SEPOTONG HARI YANG MENGHARUKAN
Karya Putri Tara Andesta
Karya Putri Tara Andesta
29 Mei 2011
Aku hanya menatap wajah kakek penuh dengan kebingungan.
“ kamu kenapa sayang??” tanya kakek tersenyum.
“ aku hanya bingung, bukankah tadi kakek minta ditemani untuk membeli kado tetapi mengapa sekarang kita malah ke tempat ini?” ucapku.
Kakek hanya membalas dengan senyuman.
Setelah membeli setangkai mawar putih dan taburan bunga, kami beranjak pergi dari toko bunga itu.
“ sebenarnya seseorang yang sedang berulang tahun pada hari ini siapa kek? Mengapa kado yang kakek berikan begitu romantis?”
“ yang pasti untuk seseorang yang romantis juga.” Ucap kakek singkat dan senyuman tidak pernah hilang dari wajahnya.
“ ehm.... aku tahu, pasti taburan bunga – bunga itu akan kakek sebar di depan rumahnya dan setelah itu, kakek akan mengetuk pintu rumahnya dan memberikan mawar putih ini, iya kan?” ucapku meledek.
“ kamu kenapa sayang??” tanya kakek tersenyum.
“ aku hanya bingung, bukankah tadi kakek minta ditemani untuk membeli kado tetapi mengapa sekarang kita malah ke tempat ini?” ucapku.
Kakek hanya membalas dengan senyuman.
Setelah membeli setangkai mawar putih dan taburan bunga, kami beranjak pergi dari toko bunga itu.
“ sebenarnya seseorang yang sedang berulang tahun pada hari ini siapa kek? Mengapa kado yang kakek berikan begitu romantis?”
“ yang pasti untuk seseorang yang romantis juga.” Ucap kakek singkat dan senyuman tidak pernah hilang dari wajahnya.
“ ehm.... aku tahu, pasti taburan bunga – bunga itu akan kakek sebar di depan rumahnya dan setelah itu, kakek akan mengetuk pintu rumahnya dan memberikan mawar putih ini, iya kan?” ucapku meledek.
Lagi – lagi kakek hanya tersenyum.
Tunggu sebentar!! Kira – kira seseorang itu siapa ya?? pasti dia adalah seorang wanita. Tetapi, menurut ibuku, kakek tidak akan pernah jatuh cinta lagi kepada wanita lain selain nenekku yang telah meninggal sekitar sebelas tahun tahun yang lalu.
“ Zahra?? Ayo kita kesana!” ajak kakek yang menghancurkan lamunanku.
“ Toko Buku???” batinku.
“ kakek untuk apa kita kesana? Apakah seseorang itu adalah seorang kutu buku??”
“ kakek hanya ingin menghadiah kannya sebuah Al- Qur’an.”
Aku semakin penasaran.
“ Zahra, tolong bantu kakek mencari rak buku yang memajang Al- qur’an ya!”
“ iya kek, bentar ya.... ehmmmm..... itu dia kek!!” seru ku sambil menunjuk pada rak buku yang berdiri di samping meja kasir.
Dengan perlahan, ku tuntun tubuhnya menuju rak itu.
“ sekarang kakek tinggal pilih.” Ucapku tersenyum.
Kali ini kakek hanya diam sambil menatap dan mengelus salah satu al – Qur’an yang berbaring disana. Aku sengaja membiarkannya. Tiba – tiba airmata mengalir dari kelopak matanya yang sudah keriput dan mengendur. Aku semakin tidak mengerti.
“ kakek mengapa menangis?” tanyaku perlahan yang mulai menyeka airmatanya dengan tissue.
“ kakek hanya kelilipan sayang, ayo sekarang kita kerumah seseorang itu dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya.” Ucapnya yang segera membawa al – qur’an itu ke meja kasir.
Di perjalanan, kakek tampak sangat senang dan seakan tidak sabar memberikan kado itu. Tetapi, mengapa al –Qur’an nya tidak di bungkus dengan kertas kado? Pasti kakek lupa.
“ kek, pasti kakek lupa ya?”
“ lupa apa?”
“ lupa untuk membungkus Al – Qur’an itu dengan kertas kado.”
“ oh.... kakek sengaja tidak menyampuli Al – qur’an ini dengan kertas kado karena yang dia butuhkan bukanlah kertas kado tetapi dia membutuhkan suara kakek disaat meng lafadz kan setiap ayat dalam Al –qur’an ini.”
Semakin bingung dan tidak mengerti.
Tiba – tiba mobil kami berhenti.
“ loh, kenapa berhenti pak?” tanyaku pada pak Dodi, supir kami.
“ kita sudah sampai mbak.” Ucap nya singkat.
“ kek, dimana rumahnya?? Mengapa dia betah tinggal di tempat seperti ini?” ucapku merinding
“ rumahnya ada disana, ayo kita kesana!!” ajak kakek penuh semangat.
Sebenarnya, disini tidak ada satu pun rumah yang berdiri. Yang ada hanyalah batu – batu nisan yang berdiri tegak dan berjajar rapih berwarna putih. Mungkin saja kakek sudah pikun dan aku hanya dapat memaklumi nya.
“ kenapa berhenti Kek??” tanyaku.
“ kita sudah sampai, sayang? Bersimpuh lah di sini”.
“ ka... kek.....” ucapku terbata.
Aku melirik pada batu nisan yang berdiri tegak itu bertuliskan sebuah nama yang sangat aku kenal, Dewi Marissa. Ya... ternyata seseorang yang sedang berulang tahun itu adalah almarhum nenekku.
“ assalamualaikum sayangku yang telah berbaring di tempat yang indah ini, hari ini aku membawa cucu kita yaitu Zahra. Mengajaknya di hari ulang tahunmu. Sayang, ini aku bawakan setangkai bunga kesukaanmu yaitu bunga mawar putih.” Ucap kakek sembari mengelus nisannya yang berwarna putih.
“ kakek, jadi seseorang yang sedang berulang tahun hari ini adalah nenek Marissa??” tanyaku penuh haru.
“ iya sayang. Kakek sengaja tidak memberitahu mu supaya engkau tidak menolak tawaran kakek, untuk menemani kakek ke makam ini.” Sambil mengelus rambutku yang terurai.
Dulu, sewaktu aku berusia 9 tahun, ibu pernah menceritakan masa lalu kakek yang indah dan manis ketika bersama nenek dulu. Ibu selalu bilang bahwa kakek adalah seseorang yang sangat romantis, penyayang dan penyabar. Disaat nenek jatuh sakit, kakek tidak pernah meninggalkan kebiasaannya yang selalu mencium keningnya, selalu memberikan bunga mawar putih dan masih banyak lagi kebiasaan manis kakek yang pernah ibu ceritakan padaku.
Aku masih menikmati suara kakek yang mengalun merdu disaat membaca ayat – ayat suci Al-Qur’an.
“ Maha Suci Allah dengan Segala Firmannya.” Sambil menutup Al –Qur’an itu.
Kakek sempat berdiam diri dan menunduk, aku dapat melihat bulir – bulir airmatanya yang menetes dan jatuh pada Al – qur’an yang sedang di pegangnya. Aku segera memeluk tubuhnya yang telah renta.
“ kakek, janganlah bersedih, bukankah tadi engkau tampak sangat senang disaat menyiapkan semua hadiah ini?”
“ kakek tidak sedih sayang, kakek hanya merindukan saat – saat bersama nenek dulu, saat mencium keningnya, memberikan tangkai – tangkai mawar putih dan .....” terhenti
“ dan apa kek?” menatap wajahnya yang telah basah oleh airmata.
“ dan.... saat bertadarus bersama nenek.”
“ kakek, mengapa engkau menghadiahkan nenek sebuah Al – qur’an??”
“ karena, Al-qur’an lah yang telah mempertemukan kakek dengan nenekmu.”
“ ceritakanlah padaku betapa berartinya Al – Qur’an bagimu, kek!” pintaku
“ Marissa sayangku, cucumu menginginkan cerita kita dulu, aku tahu engkau dapat mendengarnya, anggaplah cerita nostalgia ini sebagai kado ulang tahun untukmu.”
***
“ jangan pergi sayangku, tetaplah disini bersamaku aku tidak akan kambuh lagi, semua akan baik – baik saja!” pinta Marissa yang tak berdaya.
“ percayalah, engkau akan baik – baik saja setelah aku panggil kan dokter, tak akan lama sayang!” ucapku panik bercampur sedih.
“ sudah ku bilang, semua akan baik – baik saja, lagipula, aku kan baru saja menjalani operasi pencangkokan jantung beberapa hari yang lalu.”
“ tetapi, aku takut engkau akan anfal dan kembali drop lagi.”
“ tidak akan sayang. Sayang, aku merindukan baca – bacaan al – Qur’an mu, mau kah engkau bertadarus di hadapanku?” tersenyum sambil menggenggam jemari – jemari tanganku.
Aku hanya mengangguk dan mulai beranjak untuk mengambil Al- Qur’an pemberiaanmu.
Beberapa menit kemudian, aku telah selesai membaca kan Al-Qur’an untukmu. Engkau tampak tertidur pulas, aku mencoba pergi untuk memanggilkan dokter.
“ sudah ku bilang, jangan pergi sayang.” Ucapmu menahanku untuk pergi.
“ tetapi....”
“ bantu aku untuk menyandarkan tubuh ini, aku ingin bernostalgia bersamamu.”
Aku hanya mengikuti keinginanmu dan menyandarkan tubuhmu.
“ sayang, apakah engkau masih ingat tentang masa – masa kita dulu? Dulu, disaat kita baru menjadi sepasang kekasih, aku sempat mengajakmu untuk bertadarus tetapi engkau selalu menolaknya.” Ucap Marissa tertawa.
“ iya dulu aku selalu menolak karena padasaat itu aku masih buta terhadap huruf – huruf Al – Qur’an dan semenjak itu engkau selalu sabar mengajariku mengaji sampai aku bisa memahaminya dan engkau tidak lupa mengajari tajwid nya.”
“ sayang, apakah engkau masih mengingat kado pertamaku untukmu??” ucap Marissa
“ Al-Qur’an berwarna coklat, bukan?? Aku tidak akan melupakan itu, sayang! Karena melalui mu aku dapat merubah hidupku menjadi lebih baik.” Ucapku dengan asyik tanpa menghiraukan keadaanmu yang sesungguhnya sudah semakin melemah.
“ sayang, aku sudah merasa ngantuk tetapi, mau kah engkau memelukku?? Biarkan aku tidur dalam pelukkanmu?” pintamu dengan mata sayup.
“ aku akan selalu bersedia, sayang.” Ucapku yang mulai memeluk tubuhmu.
“ sayang, satu lagi, saat ini aku sedang menggenggam sebuah kertas surat yang sengaja aku berikan untukmu tetapi, aku ingin engkau membaca nya disaat aku sudah tertidur.” Ucap Marissa yang masih memelukku.
“ mengapa tidak sekarang saja?”
“ aku hanya ingin engkau menuruti keinginanku, tak bisakah?”
“ baiklah sayang, aku akan membacanya disaat engkau sudah tertidur, tetapi mengapa engkau memberikan aku sebuah surat??”
Marissa hanya diam dan pelukkannya terasa mengendur.
“ Marissa, apakah engkau sudah tertidur??”
Terdiam dengan mata terpejam.
“ Marissa.... Marissa... mengapa engkau begitu cepat tertidur, padahal aku masih ingin memelukmu.” Menggoncang- goncangkan tubuhnya
Airmata tak kuasa mengalir di pipiku. Ya... Marissa sudah tertidur untuk selama – lamanya. Mimpikah aku? Benarkan secepat ini Marissa meninggalkan aku?
“ untuk suamiku tercinta, Haris
Sayang, maafkanlah aku karena, sepertinya nanti aku tidak bisa mengajarimu untuk mengaji lagi tidak bisa membimbing mu disaat belajar tajwid. Sayang, jangan pernah melupakan aku, Marissa, istrimu. Aku ingin menitipkan pesan padamu, jangan pernah tinggalkan shalat, selalu selipkan doamu untukku dan tetaplah menjadi Ayah yang baik untuk anak – anak kita. Sayangku Haris, janganlah menangisi kepergiaanku karena dengan rencana Allah ini aku sudah cukup bahagia daripada harus merepotkanmu dan anak – anak gara- gara penyakitku ini yang seakan tidak pernah berkesudahan. Sayang, sebelum aku menjalani operasi, aku sempat membelikanmu Al – Quran lengkap dengan tajwidnya, Al – Quran nya ada di dalam lemari kaca yang ada di sudut sana. Sayang, tetaplah belajar mengaji walaupun aku sudah tak bersamamu lagi.
Sayang, jangan lupa selalu bawakan mawar putih disaat engkau mengunjungi tempatku nanti. :’)
Aku akan selalu menyayangimu, biarlah Al-Quran yang menjadi awal dan akhir dalam hidup kita.”
***
“Kakek, kisahmu sangat indah dan manis.” Ucapku yang telah dibanjiri linangan airmata.
Kakek hanya diam sambil mengelus pundakku.
“ selamat ulang tahun sayangku.” Ucap kakek sambil menebarkan kelopak – kelopak bunga pada pusara nenek.
Aku masih terharu dan menangis...
Tunggu sebentar!! Kira – kira seseorang itu siapa ya?? pasti dia adalah seorang wanita. Tetapi, menurut ibuku, kakek tidak akan pernah jatuh cinta lagi kepada wanita lain selain nenekku yang telah meninggal sekitar sebelas tahun tahun yang lalu.
“ Zahra?? Ayo kita kesana!” ajak kakek yang menghancurkan lamunanku.
“ Toko Buku???” batinku.
“ kakek untuk apa kita kesana? Apakah seseorang itu adalah seorang kutu buku??”
“ kakek hanya ingin menghadiah kannya sebuah Al- Qur’an.”
Aku semakin penasaran.
“ Zahra, tolong bantu kakek mencari rak buku yang memajang Al- qur’an ya!”
“ iya kek, bentar ya.... ehmmmm..... itu dia kek!!” seru ku sambil menunjuk pada rak buku yang berdiri di samping meja kasir.
Dengan perlahan, ku tuntun tubuhnya menuju rak itu.
“ sekarang kakek tinggal pilih.” Ucapku tersenyum.
Kali ini kakek hanya diam sambil menatap dan mengelus salah satu al – Qur’an yang berbaring disana. Aku sengaja membiarkannya. Tiba – tiba airmata mengalir dari kelopak matanya yang sudah keriput dan mengendur. Aku semakin tidak mengerti.
“ kakek mengapa menangis?” tanyaku perlahan yang mulai menyeka airmatanya dengan tissue.
“ kakek hanya kelilipan sayang, ayo sekarang kita kerumah seseorang itu dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya.” Ucapnya yang segera membawa al – qur’an itu ke meja kasir.
Di perjalanan, kakek tampak sangat senang dan seakan tidak sabar memberikan kado itu. Tetapi, mengapa al –Qur’an nya tidak di bungkus dengan kertas kado? Pasti kakek lupa.
“ kek, pasti kakek lupa ya?”
“ lupa apa?”
“ lupa untuk membungkus Al – Qur’an itu dengan kertas kado.”
“ oh.... kakek sengaja tidak menyampuli Al – qur’an ini dengan kertas kado karena yang dia butuhkan bukanlah kertas kado tetapi dia membutuhkan suara kakek disaat meng lafadz kan setiap ayat dalam Al –qur’an ini.”
Semakin bingung dan tidak mengerti.
Tiba – tiba mobil kami berhenti.
“ loh, kenapa berhenti pak?” tanyaku pada pak Dodi, supir kami.
“ kita sudah sampai mbak.” Ucap nya singkat.
“ kek, dimana rumahnya?? Mengapa dia betah tinggal di tempat seperti ini?” ucapku merinding
“ rumahnya ada disana, ayo kita kesana!!” ajak kakek penuh semangat.
Sebenarnya, disini tidak ada satu pun rumah yang berdiri. Yang ada hanyalah batu – batu nisan yang berdiri tegak dan berjajar rapih berwarna putih. Mungkin saja kakek sudah pikun dan aku hanya dapat memaklumi nya.
“ kenapa berhenti Kek??” tanyaku.
“ kita sudah sampai, sayang? Bersimpuh lah di sini”.
“ ka... kek.....” ucapku terbata.
Aku melirik pada batu nisan yang berdiri tegak itu bertuliskan sebuah nama yang sangat aku kenal, Dewi Marissa. Ya... ternyata seseorang yang sedang berulang tahun itu adalah almarhum nenekku.
“ assalamualaikum sayangku yang telah berbaring di tempat yang indah ini, hari ini aku membawa cucu kita yaitu Zahra. Mengajaknya di hari ulang tahunmu. Sayang, ini aku bawakan setangkai bunga kesukaanmu yaitu bunga mawar putih.” Ucap kakek sembari mengelus nisannya yang berwarna putih.
“ kakek, jadi seseorang yang sedang berulang tahun hari ini adalah nenek Marissa??” tanyaku penuh haru.
“ iya sayang. Kakek sengaja tidak memberitahu mu supaya engkau tidak menolak tawaran kakek, untuk menemani kakek ke makam ini.” Sambil mengelus rambutku yang terurai.
Dulu, sewaktu aku berusia 9 tahun, ibu pernah menceritakan masa lalu kakek yang indah dan manis ketika bersama nenek dulu. Ibu selalu bilang bahwa kakek adalah seseorang yang sangat romantis, penyayang dan penyabar. Disaat nenek jatuh sakit, kakek tidak pernah meninggalkan kebiasaannya yang selalu mencium keningnya, selalu memberikan bunga mawar putih dan masih banyak lagi kebiasaan manis kakek yang pernah ibu ceritakan padaku.
Aku masih menikmati suara kakek yang mengalun merdu disaat membaca ayat – ayat suci Al-Qur’an.
“ Maha Suci Allah dengan Segala Firmannya.” Sambil menutup Al –Qur’an itu.
Kakek sempat berdiam diri dan menunduk, aku dapat melihat bulir – bulir airmatanya yang menetes dan jatuh pada Al – qur’an yang sedang di pegangnya. Aku segera memeluk tubuhnya yang telah renta.
“ kakek, janganlah bersedih, bukankah tadi engkau tampak sangat senang disaat menyiapkan semua hadiah ini?”
“ kakek tidak sedih sayang, kakek hanya merindukan saat – saat bersama nenek dulu, saat mencium keningnya, memberikan tangkai – tangkai mawar putih dan .....” terhenti
“ dan apa kek?” menatap wajahnya yang telah basah oleh airmata.
“ dan.... saat bertadarus bersama nenek.”
“ kakek, mengapa engkau menghadiahkan nenek sebuah Al – qur’an??”
“ karena, Al-qur’an lah yang telah mempertemukan kakek dengan nenekmu.”
“ ceritakanlah padaku betapa berartinya Al – Qur’an bagimu, kek!” pintaku
“ Marissa sayangku, cucumu menginginkan cerita kita dulu, aku tahu engkau dapat mendengarnya, anggaplah cerita nostalgia ini sebagai kado ulang tahun untukmu.”
***
“ jangan pergi sayangku, tetaplah disini bersamaku aku tidak akan kambuh lagi, semua akan baik – baik saja!” pinta Marissa yang tak berdaya.
“ percayalah, engkau akan baik – baik saja setelah aku panggil kan dokter, tak akan lama sayang!” ucapku panik bercampur sedih.
“ sudah ku bilang, semua akan baik – baik saja, lagipula, aku kan baru saja menjalani operasi pencangkokan jantung beberapa hari yang lalu.”
“ tetapi, aku takut engkau akan anfal dan kembali drop lagi.”
“ tidak akan sayang. Sayang, aku merindukan baca – bacaan al – Qur’an mu, mau kah engkau bertadarus di hadapanku?” tersenyum sambil menggenggam jemari – jemari tanganku.
Aku hanya mengangguk dan mulai beranjak untuk mengambil Al- Qur’an pemberiaanmu.
Beberapa menit kemudian, aku telah selesai membaca kan Al-Qur’an untukmu. Engkau tampak tertidur pulas, aku mencoba pergi untuk memanggilkan dokter.
“ sudah ku bilang, jangan pergi sayang.” Ucapmu menahanku untuk pergi.
“ tetapi....”
“ bantu aku untuk menyandarkan tubuh ini, aku ingin bernostalgia bersamamu.”
Aku hanya mengikuti keinginanmu dan menyandarkan tubuhmu.
“ sayang, apakah engkau masih ingat tentang masa – masa kita dulu? Dulu, disaat kita baru menjadi sepasang kekasih, aku sempat mengajakmu untuk bertadarus tetapi engkau selalu menolaknya.” Ucap Marissa tertawa.
“ iya dulu aku selalu menolak karena padasaat itu aku masih buta terhadap huruf – huruf Al – Qur’an dan semenjak itu engkau selalu sabar mengajariku mengaji sampai aku bisa memahaminya dan engkau tidak lupa mengajari tajwid nya.”
“ sayang, apakah engkau masih mengingat kado pertamaku untukmu??” ucap Marissa
“ Al-Qur’an berwarna coklat, bukan?? Aku tidak akan melupakan itu, sayang! Karena melalui mu aku dapat merubah hidupku menjadi lebih baik.” Ucapku dengan asyik tanpa menghiraukan keadaanmu yang sesungguhnya sudah semakin melemah.
“ sayang, aku sudah merasa ngantuk tetapi, mau kah engkau memelukku?? Biarkan aku tidur dalam pelukkanmu?” pintamu dengan mata sayup.
“ aku akan selalu bersedia, sayang.” Ucapku yang mulai memeluk tubuhmu.
“ sayang, satu lagi, saat ini aku sedang menggenggam sebuah kertas surat yang sengaja aku berikan untukmu tetapi, aku ingin engkau membaca nya disaat aku sudah tertidur.” Ucap Marissa yang masih memelukku.
“ mengapa tidak sekarang saja?”
“ aku hanya ingin engkau menuruti keinginanku, tak bisakah?”
“ baiklah sayang, aku akan membacanya disaat engkau sudah tertidur, tetapi mengapa engkau memberikan aku sebuah surat??”
Marissa hanya diam dan pelukkannya terasa mengendur.
“ Marissa, apakah engkau sudah tertidur??”
Terdiam dengan mata terpejam.
“ Marissa.... Marissa... mengapa engkau begitu cepat tertidur, padahal aku masih ingin memelukmu.” Menggoncang- goncangkan tubuhnya
Airmata tak kuasa mengalir di pipiku. Ya... Marissa sudah tertidur untuk selama – lamanya. Mimpikah aku? Benarkan secepat ini Marissa meninggalkan aku?
“ untuk suamiku tercinta, Haris
Sayang, maafkanlah aku karena, sepertinya nanti aku tidak bisa mengajarimu untuk mengaji lagi tidak bisa membimbing mu disaat belajar tajwid. Sayang, jangan pernah melupakan aku, Marissa, istrimu. Aku ingin menitipkan pesan padamu, jangan pernah tinggalkan shalat, selalu selipkan doamu untukku dan tetaplah menjadi Ayah yang baik untuk anak – anak kita. Sayangku Haris, janganlah menangisi kepergiaanku karena dengan rencana Allah ini aku sudah cukup bahagia daripada harus merepotkanmu dan anak – anak gara- gara penyakitku ini yang seakan tidak pernah berkesudahan. Sayang, sebelum aku menjalani operasi, aku sempat membelikanmu Al – Quran lengkap dengan tajwidnya, Al – Quran nya ada di dalam lemari kaca yang ada di sudut sana. Sayang, tetaplah belajar mengaji walaupun aku sudah tak bersamamu lagi.
Sayang, jangan lupa selalu bawakan mawar putih disaat engkau mengunjungi tempatku nanti. :’)
Aku akan selalu menyayangimu, biarlah Al-Quran yang menjadi awal dan akhir dalam hidup kita.”
***
“Kakek, kisahmu sangat indah dan manis.” Ucapku yang telah dibanjiri linangan airmata.
Kakek hanya diam sambil mengelus pundakku.
“ selamat ulang tahun sayangku.” Ucap kakek sambil menebarkan kelopak – kelopak bunga pada pusara nenek.
Aku masih terharu dan menangis...
PROFIL PENULIS
Nama : Putri Tara Andesta
Alamat : Jl. Raya PKP Gg. Anggur RT.004 RW.012 No.33 Jakarta Timur
FB : putritara@yahoo.co.id
TW: @putritaraa
Alamat : Jl. Raya PKP Gg. Anggur RT.004 RW.012 No.33 Jakarta Timur
FB : putritara@yahoo.co.id
TW: @putritaraa
No. Urut : 1200
Tanggal Kirim : 05/10/2012 10:31:55
Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya.