Cerpen Cinta Romantis - Yakinkan Manis Pahit Hidupku

YAKINKAN MANIS PAHIT HIDUPKU
Karya Ellen Silviani

Hari ini hari senin, tapi hari ini juga hari dimana aku berolahraga, yah namun seperti biasa aku hanya menjadi mnonton saja saat teman temanku berolaharaga.
“pagi, Febri” ucap temanku menyapa.
“pagi” sapaku juga. Tapi, dia duluan berlari ke kelas, sepertinya dia terburu-buru.
Suasana di kelas, tidak seramah suasana saat di luar sekolah tadi. Ya memang teman temanku di kelas tidak begitu akrab denganku, malah terkadang aku hanya sendiri sampai pulang sekolah. Seperti biasa aku duduk di pojok kanan ruangan dekat jendela kelasku itu.
Aahhh begitu sendiri dan tidak mempunyai teman, entah mengapa semua orang terasa jauh dariku, aku memang murid baru di kelas itu, tapi itu sudah dari 3 bulan yag lalu. Mungkin memang sudah sifatku sangat susah untuk bersosialisasi.

Pelajaran ketiga setelah upacara kelasku berolahraga, hari itu kelasku bermain kasti, tapi aku tidak ikut berolahraga seperti biasa.
Aku hanya di pinggir lapang melihat teman-temanku berteriak bahagia, kesal, capek, dan berlari bersemangat. Ah sayang aku tidak bisa ikut dalam permainan itu, apa ini yang membuatku menjadi tidak bisa bersosialisai?
Sang jagoan, Faya. Gadis yang berusia paling muda di kelasku, berambut panjang sedikit bergrlombang, berpostur tubuh langsing tapi sangat aktif berolahraga dan pintar di kelasnya.
Ya! Dia memukul bola itu dengan sangat keras sampai melambung entah kemana bola itu.
“hey Febri! Kalau kamu tidak keberatan bisa carikan bola itu, karena kamu kan 1 1nya yang tidak bermain” pinta Faya.
“yah baiklah” aku berlari mencari kemana bola itu.
Aku tidak menemuka bola itu, walau aku mencari sampai belakang gedung olahraga. Sedikit berjalan lebih ke belakang lagi aku menemuka bola itu, tapi bola itu berada dekat semak semak yang, ya cukup untuk menguji keberanian. Saat aku mulai berjalan mendekat bola itu aku tersandung dan masuk ke dalam semak semak, bola itupun semakin jauh memasuki semak belukar yang hampir tiga perempat tinggi badanku, aku menjongkok dan mengambil bola itu “aahh ini dia bola yang sangat menyebalkan itu” ocehku.
Saat aku menegakan badanku terlihat seorang laki laki bersandar pada sebuah pohon sambil memjamkan matanya, juga terlihat dia memakai earphone.
Sejenak aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, terasa angin semilir menebas tubuhku, rambutku bergoyang tertebas hembusan angin, suara gesekan dahan dan daun semakin menenangkan suasana itu. “laki laki itu, siapa?, mengapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku?” tanyaku pada diriku sendiri yang termengo sambil memegang bola kasti.
Namun aku tersadarkan, saat dia membuka mata dan melepaskan eraphonenya. Tingakahku menjadi salah dan langsung aku mengalihkan pandanganku darinya.
“darimana kamu tahu tempat ini?” tanyanya dingin.
“em, tadi aku sedang mencari bola, tapi tiba tiba aku tersandung dan masuk ke semak semak yang tinggi itu” jawabku.
“oh, jangan beritahu tempat ini kepada oranglain, ini tempat rahasiaku” ucapnya yang mulai berdiri dan berjalan menjauh. “oohh ya 1 hal lagi, jika tidak ingin keluar melewati semak itu, tinggal berjalan lurus saja, nanti kamu akan menemukan pagar yang terlihat usang, kamu tinggal meloncati pagar itu.” ucapnya mengehntikan langkahnya.
“eh em, eh ya baiklah, terimkasih”

Dengan langkah yang tidak pasti aku menuruti saran dari lakilaki itu, ya memang aku menemukan sebuah pagar usang bercat putih dan sudah berkarat.
“bagaimana aku melompatinya, sedangkan aku memakai rok seperti ini” tanyaku pada diriku sendiri yang memang pagar itu cukup tinggi untuk diloncati. tapi daripada aku harus meloncati semak belukar yang menyramkan itu, dengan amat terpaksa akupun melocati pagar itu. susah sih, tapi dengan kemauan yang besar aku bisa melewati pagar itu.
Segera aku berlari kelapangan lagi.
“darimana aja bu, ngambil bola aja kok lama?” Tanya Chris.
“iya, maaf, soalnya bolanya gak tau kemana jadi harus dicara dulu”
“ya sudahlah, makasih ya udah di ambilin” ucap Chris membawa bola itu dan berlari masuk ke lapangan kembali.
Aku langsung duduk kembali di pinggir lapang. Tanpa kusadari aku memikirkan kejadian tadi. Terbesit di fikiranku gaya laki laki itu saat dia bersandar pada pohon itu. mungkin aku memang tersenyum gaje, saat memikirkan itu, sampai sampai Neo, menanyakannya.
“Feb? kamu gak apa-apa?” ucapnya sambil meraba-raba keningku.
“aahh iya apa?” ucapu yang baru tersadar.
“kamu kenapa senyam senyum sendiri kaya gitu, ngeri banget” ucapnya sambil duduk di sebelahku.
“aah masa aku senyam senyum sendiri?” ucapku kaget.
“iya”
“aku gak nyadar”
“emng lagi mikirin apa sih?”
“enggak, udah ah lupain aja”
“ya udah” jawab Neo, sambil berjalan dan mengajaku ke kantin.

Setelah berapa lama aku memilah dan memilih makanan dan membayarnya aku dan Neo makan di tempat Favorit kami. Neo emang temen yang paling deket sama aku di kelas.
“minggu depan pertandingan sepakbola nasional” keluh Neo saat mengunyah makanannya.
“sepakbola nasional?”
“iyaa, tim sekolah kitakan sudah juara seprovinsi, jadi masuk ke nasional deh”
“wah hebat banget dong?”
“loh, kamu gak tau? Berita ini udah nyebar dari beberapa hari lalu”
“iya aku baru tahu hari ini”
“oh iya, nanti juga aku ada latihan pulang sekolah, kalo kamu mau, kamu bisa kok nonton”
“emngnya bole?”
“yaa tentu aja boleh”
“yosh! Nanti aku bakalan nonton deh.”

Akupun menanti nanti pulang sekolah, karena ini pertama kalinya aku menonton klub sepakbola latihan. Waktu terasa lama, tapi waktu itupun datang dengan sendirinya.saat aku berjalan dengan Neo ke lapang, hand phone ku berbunyi tenyata sms dari mamah.
“Febri, pulang sekolah langsung pulang ya, hari ini Opa, sama Oma dateng ke Jakarta, jadi jangan sampai telat ya sayang.”
“aaahh mamah” ucapku kecewa.
“kenapa Feb?”
“udah di suruh pulang sama mamah, gak apa-apa ya duluan”
“yaa, sayang banget tapi ya udah deh, take care ya Feb”
“iya, thanks ya”
“iya, eh Feb, kalo mau besok juga ada latihan kok”
“serius?”
“iya”
“okeh, besok aja deh aku nontonnya”
“oke”
***

Paginya, Neo meneleponku katanya hari ini dia tidak akan sekolah, kerena sakit.
“yah gagal lagi deh mau nonton latihan club sepakbola” ucapku pada diriku sendiri.
Tiba-tiba Neo sms aku lagi “Feb, kalau mau nonton club sepakbola hari ini di lapang sepulang sekolah mereka pasti bakalan latihan”. Ya pastiya aku pengen banget nonton latihan itu, tapi aku gak punya temen jadi gak bakalan rame kalau aku harus nonton sendiri.
Sepulang sekolah, aku memberanikan diri duduk di bangku penonton ditemani sebotol mnuman dingin dan satu cup kentang goreng.
Ternyata saat latihannya saja, siswa yang lain suka ikut menonton, bahkan bangku penonton hampir penuh, juga terlihat wajah Faya dari salahsatu wajah penonton. Coba saja ada Neo pasti bakalan lebih seru lagi. Tiba tiba ada 2 orang perempuan di sebelahku berbisik dengan nada yang kecewa “sayang sekali hari ini dia tidak latihan, padahal aku kesini untuk melihatnya”

Langsung terbesit dalam fikiranku “Neo?” apa mereka mencari Neo? Apa Neo sepopular itu dikalangan remaja putri? Dengan memberanikan diri aku bertanya pada perempuan itu
“maksud kalian siapa? apakaha Neo?”
Kedua perempuan itu berhenti berbicara dan menatap wajahku dalam, dengan tatapan bingung.
“aahh bukan, tentu saja bukan Neo, tapi sahabatnya, bintang dari lapangan sepakbola sekolah ini” jawab salahsatunya.
“siapa?”
“apa kamu tidak mengetahuinya? dia orang yang sangat popular di sekolah ini”

Aku hanya menggeleng pasti.
“ya sayang sekali, hari ini dia tidak mengikuti latihan, jadi kami tidak bisa menunjukannya” jawab salahsatu yang lainnya.
“memang siapa namanya?”
“kamupun tidak tau namanya?”
“tidak” ucapku sedikit ragu.
“Ray? Apa kamu tidak mengenalnya?”
“Ray? Bahkan namanya saja aku baru mendengar”
“haduuhh”
“sudah ya kami duluan, Ray tidak hadir, jadi tidak seru saat menonton.”
“e-em” ucapku sambil menganguk.

Perlahan-lahan waktu latihan baru berjalan 15 menit, tapi bangku penonton yang tadinya penuh kini hanya tinggal sampah sampah bekas makan para penonton. Wajah Faya yang tadi ikut serta dalam kerumunan penonton juga sudah tidak ada lagi. Waktu ke 30, bangku penonton benar benar kosong yang ada hanyalah aku dan 2 orang laki laki yang merupakan pelatih mereka.
Jam 5 sore. Semuanya baru selasai, menonton latihanini sangat menyenangkan bagiku. Kerumunan pemain itu berjalan di depanku dan seperti menyebut nyebut nama Ray. Kalau telingaku tidak salah mendengar kaliamtnya itu berbunyi “ah, Ray memang bintang dari semua bintang, tanpa Ray pendukung hilang 100% dari biasanya”
Mndengar ucapan temannya saja, aku yakin kalau Ray itu pasti orang yang sangat berpengaruh di team nya.
Saat matahari sudah mulai terbenam, langit kuning mulai terpancar, aku sedikit memberskan tempat penonton yang dipenuhi sampah sampah, sekitar 15 menit aku baru selsai membersihkannya ya walaupun tidak terlalu bersih.
Aku menuruni 1 persatu bangku penonton, tanpa sengaja aku melirik bola yang menganggur di tengah lapang. Dengan ide evil ku, aku berlari ketengah lapang dan menendang bola itu dengan sekuat tenaga.
“Hiyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaatt”

Tapi tiba-tiba bola yang ku tendng dengan sekuat tenaga itu berhenti pada sebuah kaki, mataku mulai bergeser dari kakinya ke lututnya, ke perutnya, dan kewajahnya. Saat aku melihat wajahnya mataku berbinar, aku kembali tidak bisa melepaskan pandanganku “dek dek” jantungku terasa berdebar lebih keras.
“laki laki itu?” hatiku membatin dan masih termengo.
“kamu lagi” tiba tiba ucapnya.
Kemudian dia menendang bola itu sekuat tenanga, dan dengan sekali tebas, bola itu masuk ke gawang.
“Hebat” ucapku pelan.
“apa yang kamu lakukan sore sore seperti ini disini? Apa kamu tidak takut dengan sekolah yang sudah sepi seperti ini?” tanyanya.
“aah, aku tadinya ingin pulang, tapi sebelum itu aku ingin menendang bola itu. ya tentu saja tidak kenapa aku harus takut”

Tanpa menghiraukan jawabanku dia mengucapkan seuatu “pergilah dari lapangan, aku ingin berlatih, kamu bisa pulang atau duduk di bangku penonton” ucapnya yang berjalan mengambil bola.
Karena aku penasaran akupun duduk di bangku penonton.
Dengan sekuat tenaga, dan semangat dia berkali kali memasukan bola kedalam gawng dengan mudahnya. Mataku tak bisa berlaih darinya dia sangat hebat, dia terlihat lebih kece saat dari keningnya bercucur keringat, mataku semakin bulat terkagum kepadanya. Dia berjalan kearahaku, ku kira dia ingin berbicara denganku, tapi ternyata dia mengambil air minum yang ada di sebelahku. Dengan sorotan cahaya matahari terbanam, dia menyiramkan air itu kemunya, kilauan air yang berjatuhan, pembiasan dari cahaya matahari sore itu, semakin membuat wajahnya bercahaya.
“em, bisa tolong ambilkan tasku di belakangmu” ucapnya
“aah, ya tentu saja” ucapku berbalik dan mengambilkan tas itu.

Dia membuka tasnya menambil handuknya dan mengelapkan handuk kewajahnya.
“terimkasih” ucapnya.
Jantungku semakin berdebar, saat dia duduk di sebalhku dan tib-tiba saja di menyodorkan tangannya dan berkata “Ray, kamu?”
Aku hanya terdiam saat dia berkata seperti itu, dan ternyata inilah Ray, yang menjadi bintang di lapangan.
Akupun menjabat tangannya “Febri” ucapku sambil tersenyum.
“sudah hampir jam 6, ayo kita pulang.” Ucapnya.
Dan sore itupun aku berjlana pulang bersamanya. Dan sore itu adalah sore yang sangat istimewa dalam hidupku.
***

Esok hari, akupun ketagihan untuk melihat latihan sepak bola, namun ada hal berbeda di hari itu, aku ditemani Neo. Ya, tidak apa meski sebenarnya aku berharap sekarang aku lebih baik sendiri.
Mataku melihat tajam ke arah Ray, meski tak sekalipun dia berbalik melihatku. Latihan yang seru itupun kembali berakhir pukul 5 sore. Aku memberanikan diri memberi Neo dan Ray sebotol air mineral, neo mengambilnya dengan senyum, tapi Ray “ambil saja, aku bisa membeli itu sendiri” sebuah ucapan yang terdengar agak sombong di telingaku. Ya, tidak apa, dia memang sudah terkenal cuek dengan para gadis.
***

Hari ini, pertandingan akbar itupun terjadi, dalam kerumunan penonton, aku mencoba menjinjit-jinjitkan kakiku karena postur tubuhku yang sedikit kurang tinggi alias Pendek. Pertandingan itu sangat seru, bahkan aku merasa terhanyut masuk dalam pertandingan itu, teriakanku untuk menyemangatinya tak henti henti aku ucapkan. Di menit ke 70an Sebuah gol pertama di cetak oleh Ray, dengan tendangan yang sama seperti waktu itu. skor berubah menjadi 1-0. Sampai pertandingan usai skor masih tetap sama yaitu 1-0.
Selepas pertandingan usai aku memberi Neo sebotol air mineral, dan kali ini aku tidak membeli untuk Ray.
“aahh pertandingan yang sangat menyenangkan” ucap Neo dengan muka berseri.
“memang.” Jawabaku singkat sambil tersenyum mengingat Ray saat memasukan bola kedalam gawang.
Dari kejauhan, aku melihat Faya memberi Ray sebotol air mineral, dia menerimanya dengan senyuman lebar, tak seperti saat menolaku kemarin. Senyumku berubah menjadi keluh, apakah aku harus merasa sakit? harusnya aku tidak seperti ini, karena aku tak pernah ingin mencintainya, bukan! bukan itu! ini bukan tentangku tapi perasaannku, perasaan yang tak pernah bisa berkata bohong, ya aku mencintainya saat ini juga dan detik ini juga.
“Feb?” Tanya Neo menyadarkan lamunanku.
“eehh eem iyaa? Apa??” jawabku gelagapan
“ngelamunin apa, sampe sampe aku ngomong gak di denger?”

Jujur sebenarnya aku lagi mikirin Ray, tapi gak mungkin aku ngomong itu.
“haa? Sorry deh, emng tadi kamu ngomong apa?” jawabku yang memang tidak sekitpun mendengarnya berbicara.
“aah gak jadi” jawabanya ketus.
“sorry deh”
“Feb, temenin aku ya?” tanyanya tiba-tiba
“kemana?”
“ikut aja deh pokonya” ajak dia sambil menarik tanganku.

Tiba tiba aku di bawa ke gedung belakang,
“ngapain sih ketempat sepi gini?” tanyaku heran
“Feb?” tiba tiba jawabnya serius
“aahh, apaan? Kok jadi gini sih? Aneh tau”
“sebenernya__________?”
“sebenernya?? Apa?”
“aku suka sama kamu”
‘DEG’ dadaku seperti tertimpa jutaan batu, sesak dan tak bisa berkata kata. Bukan seperti ini yang aku mau, aku hanya menganggap dia sahabat, tidak lebih. Apa yang harus aku katakana sekarang? Tidak mungkin aku mengatakan perasaanku yang sebnarnya.
“Feb?” tanyanya menyadarkan lamunanku sekali lagi.
“apa?”
“gimana? Kamu maukan jadi pacar aku?”
“sebelumnya sorry banget ya Yo, bukannya aku gak mau, tapi………………..”
“tapi? Apa?”
“ada cowok lain yang aku suka” ucapku yang merasa bersalah.
“siapa?”
“Ray” jawabku yang tanpa kusadar, aku mengupackan namanya.
“Ray?” ucapnya mungkin tidak percaya juga. “gitu ya Feb, ya udah gak apa-apa, aku bakalan bantu kamu kok, biar kamu bisa dapetin Ray” lanjutnya.
“kamu gak marah kan?”
“ya enggak lah Feb”
“tapi kalopun gtu kita tetap sahabatankan?”
“pasti, balik yu ah” nada yang berbeda diucapakan neo
“kamu beneran baik aja kan?”
“udah ahh buruan balik” ucap Neo menarik tanganku lagi.

Apa benar perasaan Neo baik saja? Apa aku salah mengatakan itu? tapi itu akan lebih menyakitkannya jika aku harus berpura pura mencintainya.
***

Suatu hari saat pulang sekolah, aku iseng kembali datang ke belakang gedung olahraga, aku berjalan menyusuri dan sampai di depan sebuah pagar putih yang berkarat itu, aku menatap tajam pagar itu, mengingat kejadian saat pertama kali aku bertemu dengan Ray.
“ngapain kamu disini?” suara seorang laki laki yang terdengar dingin namun lembut.
Aku membalikan padanku dan ternyata itu Ray.
“enggak apa-apa kok”
“minggir, aku mau masuk” jawabnya sambil meloncati pagar itu.
“biasa aja kali” jawabku sewot yang tiba tiba saja menyeledek.
“kalo mau, kamu boleh masuk ko” jawabny tanpa menghiraukan ucapanku.
“enggak usah makasih” jawabku sewot.
“kalo gak niat masuk, ngapain kamu kesini?” jawabnya

Dengan rasa malu pula aku masuk meloncati pagar putih itu, tapi saat aku menuruni pagar, rok ku tersangkut pada sela sela kawat, hampir aku terjatuh tapi secepat kilat dia menahan beban tubuhku, secepat itupun aku menangkap kedua matanya, aku nanatap matanya dan dia juga menatapku, degup jantungku semakin kencang, mungkin jika bukan karena gesekan angin, degup jantungku akan terdengar keras. ini kali pertamanya tubuhku sangat dekat dengannya. Saat itu, seperti ada magnet yang membuatku tak bisa mengalihkan pandanganku, aku ingin terus menatap matanya. Namun aku tersadar saat dia mengalihkan tatapan dan sedikit berdehem, aku merasakan wajahku memanas, begitupun dia, aku melihat wajahnya semerah tomat.
“ah em, eh makasih” ucapku gelagapan.
“makanya kalo jalan tuh hati hati” ucapnya langsung meninggalakanku.
“iyaa aku minta maaf”
Tapi tanpa mendengar perkataaanku, dia malah meninggalkanku dan berlalu cepat dari pandanganku.
“eehh tunggu” ucapku berlari mengejarnya.
Tapi dia tidak sedikitkpun menghentikan langkahnya atau memperlambat jalannya.

Seperti waktu itu dia berjalan dan langsung duduk di bwah pohon yang waktu itu juga. bersandar dan memasang earphone di telinganya, aku tertegun melihatnya dia tampak sedikit lebih keren dari biasanya, tunggu bukankah dia memng sudah keren? :o. lama aku memandanginya dia mungkin tersadar dan merasa tidak nyaman.
“apa yang kamu liat? Jangan menatapku seperti itu” ucapnya masih memejamkan mata.
“haa? Emm ehh” jawabku gelagapan, darimana dia tahu aku melihatnya bukankah dari tadi dia terus memejamkan kedua matanya? Tapi, beberapa saat kemudian dia membuka matanya.
“bodoh!”
“maksudmu?”
“apa yang akan kamu lakukan disini? Ini tempat istimewa, kalau kamu kesini cuman buat matung kaya gitu, meningan balik aja deh” ucapnya dingin.
“abis, inikan tempat orang, kalau aku ngapa-ngapain sesuka hati aku, takutnya di bilang gak sopan.”
“siapapun yang udah nemuin tempat ini, ini bakalan jadi milik bersama”
“kalo milik bersama, kenapa cuman kamu doang yang disini, ya mungkin sekarang ditambah aku”
“yak arena mereka belum nemuin tempat ini, sudah cepat, mau pergi dari tempat ini atau mau berhenti matung kaya gitu?”
“yeeeyyy, ngusir lagi”
“siapa yang ngusir”

Daaaaaaaaaaannn terjadilah sebuah debat panjang antara aku dengan Ray, finally yang kalah adalah aku, dengan sedikit malu, aku melangkahkan kaki dan ikut duduk di bawah pohon itu.
“menenangkan bukan?” tanyanya dengan nada yang berbeda dari tadi, sangat lembut pula.
“haa??” ucapku seakan tak percaya sikapnya sangat mudah berubah
Dengan jawabnaku yang seperti itu, dia tidak meresponku.
Dadaku terasa kembang kempis, dak dik duk mulai menyerbu lagi hatiku.

Keheningan menerpa, yang terdengar hanya suara angin yang hilir mudik, suasana ini mengingatkanku saat pertama kali bertemu dengannya. Tanpa menyadarinya aku tersenyum kecil.
“kamu kenapa? Masih waras kan? Senyam senyum sendiri?”
“aahh apa? enggak”
“enggak waras maskudnya?” :o
“bukan begitu, tapi enggak apa-apa kok”
“ooh”
Suara angin yang begitu menenangkan membuat rasa kantuk menyerangku.
Mataku mulai terasa berat. Daan, setelah itu entah apa yang terjadi, aku tak bisa mengingatnya, namun yang aku rasa sebuah sandaran yang terasa nyaman dan hangat, tapi aku tak tau apa itu.
Lama aku tertidur, aku baru bangun 1 jam kemudian, Ray sudah tidak ada lagi di tempat itu, namun ada sebuah botol minuman yang bertempelakn sebuah kertas.
‘kalau mau tidur jangan disandaran orang, berat tau :p, nih kalo nanti bangun minum dulu,biar gak pusing. Oh ya, sory ya duluan ada urusan penting. Besok aku tunggu kamu disini lagi
Ray ’

Kurasa itu sudah agak lama, karena air minum itu bercucran air yang tadinya dingin kini sudah mulai menghangat.
Ternyata sandaran yang nyaman dan hangat itu adalah sandaran Ray.
“makasih” ucapku pelan dan tersenyum.
Aku berdiri meraih tasku dan minuman itu, aku mulai berjalan tapi beberapa langkah, aku melihat sosok laki laki yang berdiri menyender pada sebuah pohon yang menjulang tinggi.
“Ray?” ucapku
Dia membalikan badannya, ternyata memang benar itu Ray.
“udah bangun?”
“ya udah buktinya bisa berdiri” ucapku
Tiba-tiba dia berlari dan mendekap tubuhku.

Apa ini? Apa yang terjadi? Mengapa menjadi seperti ini? Mataku membulat tak ku mengerti semua yang terjadi, apakah ini masih bagian dari mimpi indahku atau ini memang sebuah kenyataan? Apakah benar yang sekarang memeluku adalah Ray? Ray yang aku kagumi dan aku cinta? Ku harap ini memang benar benar dia dan bukanlah sebuah bagian dari mimpi indahku. Tapi meski aku meyakinkan diriku, aku masih belum bisa percaya ini adalah nyata. Sampai dia berkata
“ini nyata” ucapnya tepat di telingaku.
Barulah aku menyadari bahwa itu benar benar nyata.
“apa yang kamu mau, kenapa kamu buat aku gak ngerti.”
“watashi Febri no koto ga suki (Febri, aku menyukaimu)” ucapnya dengan bahasa jepang, yang memang kebetulan kami berdua mengikuti les bahasa jepang.
“jangan membuat aku bingung” aku mencoba melepas dekapan Ray, tapi dia malah memeluku semakin erat.
“don’t leave me”
“lalu apa yang harus aku lakukan?”
“jawab semua pertanyaaku”
“love you too” ucapku tanpa kusadari.

Entah bagaimana hal itu bisa terjadi, yang jelas saat ini aku masih tak percaya. Dia bisa ku miliki. sejak saat itu, tanggal 22 Februari 2012 aku sah menjadi pacarnya, dan dialah cinta pertama yang pernah kumiliki, dan semoga untuk yang terakhir juga :). Tapi kami berdua sepakat untuk saat ini, kita menjalin hubungan backstreet, biar gak nimbulin masalah.
***

Namun, walau hubunganku dengan Ray sebatas backstreet, kata kata gombal sering ia katakana, terkadang kami berangkat dan pulang bersama, makan siang bareng, bercanda tawa dan bahagia bersama. Bahagia rasanya, aku menggapai semua angan angan dalam mimpiku.
Setengah tahun, 1 tahun dan sampailah tahun kedua aku bersama dengan Ray, juga Tahun terakhirku ada di SMA ini. Menjelang akhir tahun ini, tubuhku mulai ngedrop lagi, darah dihidungku lebih sering keluar dari biasanya, tubuhku semakin melemah, terkadang wajahku menjadi pucat, akhir akhir ini aku juga lebih sering check out ke dokter. Dokter bilang penyakit di jantungku semakin parah sejak 4 bulan lalu. Memang 4 bulan kebelakang aku jarang mengecek kesehatanku, karena tugas akhir sekolah yang sangat menumpuk.
***

Saat pulang sekolah, Ray mengajaku ke tempat bisa, dimana aku pertama kali bertemu dengannya.
“ada apa Ray, kok muka kamu murung gitu?” jawabku yang dari tadi Ray hanya menampakan senyum pahit saat menatapku.
Dia tidak merespon, dia sekali lagi menampakan senyum pahitnya itu.

Aku tak tahan lagi, aku langsung berhenti di depannya “kamu kenapa sih? Baru kali ini aku liat kamu semuram gini”
“Feb sebenernya”
“sebenernya apa?” seribu Tanya mulai menghantuiku, apa dia ingin mengakhirinya hari ini?
“sebenernya kemarin malam Faya sms”
“Faya? emang Faya sms apa?”
“Faya bilang suka sama aku, malah sampe dia nembak aku” jawabnya terasa berat. _dua tahun ini memang kami masih dalam tahap backstreet_
Aku hanya terdiam tak percaya mendangar kata-kata itu, ingin rasanya aku menjerit, mengeluarkan semua kemarahan yang aku rasakan, 1000 jarum terasa menusuk ke dalam dada, bahkan 1000 belumlah sama dengan rasa sakit yang kurasakan saat ini. Jantungku seperti berhenti berdetak.
“Feb, kok muka kamu lansgung pucet?” Tanya Ray tiba-tiba. Yang memang aku merasakan pusing yang sangat, tapi kesakitan itu tidaklah sama dengan sakit hatiku saat ini.

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, aku hanya terdiam, aku takut mengatakannya. Tak kurasa. Mataku mengeluarkan sebuah cairan hangat yang mengalir setetes demi setetes.
“Febri?” ucap Ray pelan.
Tiba tiba, dia memeluku dalam, tapi aku tidak bisa membalsnya, tubuhku terasa kaku untuk itu.
“don’t leave me” ucapku
“Feb mana bisa aku ninggalin kamu”
“but please hurting me” ucapku berat, sesak didada, terasa sebuah batu menganjal dalam dadaku.
“apa?” Tanya Ray tak percaya. Dan langsung melepaskan pelukannya menatapku tajam.

Rasanya enggan untuk menatap matanya kembali, aku hanya bisa membalikan badanku menahan air mataku agar tidak terjatuh lagi, mengusap air mata yang telah jatuh.
“Feb?”
“Ray, terima dia, biarkan dia masuk dalam hatimu menghiasi hatimu, dan menjaga hatimu, biarkan dia bahagia, merasakan kebahagiaan yang selama ini aku rasakan, biarkan hatimu jatuh cinta kepadanya, aku akan bahagia jika orang lain merasakan indahanya jatuh cinta bersamamu, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku” air mataku mengalir semakin derasanya, bahkan sangat sulit untuk ku hentikan. Saat aku mengusap air mataku, ditanganku tercecer sebuah cairan hangat berwarna merah, ternyata aku kembali mimisan, aku semakin takut, aku takut Ray tahu tentang ini. Aku pun berlari meninggalkannya, tapi saat semuanya terasa jauh dia menghentikanku.
“Feb, aku gak ngerti maksud kamu, maksud kamu apa?”
“Ray, jika aku menjadi Faya, maka akan terasa sakit jika kamu menolakku, jadi terimalah ia, sebagaimana aku menerimamu dengan sepenuh hatiku” Jawabku amat termata berat, apakah aku benar, menjaga perrasaan orang lain, tapi mengorbankan hatiku, rasa sesak ini kembali menerjang smua perasaanku.
“Feb, kalau itu mau kamu, aku lakuin” *jleb, dadaku sesak, aku tak bisa berkata kata, hatiku teriris sampai kedalam inti intinya. “tapi, aku yakin kamu tau, siapa perempuan yang benar benar ku cinta, siapa perempuan yang benar benar ku sayang, siapa orang yang amat termat berrti dalam hidupku, yang tak akan pernah aku tinggalkan untuk selamanya.” Ucapnya yang juga terdengar sedikit berbeda, apa dia menangis?
Darah yang mengalir dari hidungku semakin banyak. Bukan maksudku untuk meninggalakan Ray, tapi aku takut Ray tahu semua ini. Akupun berlari meninggalkan Ray dengan hati yang teramta sakit.
***

Kejadian kemarin membuat kondisiku semakin lemah, hari ini aku dianjurkan untuk berisirahat di rumah. Susat izin pun sudah dikirim mamah.
Hari itu, dimulai dari jam 7 pagi sampia jam 10 malam, ada lebih dari 100 sms dari Ray menanyakan kondisiku, dan lebih dari 70 misscall darinya juga. Tapi tidak 1 pun aku meresponnya. Bukan, bukannya aku marah, tapi aku tak bisa jika Ray harus sedih karena tahu penyakitku.
1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu aku belum juga masuk sekolah untuk memulihkan kondisiku yang ambruk di minggu kedua.
Beratus ratus kali Ray, sms, misscal, chat, ngewall, ngetweet, dan lain sebagainya, tapi tak ada 1 pun yang berani aku balas, sampai beberapa kali dia mengunjungi rumahku tapi tak sekalipun aku menemuinya.. Sampai dari 3 hari lalu dia berhenti mengsms dan menghubungiku. Rasanya ada hal yang berbeda, apa aku salah mendiamkannya seperti itu, maaf Ray, aku takut kamu mengkhawatirkan kondiisi tubuhku yang buruk ini.
Akhirnya di awal bulan Februari, aku baru masuk sekolah. Berbagai Tanya menyertai hari hariku di sekolah, termasuk sahabatku Neo. Tapi tak ku lihat Ray berjalan ke kelasku. Bahkan mendengar suaranyapun tidak. Namun, saat istirahat kedua, aku bau melihatnya lagi, rasanya rindu menyerang saat bertemu denganya. Ingin rasanya ku peluk dia erat. Tapi saat aku tepat ingin menyapanya, seorang perepuan berjalan dengannya, ya itu Faya.

Benar, aku lupa kalau sekarang Ray bukan hanya miliku seorang, dia memiliki Faya, Faya yang amat mencintainya.jantungku berguncang dengan kerasnya, ingin ku sesali semua yang terjadi tapi bukan, bukan bagaimana aku bersikap egois, tapi menerima apa yang telah ku perbuat dan berusaha menerima keegoan orang lain.
“Feb, RU ok?”
“aah em, iya aku baik kok”
“kamu tau tentang Ray sama Faya?”
“iya aku tau kok”
“kok kamu masu sih di dua gitu Feb? lagian Si Ray nya juga kurangajar banget sih, kurang apa coba sahabat gue ini, sampe sampe dia tega ngedua gitu”
“Yo, biarin Ray bahagia”
“dengan cara ngorbanin perasaan kamu kaya gini?”
“Yo, kalo diantara kita gak ada yang mau ngalah, dan cuman ngandelin ego masing masing, gak bakalan ada yang namanya bahagia di dunia ini“
“emng kamu bahagia diginiin sama si Ray?”
“aku bahagia, bahagia saat dia tersenyum tapi bukan untuku, bahagia saat di tertawa meski itu bukan bersamaku, bahagia saat melihat dia tenang meski itu bukan karenaku, dan meski itu membuat luka yang amat sakit dihatiku, tapi kebahagiaannya adalah obat terbesar untuk menyembuhkannya.”
“sumpah Feb, kalo aku jadi si Ray, aku gakan pernah ninggalin kamu selamanya.”
“thanks ya Yo”
***

Hari ini tanggal 22 Februari, tepat hari ajdiku dengan Ray yang ke dua tahunnya. Hari ini aku sengaja mengajak Ray pergi bermain bola sore nanti, dia menyetujuinya. Aku sudah lama sekali tidak bermain, tertawa dan berjalan bersamanya. Sudah ku cipta ciptakan kejadian kejadian saatku bersamanya nanti, pasti akan menyenangkan sekali.
Kami berjanji ketemu dilapangan sepakbola jam 4 sore, tapi sekarang sudahn jam 4.20 Ray belum juga datang. 4.30 Ray masih belum juga datang, aku tidak bisa menghubunginya karena hapeku lowbatt. Langit mulai terlihat mendung, sebuah rintikan rintikan hujan mulai menetes ke permukaan bumi. Kini tetesan itu menajdi deras dan semakin deras. Tapi Ray belum juga datang, tubuhku mulai merasakan dingin. Tapi aku tetap yakin Ray akan datang menemuiku. 1 jam berlalu Ray masih belum datang juga. Aku mencoba memberinya kesempatana dan menunggunya setengah jam lagi. Tapi tinggal 3 menit waktuku habis, dia tidak datang juga. Apa dia lupa? Seribu Tanya mulai menghatuiku. 17.30 teng, Ray belum juga menampakan wajahnya, akhirnya akupun meninggalkan lapangan itu, dengan tubuh menggigil, dan terasa sangat pusing menerjang kepalaku, terasa lemas untuk kuberjalan, rasanya aku ingin ambruk saat itu juga. Tapi aku menahanya dan mencoba untuk tetap kuat. Tepat di depan gerbang, saat aku akan masuk ke dalam mobil, aku melihat Ray sedang bersama Faya. Hatiku teriris pisau yang amat tajam, sekejam itukah Ray? Melupakan semua janjinya denganku? Aku malah melamun di depan mobilku, dengan rasa yang teramat sakit, aku mengalirkan airmataku lagi, tapi untunglah aku berada di tengah derasnya hujan jadi orang tidak akan tau sekarang aku sedang menangis.
Buru buru mang Ojo menjemputku dan memayungiku, langsung aku di berikan selimut tebal dan secangkir teh hangat.
Kondisi badanku saat itu, langsung drop banget.
Kembali esok harinya aku tidak masuk sekolah, padahal tinggal menghitung waktu, aku akan UN. Aku mnunggu sms dan telpn dari Ray, tapi hari itu tidak ada 1 pun sms ataupun telepon dari Ray.
***

31 Mei 2012
Asiiikkk, UN selsai, semuanya telah selsai. Namun penyakitku tak kunjung usai, malah semakin hari tubuhku semakin lemah, penyakit di tubuhku kian hari kian mengegerogoti tubuhku ini, suatu ketika, aku tak sanggup menahan sakitnya jantung ini, entah apa yang terjadi, namun sekarang aku harus menginap di RS untuk beberapa lama, tapi aku merasa gelap dan kaku, apakah aku telah meninggal atau hanya koma?


Ray POV (POV bisa di bilang sudut pandang, jadi cerita kali ini dilihat dari sudut pandang Ray)
Aku mendengar kabar Febri masuk rumah sakit dan koma, sebenarnya dulu aku sangat mengkhawatirkannya, aku lelah berpura pura tak perduli dengannya, berusaha bahagia saat dekat dengan Faya. Tapi tidak, aku tidak pernah merasa bahagia saat dekat dengan Faya. Aku minta maaf jika hari itu aku tidak menmuimu, ku kira, kamu sudah tidak perduli dengan hubungan kita, karena cintaku saat itu seperti tak terbalaskan.
Saat sampai dirumah sakit. Aku melihat orang tua Febri menangis lirih, apa yang sebenernya terjadi, apa Febri baik saja?
“om, tante” ucapku.
“Nak Ray” ucap mamahnya masih menangis.
“apa Febri baik saja?”
“sekarang dia koma, kondisinya memburuk saat selasai UN”
“sbenarnya Febri sakit apa?
“sebenarnya dari 5 tahun lalu dia udah punya penyakit jantung, tapi dia gak pernah menginginkan orang lain tau itu”
“apa? 5 tahun lalu?” ucapku tak percaya jika Febri seorang gadis yang ku kenal kuat, periang,menyenangkan dan tegar itu mengidap penyakit yang amat mematikan seperti itu? apa ini bukan cobaan yang terlalu susah untuknya? Mengapa harus dia? Apa ini tanda kasih sayangmu kepda Febri ,tuhan, memeberinya cobban seperti ini.
“apa boleh aku melihatnya?”
“ya, tentu saja”
Aku melangkahkan kaki kedalam ruangan dimana kekasihku terkujur kaku dan lemah. Tapi aku yakin hatinya dapat mendengarkan aku.

Aku menggapai tangannya menggenggam tangannya yang begitu dingin.
“Feb, kamu bisa denger aku kan? Aku mohon maafin aku Feb, aku adalah orang terbodoh yang selama ini ninggalin kamu. Feb aku gak pernah niat ninggalin kamu, aku gak pernah mencintai perempuan selain kamu, aku gak pernah jatuh cinta kepada orang lain selain kamu, kamu denger itu Feb, kamu harus bisa bertahan kalau kamu pergi siapa yang bakalan nemenin aku lagi? Siapa yang akan membuatku bertahan? Dan tegar? Siapa yang bakalan nyemangatin aku pas tanding lagi? Apa kamu udah gak mau liat aku tanding lagi? Febri jawab aku, jangan diem aja Feb” tak bisa terbndung lagi, airmataku jatuh dan membasahai tangan Febri.
Sebenarnya enggan untuku meninggalkan Febri, tapi besok ujian masuk universitas, jadi aku harus bersiap, dan ini sudah hampir jam 11 malam.
“nak Ray, apa tidak sebaiknya pulang, ini sudah malam.”
“tapi”
“biar tante yang jaga”
Sebelum aku meninggalakannya, aku mencium tangan dan kening Febri.
***

Febri POV
Perlahan aku mulai membuka kedua mataku, ada secarih cahaya yang mulai ku lihat, aku memandanga berkeliling, aku melihat papah, mamah, Neo, dan beebrapa dokter, tapi rasanya ada 1 orang yang tak kulihat, ya Ray, diamana Ray? Apa dia tidak datang hari ini.
“Feb, kenapa aja? Lama amat sih tidurnya, mimpiin siapa aja Feb?” Tanya Neo
“Yo, dimana Ray?”
Raut muka Neo menjadi berubah, mengapa dia berubah apa terjadi seusatu dengan Ray?
Namun disela pembicaraanku dengan Neo, dokter memberiku sebuah kabar.
“nak Febri, selamat penyakit yang selama ini kamu derita sudah sembuh, dan sekarang kami tim dokter, menyatakan kamu sembuh, dan kemungkinan besar, jika kamu menjaganya baik baik, kamu bisa sembuh total”
“bukannya penyakit saya ini sudah sangat parah?”
“nak Febri tidak usah memikirkan itu, lebih baik sekarang nak Fberi istirahat.”

Dokterpun meninggalakanku.
“Yo, Ray mana?”
“Ray sakit, jadi gak bisa kesini sekarang”
“Ray sakit apaa? Aku pengen ngejenguk dia”
“Feb, kamu juga barus sembuh, meningan kamu pulihin dulu kondisi kamu, nanti aku anter kamu ketemu Ray”
“oke deh yo, janji ya?”
“iya janji”
Neo meninggalakanku keluar kamar, dia terlihat sedang membicarakan sesuatu dengan mamah dan papahku, yang aku lihat mamah dan papahku hanya mengangguk angguk saja, mungkin itu kabar baik.

1 minggu berlalu, hari ini Neo mengajaku untuk bertemu dengan Ray. Aku sangat senang sekali dan ingin rasanya setelah aku bertemunya nanti akan kuceritakan semua mimpi mimpiku tentangnya saatku tertidur. tapi rasanya jalan yang aku lalui bukanlah jalan ke rumah Ray. Apa mungkin Ray sudah pindah rumah, setelah aku koma?
Aku terkejut, dan tak bisa berkata apa-apa saat mobil kami berhenti, dadaku terasa sakit, nyeri dan seperti tertusuk ribuan jarum, apa maksudnya ini?
“Yo, maksud kamu ngajak aku kesini apa? Aku pengen ketemu Ray”
“Feb, ini rumah Ray yang baru, tempatnya beristirahat buat selama-lamanya Feb”
“Yo, kamu jangan boong, bilang kalo ini gak nyata, bilang kalau ini cuman becanda, jawab Yo, ini cuman becanda kan? Ray masih idup kan Yo? Kamu jangan becanda ini gak lucu tau yo. Aku pengen ketemu Ray”
“Feb, dengerin aku, jantung yang di cangkok ditubuh kamu itu jantung Ray, dia kecelakaan pas nengok kamu” ucapnya sambil memegangi bahuku, mencoba menyadarkan kenyataan yang pahit ini.
“yo kamu bohong kan?” tubuhku seketika lemas, air mataku mengalir derasnya, tak kusangka, Ray sudah tidak ada didunia ini.
Akhirnya akupun diantar kesebuah makam, yang bernisan nama Ray Pratama. Aku semakin tak percaya kalau ini memang terjadi.
“Ray? Kenapa kamu gak pamit dulu sama aku? Ray? Kenapa kamu gak datang terus bilang kalau ini gak nyata, bukannya kamu sendiri yang bilang kalau aku harus bertaha hidup, tapi kenapa malah kamu yang ninggalin aku sendiri Ray, Ray aku mohon kamu datang dan bilang kalau ini gak nyata” ucapku putus asa, terasa tak ingin percaya akan hal itu. air mataku terus mengalir, entah sampai kapan aku bisa menghentikan tangisanku ini.

Tiba tiba sebuah angin semilir terhembus, dan dari angin itu aku seperti mendengar suara Ray
“ini nyata” aku tersadar, dan mulai menerima kenyataaan yang amat teramat pahit.
“Ray?” ucapku berdiri dan melihat berkeliling
“kamu kenapa Feb?” Tanya Neo
“barusan aku denger suara Ray”
“apa? Mungkin cuman halusinasi kamu aja”
“ya itu mungkin” aku kembali berjongkok, ‘tapi ini nyata, ini bukan hanya halusinasiku saja, aku benar benar mendengar suara Ray, apa kamu mendengar semuanya Ray? Apa kamu ingin mencoba meyakinkan hatiku lagi? Makasaih dan sekarang aku yakin meski ini sangatlah berat.’ Batinku. Akupun berdoa untuknya, agar dia bisa bahagia di alam sana, dan semoa setiap malam kamu bisa liat aku di atasa sana, sebagai bintang yang paling bersinar di langit.
“makasih ya Ray, udah nyelametin hidup aku” =) ucapku di akhir sebelum aku pulang.

==TAMAT==

PROFIL PENULIS
Nama : Ellen Silviani (salam kenal)
Alamat emai: ellen.silviani13@gmail.com atau ellen_silviani@yahoo.com
Alamat fb: ellen silviani

Baca juga Cerpen Romantis, Cerpen Remaja dan Cerpen Cinta yang lainnya.
Share & Like