Cinta di Ujung Senja - Cerpen Romantis

CINTA DI UJUNG SENJA
Karya Echae

“Apakah kau tahu seperti apa jatuh cinta?”
Katamu kala itu tanpa mengalihkan pandanganmu pada awan yang berarak riang.
“Entahlah!”jawabku sembari menggelang pelan.
Walau aku tahu kau pasti tak melihatnya.Kau terlalu sibuk dengan langit sore.Menikmati indahnya mega merah di ufuk selatan.
Kualihkan pandanganku sejenak.
“Apakah kau tahu seperti apa perasaanmu padaku?”
Aku kembali menggeleng.Kali ini kau melihatnya.
“Benar,kau pasti tak tahu,”lanjutmu bergumam nyaris tak terdengar.
Kau tersenyum tipis.Lalu kita kembali terdiam.Terus diam.Hingga akhirnya aku mengingat hari itu sebagai kenangan.

Senja,begitulah aku mengenalmu di hatiku.Hal terindah dan terbaik yang pernah kumiliki namun tak pernah kusadari.Seperti langit sore yang akan selalu hadir tanpa kita minta.Seperti embun yang berkaca-kaca mengantar pagi,lalu jatuh dan merasuk ke tanah.Namun akan kembali menyapa lembut pagi esok hari.

Aku tak sadar betapa pentingnya kau dalam hidupku,hingga kau lenyap dari hidupku.Sejak sore itu aku tak pernah bisa menemukanmu.Kau bagai lenyap ditelan bumi.Atau mungkin terbang bersama angin dengan begitu cepatnya tanpa sempat mengucapkan salam perpisahan.

“Nugie!”
Suara kakakku yang cempleng mengakhiri lamunan panjangku.Tanpa berkata aku segera bangkit dan membuka pintu.
“Apa?”
“Jangan suka meninggalkan barang disembarang tempat!Menganggu tahu!”gerutunya kesal.Ia meraih telapak tanganku kasar lalu meletakkan BBku di dalamnya.
“Kepalaku sampai pusing mendengarnya!”
“Siapa yang telfon?’
“Mana aku tahu,”jawabnya kemudian melengos pergi tanpa permisi.
Aku kembali ke ranjang.Kuamati layar HPku.Private number.
“Sial!”
***

Sudah tiga tahun Senja.Namun entah mengapa kau tak jua hilang dari kepalaku.Mungkin ada yang salah dengan program di otakku.Harus segera di install ulang.Tak ada yang pernah membuatku begini.Karena bagi seorang Don Juan sepertiku tak ada ceritanya setia.Apalagi menunggu sesuatu yang tak benar-benar ada.Ganti pacar sudah layaknya ganti baju.Bahkan sejak SMA dulu teman-temanku menjulukiku Cassanova.

Lagu PSY melengking seiring HPku yang bergetar berirama.Sejenak kulirik nama yang muncul di layar.Indi.
“Ah….ini dia!’gumamku dalam hatiIni adalah kesempatan agar aku bisa bertemu dan memintanya untuk melupakanku.Akhir-akhir ini dia jadi super protektif.Membuatku risih.
Tp aku tak enak hati memintanya bertemu hanya untuk menyakitinya.Apalagi selama ini dia sangat baik dan setia.
“Hallo,Nug!”Serobotnya cepat setelah kutekan tombol accept.
“Ya!”
“Kau ada acara malam ini?’katanya to the point.Dia memang bukan seseorang yang suka basa-basi.Bahkan bisa dikategorikan tak tahu malu.
Aku berfikir sejenak sambil menimbang-nimbang.
“Nug!”
Ah….dia memang sungguh tak sabaran.
“Gak ada.Kenapa?”
“Temani aku resepsi temanku!”
“Siapa?”
“Bukannya kamu juga diundang?”

Aku terdiam.Mengingat-ingat.
“Jangan bilang kamu lupa!Rangga.Temanmu futsall.”
Kutepuk kepalaku.Bagaimana aku bisa lupa.aku bisa jadi bahan bulan-bulanan seminggu penuh klub futsall kalau aku sampai tak datang.
“Iyaa…,”jawabku akhirnya setelah mendapatkn kembali kesadaranku.
“Iya apanya?”
“Iya aku temani.Dijemput jam berapa?”
“Tujuh tepat.”
“Yaa,”
“Jangan terlambat!”

Klik.Sambungan terputus.Dan aku kembali tenggelam dengan kasurku yang empuk.
***

“Aku masuk dulu!”katanya terburu-buru setelah turun dari mobil.
“Yaa…!”
“Tunggu aku lobby!”
Tanpa berkata lagi ia berjalan tergesa.Aku tahu pasti dia pergi kemana.Toilet.Dasar wanita.Dandan berjam-jam di rumah masih belum afdol kalau belum mematut diri di kaca toilet.

Dengan kepercayaan diri penuh kulangkahkan kakiku.Aku tahu semua mata sedang melirik padaku sembari berbisik satu sama lain.
“Lihat!kau bintangnya malam ini!”kata Ian yang tiba-tiba saja sudah berdiri disampingku sambil tergelak.
“Bukannya sudah begitu dari dulu!”kataku pede.
Ia hanya manggut-manggut lalu merangkulku.
“Kau datang bersama Indi?”
“He-eh!”
“Aku melihatmu diparkiran!”
“Oooo….
“Jangan-jangan ada yang nyusul Rangga,nih!godanya.
“Imposible!Aku sedang mencari moment yang tepat untuk melepasnya,”kataku berbisik.
Ian menghentikan langkahnya,memandangku sejenak.Sepertinya sedang mencari kesungguhan disana.
“Dasar Cassanova!”katanya sembari tergelak.Akupun ikut tersenyum lebar.
Namun segera senyumku lenyap tak bersisa saat kulihat sosok yang berdiri di samping Rangga.
“Senja…,”panggilku tertahan.Tepat bersamaan dengan Indi yang memanggil namanya juga lalu memeluknya bahagia.
“Senja dan Rangga?Oh tidak……!”bisikku dalam hati.
Seluruh tubuhku bergetar.Semua kepercayaan diriku terberangus.Aku terhempas.Bagaimana bisa?Tuhan kumohon jangan bermain dengan hatiku.

Entah mendapat ide darimana segera kulangkahkan kakiku menjauh.Aku harus pergi sebelum Rangga atau Senja menyadari kehadiranku.Hal itu tiba-tiba saja terbesit di benakku.Sebagai cara mempertahankan hati dan reputasiku.
“Mau kemana?”Tanya Ian ketika menyadari ketergesaanku.
“Aku ada urusan penting,”jawabku asal.
“Tapi bagaimana pestanya?’
“Aku segera kembali!”bohongku
“Indi…..?”
Kuangkat sebelah tanganku tepat dipelipis.Ian sepertinya mengerti isyaratku.
“Ok.Akan ku urus!”
“Sip….!”
Aku segera berbalik dan mempercepat langkahku.
“Jangan lupa pesta bujangan nanti malam!”katanya setengah berteriak.
Kubalikkan tubuhku sebentar lalu tersenyum kecut sebelum kulanjutkan langkahku.Kuharap Ian tak tahu arti senyumku dan betapa galaunya aku.

Kuinjak pedal gas dalam-dalam ketika menyetuh tol yang kebetulan sedang lenggang.Seolah aku sedang berlomba dengan ribuan jarum tajam yag mengoyak hatiku.Aku ingin segera sampai rumah lalu merebahkan tubuhku yang tiba-tiba terasa begitu penat.Ah ternyata aku begitu melankolis.Toh,pada akhirnya cassanova sepertiku terpuruk dalam cinta.
BBku terus bordering.Begitu banyak nomor yang muncul silih berganti di layarnya.Aku sungguh tak berminat menjawab satu pun dari sekian banyak panggilan itu.Aku ingin sendiri.Aku butuh ruang dan waktu untuk menata hatiku.
Tuhan,tolong!Aku adalah Don Juan yang sedang galau dan patah hati!Mengapa mereka begitu ribut.Tidak bisakah mereka berpesta tanpa aku?

Kuurungkan niatku pulang.Kubanting stir ke kiri menuju pantai.Sepertinya pantai jauh lebih baik untukku daripada tenggelam di kamarku yang sumpek dan pengap.Setidaknya aku bisa menghirup angin laut untuk mengisi kembali kekuatanku.Berbisik pada ombak yang berdebur.Atau tenggelam di balik kemudi dalam pekatnya malam tanpa seorangpun mengganggu perenunganku.
***

Kubuka mataku perlahan saat sinar matahari menerobos celah jendela mobilku yang terbuka.Jam di dashboard menunjuk angka 7.Aku tersenyum tipis.
“Saatnya melanjutkan hidup!”ujarku sembari menekan tombol ON di pojok atas HPku.
Lagu PSY melengking dengan hebatnya,membuatku begitu kaget.
“Yaa,ada apa?”
“Ada apa bagaimana?Kemana kau semalam?Kenapa tidak pulang?”semprot kakakku di seberang.
“Kakak aku ini pria dewasa!”
“Lalu….,”
“Tidak masalah kau sekali-kali tidak pulang.”
“Siapa yang melarangmu?”
“Baguslah!”

Kakak tak bersuara.Diam.Namun masih kudengar desah nafasnya.Dan sambungan juga belum terputus.
“Kak!”panggilku hati-hati.
“Hm…,”
“Maaf,seharusnya aku menelfon!”
“Ya.Syukurlah kau baik-baik saja.Aku takut terjadi sesuatu.HPmu juga gak aktif.Siapa tahu pulang pesta bujang kau mabuk lalu tabrakan.”
“Kakak,kenapa berfikir aneh-aneh?Kakak kangen ya?”ledekku.
“Dasar bodoh!Cepat pulang!”
“Iyaa….,”
“Ada kejutan untkmu…,”suaranya terdengar begitu riang.
“Apa ?”
“Cepat pulang!Nanti kau juga tahu….,”

Klik.Sambungan terputus.Dasar kakak.Dia pasti sedang balas demdam karena aku sudah membuatnya khawatir semalam.Sekarang dia ganti membuatku penasaran.
***

Di sepanjang jalan aku terus menebak-nebak kejutan apa yang menungguku di rumah.Namun tak kutemukan jawaban.
Kuedarkan pandanganku menyapu seluruh ruang tamu sesaat setelah kutinggalkan mobilku begitu saja di halaman depan.Aku beralih keruang keluarga.Ke dapur.Ruang makan.Garasi.Taman belakang.Ruang baca.Sudah kujelajahi seluruh rumah namun tak ada yang kutemukan,selain Bik Inah yang sibuk mencuci.
Aku bergegas memburu kakak ke kamar.Mungkin dia sedang mandin.Tapi hanya kutemukan memo tertempel di pintu kamarnya.

- Aku keluar belanja –

“Huuff!”aku mendengus kesal dan kecewa.
Sepertinya kakak sedang mengerjaiku.Dan bodohnya aku percaya dengan begitu mudahnya.Lagipula kejutan apa yang ku harapkan.Tak ada yang special.Satu-satunya yang tersisa hanya kakak,setelah ayah dan ibu meninggal dalam kecelakaan pesawat saat melakukan perjalanan bisnis.Aku masih terlalu kecil untuk mengerti.Kakak mengambil alih semua tanggung jawab dan membesarkanku.Itu juga alasan kenapa ia belum juga menikah sampai sekarang.
Aku sering mendesaknya,namun ia terus mengelak.
“Kau saja yang menikah duluan!Kakak bru menyusul,”ia selalu berkata begitu.
Aku pun selalu tak bisa berkata apa-apa selain menggerutu.Mesti aku tahu kenapa dia begitu.Dia sangat menyayangiku.Dia ingin memastikan adiknya yang badung ini bahagia,baru ia bisa memikirkan kebahagiaan untuk dirinya.

Gontai ku arahkan langkahku ke kamar.Perutku terasa tak nyaman.Mungkin masuk angin.
Kriitt…….
Kutarik handle pintu,Namun pemandangan yang kutemukan membuatku kaget setengah mati.Sosokmu sepertinya juga sama kagetnya denganku.Hingga buku-buku yang tadinya bertumpuk rapi di meja jatuh berserakan ke lantai tersenggol tanganmu yang terburu-buru bangkit dari kursi karena melihatku.
“Senja!”panggilku gemetar.
Nama itu meluncur begitu saja dari mulutku.Kucubit lenganku.Sakit.Bukan mimpi.Tapi bagaimana ini bisa terjadi?Bukankah semalam aku melihatnmu berdiri di samping Rangga dalam acara pertunangan.Lalu bagaimana pagi ini kau bisa muncul di depanku?bahkan duduk tenang dalam kamar mebaca koleksi bukuku.
Ah….aku pasti sudah gila.Hingga aku bisa bermimpi dalam sadar.
“Kau baik-baik saja!”tanyamu hati-hati.Mungkin kau menyadari ketakpercayaanku.
“I…iya,”jawabku gugup sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
“Maaf,Kak Vira menyuruhku menunggu disini!”
“Kak Vira?”
“He-eh,”dia mengangguk pelan.
Mungkin ini kejutan tang kakak maksud.Aku melangkah ke ranjang.Ku hempaskan pantatku pelan.Sembari menata hati dan fikirku.Aku merasa begitu kikuk bersama denganmu dalam kondisi seperti ini.Tapi tak bisa dipungkiri aku menyukainya.
“Duduklah!Tidak apa-apa,”ucapku saat kulihat kau masih berdiri.Sepertinya kau juga merasa canggung.
Kutarik nafas dalam,”Aku melihatmu semalam di pesta Rangga!”lanjutku setelah berhasil menstabilkan debaran didadaku yang tiba-tiba berjalan begitu cepatnya.Seolah berlomba dengan waktu.
“Ya.Aku tahu.”
“Benarkah?”tanyaku sinis.

Tak ada jawaban.Kau terdiam.Melalui ekor mataku kulihat tatapanmu yang jauh menerangan ke depan.Kosong.
“Kalau tidak mana mungkin aku bisa sampai disini,”lanjutmu lirih.
“Lalu….,”
Kau kembali terdiam sejenak.Wajahmu berubah keruh.Dan kulihat airmata mengembang di matamu.Hatiku begitu terenyuh melihatmu.
“Jika bukan karena melihatmu semalam,sekarang aku pasti sudah melanjutkan hidupku.Kenapa kau harus muncul?Kenapa Rangga harus mengenalmu?”
Aku semakin tak mengerti kemana arah pembicaanmu.Setahuku akulah yang terluka.Akulah yang kau tinggalkan.Akulah yang kau campakkan dengan kejam.Akulah yang selama tiga tahun diam-diam merindu dan mendambakanmu.Sedang kau hilang tanpa sepatah katapun.
“Bagaimana kau tahu alamatku?”tanyaku.

Seingatku aku tak pernah memberitahunya.
“Indi….!”
“Indi?”
“Ya…….,”kau menarik nafas panjang penuh lelah.Ku rebahkan punggungku di sandaran ranjang.Aku merasa semakin penat.Hampir sepuluh menit kami hanya saling diam.
“Nug!”suaranya yang lembut memecah keheningan.
“Hm,”mataku setengah terpejam.Antara mengantuk dan lelah.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan.”
“Benarkah?Apalagi yang mau dikatakan?Bukankah dulu kau menghilang tanpa jejak?”
“Benar.”
“Lalu apa yang membuatmu kesini?”tanyaku masih dengan nada sinis.
Mungkin kau mau pamer,sekarang kau sudah punya tunangan dan akan segera menikah.Sedang aku harus terpuruk dalam luka.Meratapi betapa nasib tak berpihak padaku.

Kali ini kutatap wajahmu lekat-lekat.Oh…Tuhan kulihat luka yang tergores jelas di matamu yang dulu sebening telaga.
“Senja….,”panggilku lembut.Aku mulai sadar kalau kau tidak sedang baik-baik saja.
“Maaf!”katamu menunduk menyembunyikan air matamu yang perlahan jatuh.
“Ada apa?”
Kau terisak tertahan.”Ini semua salahku.Seharusnya aku tak pernah menemuimu lagi!”
“Ada apa?”aku semakin penasaran.
“Tapi aku tak punya pilihan lain.Kau berhak untuk tahu.”
“Ada apa?”

Dia terdiam sejenak.Seolah sedang mengumpulkan keyakinan.
“Aku sudah lama memikirkannya.Dan aku tak boleh terus egois kepadamu dan juga pada Putra,”
“Putra…?”aku semakin tak mengerti.

Dia kembali terdiam.
“Putra….?Siapa Putra?”aku mengulang pertanyaanku.
“Maaf!Maaf!Maaf!”kau terus mengucapkan kata maaf sembari menahan tangis.
“Putra siapa?”aku mengoyangkan pundaknya karena tak jua kudapatkan jawaban.
“Putraku.Anak laki-lakimu.Anak kita,”
“Anak?”
Dia mengangguk pelan.Tangisnya pecah sudah.Ku lihat tak ada kebohongan di matanya.
“Ya Tuhan!”kataku lemas.

Aku ingat aku pernah melakukan tindakan yang seharusnya tak boleh kulakukan padamu saat Pesta kembang api Tahun baru beberapa tahun yang lalu.Aku memang bejat tapi sungguh hanya kaulah wanita pertama dan satu-satunya yang membuatku sanggup berbuat begitu.Dan tak ada keraguan di hatiku atas ucapanmu.Namun kenapa begini?
“Maaf!”katamu sambil mencoba menghalau tangismu.
“Mengapa seperti ini,Senja?Kenapa kau baru sekarang?Kenapa tak dari dulu?”
“Aku tahu ini terlambat,namun kau berhak untuk memutuskan apakah kau bersedia ataupun tidak mencantumkan namamu di akte lahir Putra!”
“Senja?”
“Sungguh aku tak punya maksud apa-apa.Aku juga tidak menuntut tanggung jawab.Aku yang memutuskan untuk membiarkan Putra hidup.Akulah yang harus bertanggung jawab.Maaf jika ini menyakitkan,kau boleh menolak.”
“Senja!”bentakku
“Ini nomerku.Hubungi aku jika kau sudah mengambil keputusan!”katamu sambil meletakkan secarik katu nama di meja sebelum beranjak.Sepertinya kau sudah mendapatkan kembali kekuatanmu.
Aku tertenggun sejenak,namun segera bangkit memburumu sebelum sempat menarik handle pintu.
“Jangan pergi!”pintaku setelah berhasil meraih tanganmu.
Kau menggeleng tanpa menoleh.
“Kumohon!”kataku sembari membalikkan tubuhmu.Kurasakan hembusan nafasmu yang hangat menyentuh kulit wajahku.Kita memang begitu dekat.

Kau kembali menggeleng.
“Sudah terlambat,Nug.Ini tak kan berhasil.”
“Tak ada kata terlambat!”Kukecup bibirmu lembut.Dua bulir airmatamu menetes.
“Percuma,Nug.Tak kan bisa merubah apa pun,”Kau mundur selangkah.
“Percayalah padaku!”
“Tidak,”
“Aku akan bicara pada orang tuamu.Kita ke rumahmu sekarang!”
“Aku tak tinggal disana!”
“Haa…?”Aku mengeryitkan dahi.
“Ayah mengusirku dari rumah sejak tahu aku hamil dan tak bisa mengatakan siapa bapak dari janinku.Ayah memintaku untuk menggugurkannya.Tapi aku menolak.”
“Ya,Tuhan!Kenapa tak pernah bilang padaku?”
“Kau tak kan siap untuk komitmen sebesar itu!Apalagi seorang menjadi ayah!Saat itu kau masih terlalu muda.”
“Darimana kau tahu?”
Kau melepaskan genggamanku lalu kembali duduk.Kali ini disisi ranjang.Aku ikut duduk di sampingmu.Sembari kugenggam jemarimu yang kurus.Aku tahu kau akan meninggalkanku.
“Ingatkah kau,aku pernah bertanya padamu tentang perasaanmu padaku di ujung senja tiga tahun yang lalu?”

Tentu saja aku ingat.Tak mungkin aku melupakannya.Itu adalah hari dimulainya penantian panjangku.
“Dan ingatkah jawaban apa kau kau berikan untukku?”
“Jadi itu alasan kenapa kau pergi tanpa berkata apa pun dan menanggung semua tanggung jawab sendirian?”

Kau tersenyum pahit.
“Dasar bodoh!”
”Kita ke rumahmu!”
“Untuk apa?”
“Aku ini lelaki.Mana mungkin aku tak bertanggung jawab!”
“Ayah bisa membunuhmu!”katamu sembari menggeleng.
“Apapun itu aku tak peduli!Tak kan pernah kubuang kesempatan memiliki wanita yang begitu ku rindukan selama tiga tahun dan menjadi ayah dari Putra.Jika saja dari dulu semua pasti akan lebih mudah.Namun terlambat lebih baik daripada tidak,”kataku optimis.
“Nug!”kau mendongkak mengangkat wajahmu.
“Kali ini kumohon percayalah padaku!”kataku ssembari meraihmu dalam pelukku.

Kau menurut.Kurasakan air matamu hangat menyentuh dadaku.Kubiarkan kau tenggelam dalam tangismu.Kau sudah telalu lama menjadi tegar dan kuat.Sekarang aku yang akan menjaga dan menemanimu.Jadi bersandarlah padaku.
“Aku sangat lelah,Nug!”
“Ya,aku tahu!”kataku sambil mengelus rambutmu yang hitam.
“Tidurlah!Aku akan menjagamu.”

Kau mengangguk lalu merebahkan tubuhmu di ranjang sebelum akhirnya terpejam.Kukecup keningmu lembut sebelum sosok mungil muncul dari balik pintu bersama kakak.
“Sssstttt…..!”kuletakkan telunjukku dibibir.Dia mengangguk mengerti.
“Anak pintar!”kakak mengelus rambutnya.Dia tersenyum.Sangat manis.

Kutinggalkan Senja terlelap.Sosok mungil itu perpindah dalam gendonganku.
“Mama lelah!Putra ikut Papa bermain!”dia tersenyum lalu berceloteh menjawab pertanyaanku.Kakak hanya mengekor di belakang.
Dia anakku.Tak perlu diberitahu jika aku bertemu dengannya aku pasti tahu.Dia sangat mirip denganku saat seusianya.

Terimakasih Tuhan telah mengembalikan Senja bahkan menambahkan Putra sebagai bonus.Semua penantian selama tiga tahun tak ada artinya untuk kebahagiaan yang kini kumiliki.
“Sekarang tak ada alasan untuk kakak tak segera menikah!”
“Tentu.Tapi setelah kau berhasil meyakinkan Ayah Senja untuk menikah!”

Katanya sembari mengacak rambukku.
“Kakak aku bukan anak kecil lagi.”
“Iya,sekarang kau seorang Ayah!”
Aku nyegir.Lalu kami tersenyum.Putra ikut tersenyum.Kucium pipinya gemas.

Aku bukan lagi Nugie seolang Cassanova.Aku seorang ayah dan pria paling bahagia di dunia.Dan aku telah menemukan cinta.
***

Baca juga Cerpen Romantis yang lainnya.
Share & Like