku hafalkan sebelumnya bersama ustadz Mubaroq aku tak lagi gugup. Lomba berlangsung cukup lama dan akhirnya penantian yang di tunggu-tunggu datang juga. Juri akan mengumumkan pemenang hafidz-hafidzoh quran untuk tahun ini. Semua peserta tak sabar untuk mendengar hasil para juri begitu juga denganku.

Dan juri pun mengumumkan untuk juara umum hafidzoh putri “Sazkia Az-Zahra” aku terkejut saat nama ku dipanggil, ada sedikit rasa tak percaya “itu aku? Apa benar itu aku ustadz?” tanyaku terhadap ustadz Mubaroq yang sedari menemaniku.
“iya sazkia itu kamu majulah, kamu memang berhak unutk mendapatkan kemenangan ini.” Ucap ustadz. Aku pun maju dengan hati yang begitu haru aku terima hadiah tropy itu dan juga perjalanan Umroh gratis serta Beasiswa kuliah ke Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. aku lalu menangis terharu dengan apa yang selama ini aku pelajari, sujud syukur aku lakukan terhadap Allah.
“ya Aziz... terimakasih atas nikmat yang kau beri selama ini, aku tak tahu harus berkata apa lagi, begitu banyak rahmat yang telah kau berikan pada hambamu ini..” gumamku didalam sujudku.
Ustadz lalu menghampiri ku dia memberikan selamat terhadap diriku begitu senangnya dia sat namaku disebutkan oleh juri “sekali lagi selamat untuk nak Sazkia, ini berkat ketekunan kamu selama ini, Ustadz bangga kepada nak Sazkia, Allah membalas semua jerih payah sazkia selama ini, tapi kamu jangan pernah lupa terhadap yang memberikan kenikmatan kamu selama ini,sesungguhnya allah lah telah mengangkat derajatmu.” Ujar ustadz Hj. Mubaroq menasihatiku. Aku mengangguk pelan mengiyakan pernyataan dari ustadz, terlintas bayanganku terhadap sahabatku fania, “lagi apa dia sekarang? Apakah dia juga akan senang mengetahui sahabatnya telah berhasil?” batinku bertanya. Tak sabar saat kepulanganku aku ingin sekali menemui fania dan memberitahukan kemenanganku.

Saat sesampai dirumah aku tak lagi menyenderkan seluruh badan karena letih aku segera bergegas pergi menuju kediaman fania, aku begitu rindu padanya sudah satu minggu lebih aku tak pernah melihatnya kemana dia? Ku ketok pintu rumah fania yang terbuat dari kayu jati itu, namun tidak ada sahutan dari dalam, ku sapa sekali lagi dalam rumah muncul satu wanita separuh baya mungkin itu pembantunya
“assalamu’alaikum, fania ada bu?” sapaku.
“wa’alaikumsalam, apakah nak sazkia tidak tahu tentang keadaan fania?” tanyanya membuat aku bingung apa yang terjadi pada sahabatku fania.
“maaf bu, selama 1 minggu ini aku memang siibuk dengan persiapan lomba, tapi yang saya dengar dari fania dalam satu minggu ini dia akan melatih anggota PMR untuk mengikuti sebuah lomba...”
“iya, memang dia akan mengikuti lomba namun satu hari sebelum lomba dimulai fania jatuh pingsan dikamarnya, lalu orang tuanya membawa ia kerumah sakit, fania mengidap kanker otak .” Jelas ibu yang daritadi berdiri didepan pintu. terkejut bukan kepalang ternyata fania pelangi hati mengidap penyakit separah itu, aku pun merasa bersalah karena selama satu minggu lebih aku tidak pernah menghubunginya. Akhirnya aku segera pergi kerumah sakit yang di tujukan kepada pembantu rumah tangga fania.

Sesampai dirumah sakit tak tega aku melihat fania yang lemas tak berdaya dalam bantuan oksigen pernapasan, kulihat badannya kini mulai kurus, wajahnya begitu pucat pasi, tak ada lagi gambaran senyuman terlintas di bibirnya.
“oh fania, mengapa kau harus menderita sakit separah ini? Kemana senyumanmu yang dulu, kemana sebutan kau sebagai pelangi hati?” gumamku. tak ku sangka butiran-butiran bening mengalir dipipiku. Ku pegang dengan erat tangan fania sambil membacakan surah-surah Al-quran, begitu lama aku berada disampingnya kurasakan jari jemari fania bergerak, kulihat mata fania sedikit demi sedikit membuka. Fania lalu menatapku seraya ada yang ingin dikatakannya. “fania, maafkan aku selama kau sakit aku tak menjagamu, aku tak tahu jika keadaanmu begitu kritis, maafkan aku fania yang belum bisa menjadi sahabat baikmu...” ucapku dengan isak tengis tersedu-sedu.
“saz...bantu aku?” ucapnya lirih.
“bantu apa? Aku selalu sedia untuk membantumu, katakan saja.” Jawabku.
“bantu aku seperti dirimu.” Balasnya lagi.

Aku sedikit bingung mendengar perkataan fania.
“seperti diriku? Memang bagaimana diriku ini?” tanyaku padanya.
“aku ingin seperti dirimu, yang memakai jilbab terurai panjang dan rapi, aku ingin mejadi dirimu yang setiap saat tak haus dari ayat-ayat Al-Quran dan Zikirmu, aku ingin menjadi wanita sholehah sebelum kepergianku menuju ‘arsy sana.” Jawabnya membuat aku semakin bingung. “mengapa tiba-tiba kau berpikiran seperti itu?” tanyaku lagi.”dalam tidur panjangku aku menemukan sebuah cahaya yang begtiu menyilaukan cahaya itu semakin dekat dan bertambah dekat ia lalu mengulurkan tangannya agar aku mengikutinya, aku terima uluran itu, lalu kami berhenti diantara dua pintu, kulihat satu pintu itu mengalir air-air sungai jernih dibawahnya, pemandangannya begitu asri serta tumbuhan-tumbuhan yang hijau sulit dibayangkan betapa indah alam itu, namun kulihat lagi pintu yang sebelah kiri sangat menakutkan api besar yang menyala-nyal, serta binatang-binatang menjijikkan. didalamnya kulihat orang-orang merintih kesakitan didalamnya. Hantaman batu besar kulihat menimpa seseorang yang ada dipintu itu aku lalu melihat kearah sebuah cahaya itu, sosok yang berada disampingku lalu bertanya kau memilih pintu yang mana? Aku pun menjawab aku ingin memilih pintu yang sebelah kanan namun sayang, sosok cahaya putih itu tidak membolehkan aku untuk memilih pintu yang penuh kenikmatan didalamnya dia berkata pintu itu berhak dimasuki orang-orang yang mengikuti syar’inya lalu aku bertanya lagi apakah syarat syar’i? itu dia pun menjawab yaitu wanita-wanita yang melindungi auratnya dari pandangan laki-laki lain serta selalu tawadhu terhadap tuhannya. 

Sosok cahaya itu pun berkata lagi waktuku telah habis dan aku tak bisa lagi mengubah perlakuanku dulu aku juga akan dimasukkannya kedalam sebuah pintu api yang menyala-nyala didalamnya. Aku hampir saja diseret kedalam pintu itu sosok cahaya hitam yang satunya lagi berkata bahwa aku juga selalu bergaul pada sosok pria yang bukan mahramku. Aku menangis tiada hentinya untuk memohon agar masih diberi kesempatan, namun terus saja dua sosok itu menyeretku, lalu tiba-tiba datang dihadapanku cahaya yang lain ia menyuruh mereka untuk melepaskanku, dia berkata biarlah dia beri kesempatan walau hanya sesaat, aku berjanji akan kembali lagi ketempat ini, dan aku sekarang ingin mengubahnya sazkia, meski aku tak tahu apakah setelah aku merubah diriku aku akan masuk kedalam pintu yang penuh kenikmatan itu atau malah berada dalam pintu yang penuh kemurkaan, tapi sekarang ini aku sangat ingin seperti dirimu, bantu aku...” rintih fania. “
“baiklah, aku akan membantumu.” Jawabku tersenyum.

Lalu ku coba fania memakai kerudung, oh... betapa cantiknya dia lebih cantik yang kulihat seperti biasanya andaikan dulu dia seperti ini. kuajarkan ia sholat dan sholawat , kulihat air matanya telah berjatuhan, tak tahu apa yang ada dipikiran fania sekarang. Seketika saat aku membacakan al-quran untuknya, fania menjerit menyebut kata Allah, berkali-kali ia melafadzkan nama-nama Allah, tangisan tiada henti dimatanya. Dan jiwa yang dulu hidup kina tinggallah jasad. Pelangi hati itu telah tiada, dia telah pergi menghadap illahi. Aku pun menangis tiada hentinya sahabat yang selalu menghibur hati kini tidak ada lagi, allah telah memanggilnya. Ku yakinkan orang-orang pasti sedih mendengar berita duka fania. Pelangi hati sosok penghibur jiwa cahaya pelita dalam gelap kelabu, kini telah berakhir di ujuung waktu. Tak ada lagi warna dari senyumannya yang ada hanyalah sebuah kenangan mengingat kemanisan dari si pelangi hati fania. Seiring aku menutup mataku memohon kapada sang pemberi agar sahabatku fania berada di dalam pintu yang penuh kenikmatan seperti yang diceritakan ia didalam mimipinya. Pelangi hati kini telah berakhir diujung waktu.

PROFIL PENULIS
Nama: Shepti Rizky Amrina Rosada
Alamat fb: http://www.facebook.com/sheptirhinariien

Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya.
Share & Like