Cinta Tidak Pernah Salah - Cerpen Cinta

CINTA TAK PERNAH SALAH
Karya Devi Khairun Nisa

“aku benci hujan “ ucapku lirih saat ku tatap langit yg hitam dan butiran air jatuh dengan derasnya senja ini. Beginilah aku. Ketika orang orang mengatakan hujan adalah salah satu fenomena alam yang paling indah atau pun yang paling romantic,maka aku akan mengatakan I hate the Rain. Kebencian ku dengan hujan berawal dari 3 tahun lalu, ketika aku merasa telah menemukan seseorang yang dapat ku jadikan sandaran terakhir dalam hidupku justru merupakan seseorang yang sama sekali tidak layak untuk ku berikan sekeping hati yang ku punya.
“lana, ada sesuatu yang sebenarnya aku sembunyikan dari kamu “ ucap alfa di sore kelabu itu.
“kamu kenapa sih, Al..? emangnya kamu sembunyiin apa kok muka kamu kayak anak kecil yang ketauan nyuri gitu” ujarku sambil tersenyum geli.
“sebenarnya.. aku.. sebenarnya.. “ alfa menghela nafasnya. Seketika itu wajahnya tiba tiba memucat.
“alfa, kamu kenapa sih..? kok jadi aneh gini?” tanyaku mulai curiga
“aku harap kamu mau ngerti saat aku bilang yang sebenarnya. Kamu harus percaya kalau aku saying sama kamu, aku gak mau kamu pergi dari hidup aku, lana.. “
“iya aku percaya al. tapi aku gak ngerti kamu ngomong apa”
“aku.. sebenarnya 6 bulan terakhir ini, aku.. ehmm.. sebenarnya, ada orang lain selain kamu di hati aku..”

Saat itu juga hujan mulai turun gerimis ditengah tengah taman yang selalu menjadi tempat terindah buat kami. Aku terdiam gak yakin apa yang ku dengar.
“ja..ja..ngan bercanda kamu, al?” Tanya ku tergagu. Kelu lidahku memaksakan sebuah Tanya yang bergema dalam fikirku.
“aku serius na. maafin aku.aku gak bermaksud ngeduain kamu. Tapi aku juga gak bias cegah perasaan itu untuk tumbuh gitu aja di hati aku. Sungguh aku saying sama kamu, Na. kamu percayakan sama aku “ujar Alfa sambil menggenggam tanganku yang mulai bergetar. Ntah bergetar karna amarah, kecewa atau pedih di dadaku yg tiba tiba memiliki rongga.
Aku menghempas tanganku dari genggamannya “kamu..” aku mulai kehilangan kata kata. Pandanganku kabur karena air mata yang menusuk nusuk menuntut keluar. Sedangkan gerimis mulai deras menghujam bumi.
“maafin aku sayang…” ia menarikku dalam pelukannya.
“lepasin Al..!! aku uda ngelakuin apa sama kamu, sampai kamu yakitin aku kayak gini..?!!”. aku mulai histeris padanya tapi dirinya kutemukan hanya mematung dengan wajah yang kuketahui penuh penyesalan.”6 bulan al. kamu uda bohongin aku selama 6 bulan dan kamu memilih hari ini untuk jujur. Hari jadian kita 2tahun..”
“ aku gak mau kehilangan kamu, na. tapi aku juga sayangsama dia. Maafin aku harus jujur sekarang. Aku mohon kamu mau mengerti posisi aku sekarang”
“posisi kamu..!!! posisi kamu yang udah ngebohongin aku selama6 bulan dan aku harus ngertiin itu..!! EGOIS KAMU, AL!! KAMU GAK MIKIRIN GIMANA PERASAAN AKU…”
“Lana..”
“cukup al. cukup. Aku gak mau denger lagi. Mulai sekarang, aku gak mau liat kamu lagi. Kamu pergi jauh jauh dari hidup aku. JANGAN PERNAH DATANG DALAM HIDUPKU LAGI, ALFA PRADITYA NUGRAHA..!!! “
Aku berlari meninggalkan alfa yang memanggil manggil namaku. Sore itu benar benar menjadi sore kelabu bagiku. Dengan hujan yang mulai deras membasahi membawa pergi air mataku. Bahkan saat ini, ketika cecapan rasa pahit itu terasa kembali menyapa dalam baying baying malam, rongga didada itu masih kurasakan samar samar keberadaannya. Ya.. hujanlah yang terlampau sering membangkitkan baying baying itu.

TIINN…TIINNN..
Suara klakson mobil yang berhenti di depanku menyadarkan dari kenangan terburuk dalam hidup. Dari dalam keluar sosok laki laki tampan berkemeja biru muda yang tangannya telah di gulung sampai siku,celana hitam lengkap dengan sepatu pantofelnya yang masih berkilat, rambut acak acakan menambahkan nilai plus tersendiri untukku. Dan yang terakhir, senyumnya yang penuh yang selalu mampu menenangkan dan membuatku selalu nyaman berada di dekatnya.
“Mas Denis kok lama banget sieh.. hampir aja aku manggil taksi untuk pulang duluan..”
“maaf ya sayang. Dijalan macet banget” ujarnya tersenyum sambil mengacak sayang rambutku.”kita pulang sekarang?” ujarnya lagi.
“iya.” Kataku singkat sambil mengangguk.

Denis Anggara. Aku telah mengenalnya lama jauh sebelum Alfa hadir dalam hidupku. Dia putra tante Ratih sahabat mama. Dan selama kami mengenal, selama itu pula dia menjadi penyelamat dalam hidupku. Ntah bagaimana saat itu ia bias menemukanku dalam derasnya hujan tepat pada waktu aku tidak mampu lagi berlari.
“ gimana skripsi kamu?”
“ ehmm.. uda selesai. Tinggal di cetak dan aku uda bias sidang bulan depan” kataku dengan senyum yang merekah.
“wahh sebentar lagi sarjana dong..” godanya
“doakan aja pacar Mas yang manis ini lulus dengan nilai cumlaude “
“Amiin.. pasti Mas doakan. Trus setelah sarjana, apa tujuan kamu selanjutnya?”
“rencananya…..” aku mulai bercerita panjang lebar tentang rencana masa depanku. Seperti inilah denis. Ia selalu bias menjadi pendengar terbaik untukku, penasihat luarbiasa selain mama dalam hidupku, pemberi support paling setia. Ia selalu bias menempatkan dirinya disaat saat aku membutuhkan sesuatu. Terkadang mampu menjadi Bosy saat malasku kambuh, menjadi abang saat aku butuh perlindungan,menjadi adik saat aku bosan, dan menjadi sahabat seperti sekarang ini.
“oh iya. Mas hampir lupa. Besok mas berangkat keluar kota. Ada proyek yang harus mas tangani dari kantor “ ucapnya saatkami tiba di halaman rumahku
“ lho.. kok mendadak Mas?”
“iya. Soalnya Pak Dhimas gak bias berangkat karna istrinya lagi sakit. Jadinya Mas yang diminta untuk gantiin Beliau. “
“oh. Gitu. Berapa hari?”
“ paling lama seminggu. Kamu gak pa-pakan mas tinggal?” tanyanya dengan tatapan menggoda.
“ya gak pa-palah. Asalkan kamu jangan nakal aja disana” ucapku sambil memicingkan mata padanya
“ siap nyonya Lana Anggara”. Katanya sambil tersenyum lebar. Dia selalu menggodaku seperti ini. Memanggilku dengan sebutan nyonya lana Anggara. Padahal kami tidak pernah menyinggung tentang keseriusan hubungan kami walaupunkedua orang tua sering bertanya kapan peresmiannya.dan aku, setiap kali mendengarnya memanggilku seperti itu hanya bias tertawa tanpa mengucapkan kata apa apa. Karena memang aku gak tau harus menanggapinya dengan apa.
“ give me big huge, beibh. Kamu gak mau ngelepas pacar kamu yang tampan ini yang akan keluar kota besok?” ujarnya lagi

Tanpa fikir panjang aku pun memeluknya erat. Menghirup sisa sisa aroma parfumnya dan menyimpannya dalam dalam di paru paruku. “hati hati ya sayang. Ingat, jangan nakal lho..”
“iya mas janji. Hhhuuffft.. rasanya begitu nyaman memelukmu kayak gini Na”
“kalau gitu jangan lepaskan.”
Denis tertawa mendengar ucapanku lalu melepas pelukannya dan mendaratkan sebuah kecupan manis di keningku. “ Mas janji, setelah urusan kantor selesai, Mas akan langsung pulang. Oke..”
Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Ia memelukku lagi sebentar dan memintaku masuk kedalam rumah. Hujan belum juga reda. Masih sama seperti hari kemarin. Dingin. Basah. Namun rasanya tidak pernah lagi sama. Kini, aku merasakan hujan tidak seburuk hari kemarin.
-----------

Senja ini hujan kembali turun. Namun ntah kenapa ada siluet gelap datang dalam bayangan keresahan. Hujan kali ini membawa kerinduan yang amat mencekam dan aku tidak biasa merasakannya. 3 hari sudah setelah kepulangan Mas Denis janjikan namun dirinya belum juga menghubungiku. Aku sudah berkali kali menelponnya tapi handphonenya tidak aktif. Dan hari ini aku kerumahnya sekaligus mengantarkan pesanan mama untuk tante ratih.
“Assalamualaikum..”
“walaikumsalam.. lana. Lho kok hujan hujanan. Ayo masuk” ajak tante ratih
“iya tante.”
“kamu naik apa?”
“tadi lana naik taksi. tante, mama titip kue ini buat tante”
“ya ampun. Kok repot repot sih. Tante kan bias ambil sendiri kesana.”
“gak pa-pa tante. Sekalian lana jugamau main kesini.”
“ohh.. yuk sini, duduk dulu.”
“oh ya tante. Handphone Mas Denis kenapa ya tan..kok gak aktif. ?”
“ehmm.. memangnya Denis belum nelpon kamu ya?” tante ratih balik bertanya padaku dengan raut wajah yang berubah.
“belum tan, kemarin…” kata kataku terhenti saat mendengar suara yang sangat ku kenal mengucapkan salam.
“Assalamualaikum…”
“walaikumsalam “ jawabku hamper berbarengan dengan tante ratih.
“kamu udah pulang Mas? Kok handphone kamu gak aktif sih?” tanyaku yang mulai merasakan ada sesuatu yang aneh sedang terjadi ketika melihat wajah Denis yang terkejut melihatku ada dirumahnya.
“Lana.. kok kamu ada disini?” tanyanya sedikit kikuk.
“iya aku sengaja kerumah kamu soalnya nomor kamu gak aktif. Aku khawatir makanya aku kerumah untuk nanyak ke tante kabar kamu..”
“Denis, kamu belum cerita ke lana apa yang terjadi?”

Denis hanya diam menatap mamanya dan aku mulai tidak nyaman seperti ini
“ada apa ini tante..? apa yang terjadi?”
“lana, sebelum Mas ngejalasin sesuatu, ada yang ingin mas tunjukin ke kamu. Kamu ikut mas sekarang.”
Aku mulai takut. Firasatku menyatakan ada hal besar yang akan terjadi dan aku takut aku gak siap menerimanya. Aku gak tau denis membawaku kemana. Beribu Tanya dalam otakku tak mampu ku keluarkan padanya. Jantungku mulai berdegup kencang. Aku mulai sedikit resah. Ntah resah karena hujan yang semakin deras diluar sana atau memang suasana sunyi dalam mobil ini yang membuatku resah.
Kami tiba disebuah rumah sakit namun denis belum juga mau bicara tujuannya membawaku kesini. Kami berjalan menyusuri lorong dan melewati bilik demi bilik rumah sakit ini dalam diam diri. Hingga kini, disebuah bilik di ujung lorong kami berhenti. Ia berbalik menatapku dengan tatapan yang ntah mengapa membuatku semakin takut untuk mengetahui yang sebenarnya.
“ada apa ini mas? Kenapa kita kesini?” tanyaku memberanikan diri memulainya terlebih dahulu.

Tangan denis dingin menggenggam tangan ku. “Lana, maafin Mas karna gak ada kabar beberapa hari ini. Sebenarnya mas udah kembali dari luar kota sejak 5 hari yang lalu”
“ kenapa Mas? Handphone mas juga gak aktif kan?”
“ya. Karna mas takut kamu salah paham tentang semua ini”
“mas aku gak ngerti”
“kamu lihat wanita yang terbaring di dalam?” tanyanya dan aku hanya mengangguk. Di balik pintu yang sekarang dihadapan kami memang terbaring seorang wanita yang dugaanku wanita itu baru saja mengalami kecelakaan yang serius.
“wanita itu bernama Renita”ucap denis lirih
“maksud mas, Renita yang.. “ suaraku serak saat mengucapkan nama wanita itu.
“benar. Wanita pertama yang mengajrkanku tentang cinta”
“lalu apa hubungannya dengan sekarang terjadi ?” tanyaku mulai panic
“dia membutuhkanku sekarang, Na. dan aku gak punya pilihan lain.”
“Mas aku gak ngerti. Tolong jelasin apa yang sedang terjadi. Katakan apa yang kamu sembunyikan dariku” suaraku semakin bergetar dan rasa takut ku kini mulai nyata ku rasa.
“ 5 hari yang lalu orang tua renita menghubungi mas, bilang kalau renita kecelakaan dan meminta mas untuk segera datang. Awalnya mas menolak tapi ibunya sambil menangis memohon pada mas untuk datang. Renita kecelakaan setelah dia melihat tunangannya sedang mencium wanita lain di sebuah mall. Dia kecelakaan hingga sebagian memorinya hilang. Dia tidak mengingat bahwa tunangannya sudah selingkuh, bahkan ia tidak mengingat kalau dia telah bertunangan. Dia hanya ingat kejadian 5 tahun yang lalu” denis diam sejenak menatapku yang mulai merasakan ketakutan luarbiasa hingga seakan aku tak mampu lagi berdiri.
“5 tahun yang lalu berarti..”
Denis menghela nafas panjang“saat kami masih pacaran” sambungnya.
kata kata denis barusan seperti petir diluar yang menghantam gendang telingaku. Tubuhku mulai bergetar. Ingin rasanya aku berteriak pada langit kenapa ini harus terjadi padaku.
“la.. lalu.. bagaimana..” aku benar benar kehilangan kata kata. Pandanganku mulai buram karena air mata. Haruskah peristiwa 3 tahun lalu terulang lagi.. aku gak akan kuat untuk menghadapinya sekali lagi tuhan..
“Lana,kamu tau kalau mas sudah melupakannya kan? Cuma kamu, Na yang ada dihati mas saat ini. Kamu harus percaya itu. Ini semua gak lebih hanya membantu seorang ibu yang nyaris kehilangan putrinya. Mas mohon kamu bias mengerti.”
“…” aku hanya diam tanpa sepatah kata.

Denis mulai mengguncang tubuhku yang terpaku, “ sayang, katakana sesuatu. Mas janji ini tidak akan lama. Tidak akan lama na”
“dari mana mas tau ini semua gak akan lama?” aku membalas tatapan matanya dengan luka perih yg tertahan. “ dan terkahir kali aku mendengar janji dari mu, justru kamu memberikan kejutan yang seperti ini sabagai bayarannya”
“maafin mas, Na. mas juga gak mau ini terjadi.” Ucapnya sambil membawaku dalam pelukannya.
“bagaimana aku melewatinya mas? Kasih tau aku bagaimana aku bias melewatinya”
Tubuhku kaku dalam pelukan denis.
“percaya na. selama kamu percaya bahwa saying ku hanya buat kamu, semuanya akan baikbaik saja”
-------------

“na, kamu kenapa sih beberapa minggu terakhir ini lebih banyak diam. Liat tuh muka kamu uda kayak mayat hidup tau gak. Pucat banget.” Ucap agnes siang itu
“aku susah tidur nes.” Balasku sekedarnya
“mikirin Mas denis dengan Renita.?” Tanyanya. Ya.. agnes tau tentang masalah ku. Selain mama,dialah sahabatku yang ku ajak bahagia dan tempat menumpahkan air mata. Dia seorang sahabat yang selalu bias mengerti aku.
“aku gak tau sampai kapan aku harus menunggu nes. Aku gak tau apakah aku masih kuat untuk melalui semuanya. Setiap aku melihat mereka bersama, tertawa bersama, tersenyum, seolah olah mas denis uda ngelupain aku. Setiap kali renita bersikap manja pada mas denis dan aku merasa bahwa disiini aku yang telah tiba tiba hadir di jalan cerita mereka. Aku sakit nes. Disini..” aku meraba dada kiriku.
“Lana, aku tau ini berat buat kamu. Tapi aku yakin, sangat yakin kalau kamu mampu melewatinya. Ini cobaan untuk menjadikanmu lebih dewasa. Kamu harus kuat ya. Aku yakin ini juga bukan hal yg mudah buat mas denis..”
“ iya aku tau nes dan belakangan ini aku merindukannya nes. Dia terlalu sibuk dengan renita belakangan ini. Bahkan aku belum sempat cerita tentang acara wisuda ku bulan depan. Aku takut nes. Aku takut dia benar benar menjadi angin untuk ku .”
Agnes menghela nafas. “ kenapa kamu gak ke tempat mereka aja. Bukannya renita uda kenal sama kamu. Lagian tunangan renita itu disana juga kan. Jadi kamu ada temen cerita kalau-kalau Mas denis lagi bareng renita. Untuk masalah wisuda nanti waktu kalian pulang bareng kan bias kamu ceritain.”
“ jadi aku harus kerumah sakit?” tanyaku ragu.
“yaa kalau kamu mau. Aku Cuma kasih saran kok..”
“oke deh. Ntar sore aku kesana..”
-----------

Aku mendongak menatap langit yg mulai kelabu. Hhaahh.. mendung. ‘Berharap hujan tidak turun sebelum aku tiba dirumah sakit.’ Batin ku.
“lana..” sebuah mobil berhenti didepan ku dan membuka kaca pintu sebelah kirinya. kutemukan seorang laki laki sedang menatapku tersenyum di dalam.
“hei..” sapaku sekenanya.
“kamu mau kemana?”
“aku mau ke rumah sakit”
“wahh.. kebetulan. Aku juga mau kesana. Yuk naik.”

Aku ragu. Ku tatap langit sekali lagi semakin kelabu.
“udah ayo buruan. Ntar hujan lho..”
“oke deh..” ujarku setelahnya dan membuka pintu modil lalu masuk kedalam
“gimana kabar kamu? Ku lihat sekarang kamu udah jarang kerumah sakit.”
“aku baik. Belakangan ini aku mudah capek, jadi sepulang dari kampus aku lebih sering pulang kerumah dari pada mampir mampir dulu. Oh ya gimana kabar renita? Uda ada perubahan?”
“ehmm.. renita udah ada kemajuan. Terapi berjalannya udah mulai ada hasil. Ini semua berkat denis dan juga kamu, na. kamu uda berbesar hati mengizinkan denis untuk berada di sisi renita. Aku tau ini berat buat kamu. Aku benar benar minta maaf. Seandainya aku gak buat kesalahan yg buat renita kecelakaan, semuanya pasti akan baik baik aja..”

Ya, dia Reza syahputra. Tunangan renita. Tunangan yang tega menduakan renita saat rencena pernikahan telah ditentukan. Jika direnungkan, aku memang masih beruntung dibandingkan renita. Dulu, waktu alfa selingkuh status kami hanya pacar. Walaupun aku sempat bermimpi akan menikah dengannya. Dan aku bersyukur itu tidak terjadi.
“penyesalanmu tidak akan merubah keadaan za. Tidak ada gunanya. Lebih baik kamu memperbaiki semuanya dari awal dan mulai menghargai arti renita untuk mu sebelum dia benar benar pergi dari hidupmu.”
“ya.. kamu benar na. aku akan memperbaiki semua kesalahan yg pernah ku buat. Dan akan ku tebus semuanya walau harus dengan nyawaku sendiri. Makasih, Na. aku belajar sebuah keihklasan dari sorot mata kamu..”
Aku hanya tersenyum samar mendengar ucapan reza. Kami tiba dihalaman rumah sakit saat gerimis mulai turun. Hawa dingin mulai merayap menyelimuti saat aku turun dari mobil dan kami tergesa gesa berlari menghindari gerimis saat masuk ke beranda rumah sakit. Kami berjalan sambil mengobrol ringan yang diselingi beberapa candaan khas reza. Sampai kami tiba diruang terapi dan melihat semuanya.
“denis aku berhasil. Aku bias berjalan. Aku bias berjalan..” renita berjalan mendekati denis dan denis menyambutnya dengan sebuah pelukan. Denis melakukannya seperti dulu yang sering denis lakukan padaku. Dan serbersit rasa nyeri kurasakandi dada.
“ya.. kamu berhasil re. selamat ya.. kamu bias berjalan lagi..” ujar denis sambil mengelus rambut renita
“ya. Dan kita bias melangsungkan pernikahan kita bulan depan” ucap renita lagi dengan nada bahagia.
Tubuhku membeku. Suara petir menggelegar dari luar rumah sakit ini. Dan disini, dari tempatku berdiri, 2 tubuh manusia membeku mendengar sebuah kabar bahagia. Ku tatap Reza untuk meminta penjelasan namun yang kutemukan juga raut terkejut. Aku semakin terpuruk. Pandanganku buram dan setets bening air terjun bebas di pipiku. Perlahan kaki ku mundur selangkah demi selangkah menjauhi tempat itu. Dan untuk kedua kalinya aku merasakan sandaran hatiku patah dan sekeping hati yang ku punya remuk menjadi serpihan kaca dalam genggaman. Aku berbalik dan lari.
“ lana..” aku mendengar namaku dipanggil oleh Reza dan kali berikutnya denis yang memanggil namaku. Tapi aku tak pernah melihat kebelakang. Tak peduli denis mengejarku atau tidak, tak peduli sekeras apa suara denis memanggilku, aku tetap berlari. Menembus tirai hujan.
Aku menangis dalam hujan seperti dulu. Namun kali ini, ku yakini tidak ada orang yang menemukanku dan menenangkan ku. Aku berteriak dalam gelegar halilintar, memberontak pada langit. Namun suaraku tenggelam dalam deru hujan. Aku menangis menyentuh perih di dadaku. Rongga yang dulu terbuka lagi dan semakin besar. Aku menangis dalam pelukan hujan senja ini lagi.
-------------

6 bulan kemudian..
“buk lana gak bawa payung ya..?” tanya seorang gadis mungil berdiri disampingku. Ya.. inilah aku sekarang. Sejak kejadian 6 bulan yg lalu aku menjauh dari kehidupan ku yg dulu. Berusaha melupakan rasa sakit dirongga dadaku. Dan disini, ditempatku berdiri sekarang, aku bias mengacuhkannya sesaat. Melihat dan mendengar celoteh malaikat malaikat kecil ku yang polos dan lugu. Sekarang aku mengajar disebuah taman kanak kanak swasta di desa pesisir pantai. Sedikit kedamaian ku temukan disini dan semuanya tak pernah sama lagi.
“iya. Ibu lupa membawanya.” Jawabku sambil tersenyum manis pada gadis mungil itu.
“ delia bawa payung bu. Ini untuk ibu” ucapnya sambil menyodorkan sebuah payung dari dalam tasnya.
“ lho.. kalau payung ini untuk ibu, delia pulangnya gimana?”
“delia di jemput sama omnya delia yang baru datang. Jadi ibu gak usah khawatir”
“ohh.. yaudah, kalau gitu ibu temenin sampai omnya delia datang. Oke”
Delia tersenyum semangat mendengar ucapanku.” Oke. Nanti ibu, delia kenalin sama om denis. Ibu pasti senang”
Siapa tadi katanya?? Om denis??

Belum sempat aku bertanya langsung pada gadis itu, ia telah berteriak memanggil seorang laki laki yg baru turun dari mobil.
“om denis..”
“delia, maaf om terlambat jemputnya.” Ujar laki laki itu

Aku terpaku ditempatku berdiri dan menatap lurus kepada gadis mungil disampingku. Degup jantungku yg tidak beraturan membuat tanganku gemetar. Kenapa harus sekarang. Apakah takdir sedang mempermainkan ku sekrang?
“gak pa-pa kok om. Untung ibu guru delia baik hati mau nemenin delia sampai om datang.” Delia tersenyum berbicara pada omnya lalu menyeret pandangannya ke arahku. “ buk Lana, ini omnya delia. Om denis namanya.”
Melihat delia yang tersenyum bersemangat seperti itu, ku beranikan diri untuk menatap wajah laki laki dihadapanku.
“lana..” ucapnya lirih dengan nada yang terkejut.
“apa kabar?” tanyaku dengan memaksakan seulas senyum tipis.
“lho.. ibu uda kenal sama om denis ya..?”

Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan delia.” Karena delia uda di jemput, sekarang delia gak perlu ibu temenin lagi. Ibu pulang duluan ya.” Ujarku tersenyum ramah pada delia.
“ tapi ujannya deras bu.” Ia beralih menatap denis “ om, boleh gak bu lana ikut kita pulang?”
“tapi ibu kan…”
“aku antar kamu pulang” kata denis memotong ucapanku dengan nada perintah.
Apa-apaan ini? “ gak perlu. Saya permisi” ucapku tak kalah tegasnya. Aku mendengar denis memanggil namaku berkali kali. Namun tak sedikit pun aku berpaling untuk melihatnya. Sama seperti dulu.
------------

Aku suka di desa ini yang terletak dipesisir pantai. Ketika kejenuhan, masalah dan rindu akan rumah menghampiri, aku selalu menghabiskan senja di pantai. Kebiasaan baru yang kutekuni sejak 6 bulan belakangan ini.
Seperti saat ini. Susah payah aku berkeras untuk melupakan baying baying denis selama 6 bulan ini, kenapa takdir justru mempertemukan ku dengannya disini. Ditempat yang ku yakini mampu memberikanku ketengan. Aku masih butuh waktu untuk bias menatap wajahnya lagi tanpa merasakan semua ini. Begitu menyakitkan rasanya ketika kita menatap seseorang dengan merasakan rindu dan kepedihan secara bersamaan. Dan itulah yang kurasakan saat ini.
“ jadi selama ini kamu bersembunyi disini?” suara itu membuyarkan lamunanku. Suara yang sebenarnya selalu ku rindukan beberapa bulan ini.
“ aku gak bersembunyi. Untuk apa?”
“Lana, ada hal yang perlu aku jelaskan pada mu tentang peristiwa yang dulu. Semua yang kamu dengar itu gak benar, Na”
“aku uda ngelupain semuanya. Udahlah..” ujarku sambil memaksakan senyum
“tapi aku belum ngelupainnya. Aku dan renita gak benar benar mau menikah. Saat itu ia bilang seperti itu karena dia menganggap aku adalah Reza. Dia memang gak ingat reza adalah tunangannya, tapi dia mengingat semua tentang reza dan menganggap aku adalah reza.”
“…” aku hanya diam mendengarkannya.
“sore itu aku mengejarmu tapi kamu menghilang ditengah hujan. Reza yang saat itu juga meminta penjelasan dariku, kami terlibat dalam adu mulut dan renita mendengar semuanya. Ia jatuh pingsan selama 2 hari. Dan aku bersyukur, setelah dia bangun, dia mengingat segalanya.”
Aku masih terpaku mendengar penjelasan denis. Seperti déjà vu, sketsa sketsa peristiwa 6 bulan yang lalu kurasakan kembali. Aku menyentuh perlahan rongga di dadaku dan ku temukan perih masih disana.
“Lana, ku mohon kamu percaya padaku sekali lagi. Aku berusaha keras menghubungi dan mencarimu, tapi tak satupun orang terdekatmu mengizinkannya. Kamu harus tau yang sebenarnya Na. aku sangat menyayangimu. Kamu yang selama ini sangat aku rindukan. Kamu, Na. Cuma kamu yang ada disini” denis meletakkan tanganku yang ada dalam genggaman tangannya di dadanya. Namun aku, tetap diam mencoba meresapi setiap kata yang terlontar dari bibirnya.
“Lana, katakana sesuatu. Jangan diam seperti ini. Marahlah jika ingin marah padaku, karena aku tau aku salah. Tapi ku mohon jangan diam seperti ini. Aku sudah cukup tersiksa kehilanganmu selama ini, jangan tambahi dengan cara diam mu seperti ini” ucapnya lagi dengan nada memohon.
Pandanganku mulai kabur dengan air mata. Aku menyadari selama ini justru akulah yg menyiksa diriku sendiri. Membiarkanku tenggelam dalam kesalahpahaman. Air mataku mulai menetes. Menyadari bahwa selama ini akulah yang telah membuat denis terluka. Aku tak pernah mempercayai cintanya yang tulus padaku.
Setelah semuanya berlalu, ku jatuhkan tubuhku dalam dadanya yang bidang. Aku memeluknya dan tangisanku meledak dalam pelukannya. Semua perih, semua rindu, semua sayangku padanya dan semua waktu yang selama ini ku sia siakan ku luapkan dengan tangis. Denis membalas pelukanku seperti dulu yang sering dia lakukan. Pelukan yang selalu kurindukan.
---------

“ jadi kamu ngajar disini?”
“ya. Dan aku menyukainya. Anak anak itu selalu memberi kejutan yang selalu membuatku rindu jika aku gak bertemu dengan meraka.”
“ kamu gak berniat untuk pulang, na?”
“sejujurnya, aku kepengen sih mas. Tapi belum tau kapan.”
“ lusa mas pulang ke kota. Masa cuti mas uda habis.”
“ tapi mas, aku kan masih kangen sama kamu” ucapku dengan nada manja.

Denis menarikku dalam pelukannya. Pelukan yang ntah mengapa ada rasa yang berbeda. Rasa hangat yang menjalar keseluruh tubuhku.
“ menikahlah dengan ku, Na..”
Aku terkejut mendengar perkataannya dan melepas pelukanku. Denis menggenggam kedua tanganku.
“ Maulana pradisca, menikahlah denganku “ pintanya sekali lagi.
Aku membeku menatap tanganku yang hilang dalam genggaman tangannya. Lalu perlahan menaikan pandanganku dan menatap bola mata denis yang penuh dengan harapan. Aku tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan.
“iya. Aku bersedia.”

Denis tersenyum bahagia. Ia mengecup mesra keningku dan kembali menarikku dalam pelukannya. Pelukan yang penuh kebahagian. Pelukan yang ku yakini hanya untukku dan milikku.
“ dan mulai sekarang, selama Mas gak ada di sisi kamu, berjanjilah apapun yang terjadi dan apapun yang kamu dengar dari orang lain, jangan coba coba meninggalkan ku lagi sebelum aku dating padamu dan menjelaskan semuanya”
“aku janji. Mulai saat ini aku janji akan percaya sepenuhnya pada mu, Mas. Selamanya.”
“ Mas benar benar merindukanmu, Na.”bisiknya kemudian.
“aku juga merindukanmu, Mas. Ahh..ya.dan aku mencintaimu”
Denis tertawa lembut ditelingaku.” Aku juga mencintaimu sayang”
Langit kembali meneteskan air bening dari awan kelabu. Namun senja ini tak lagi sama dengan yang kemarin. Kami justru menikmatinya dalam deras hujan sebagai luapan rindu yang tak pernah habis. Dan aku, tak lagi menyisakan sebersit benci terhadap hujan. Karena aku mengerti, hujan merupakan rahmat dari Ilahi yang patut di syukuri. Begitupun kisah ku bersama hujan. Aku mensyukurinya sebagai proses pendewasaanku dalam hidup.
Terkadang kita memang harus merasakan sakit untuk bias menceccap rasa bahagia. Merasakan kehilangan untuk mengetahui betapa berharganya arti seseorang untuk kita. Dan melalui semua ini aku belajar. Belajar tentang cinta. Bahwa cinta tidak pernah tega menyakiti tuannya, dan justru cara kita yang salah mencintai cintalah yang menyakiti kita. Dan aku belajar tentang mempercayai bahwa setelah hari ini berakhir dengan membawa cinta yang menghidupkan jiwa yang redup, maka hari esok pun tidak akan pernah sama lagi. Cinta tidak pernah salah. Tidak pernah. Cinta benar adanya. Hanya saja jalannya yang terkadang terjal dan berliku sering dijadikan lampiasan kesalahan yang sebenarnya dari kita sendiri
Terima kasih Tuhan untuk semuanya. Kau telah mengirimkanku sekeping hati yang indah untuk mengkokohkan sekeping hati yang ku punya..

THE END

OLEH: Devi Khairun Nisa
14 okt 2012 ; 20.00 WIB

Share & Like