Pria Pesakitan - Cerpen Sedih

PRIA PESAKITAN
Karya Tri Cahyana Nugraha

Di dasar pikiran nan tandus, aku memunguti memori putih di balik pekatnya kepedihan. Memungut, seakan tak ada lagi memori putih baru di dunia, seakan tuhan tak pernah memberiku memori putih selain yang kupungut. Kurangkai memori putih, namun terpecah dan kembali bertebaran. kurangkai memori putih kembali, namun terpecah dan kembali bertebaran. Hatiku serasa terkoyak, pikiranku serasa tersayat. Betapa tidak, wanita yang kucinta pergi tanpa sepatah kata bersama masa lalunya. Meninggalkan kenangan seakan sampah busuk yang tak berguna baginya, meninggalkan senyuman yang seakan hina baginya.
“aku jemput ya” usulku di telfon seminggu sebelum dia pergi.
“ga usah ih aku mau pulang bareng temen”
“ih ma aku aja, mumpung aku lagi di kosan temen di sukajadi”
“ih tapi aku mau maen dulu ke ciwalk”
“yaudah kalo udah mau pulang sms aku”
“insyaallah ya”
“ih harus ah, sekalian ketemuan aku kangen”
“ih yaudah terserah. Emang kamu ngapain di sukajadi?”
“lagi di kosan temen”
“ah bohong, kamu mah lagi di rumah yaa”
“engga ih beneraaan”





Sebenarnya aku memang sedang di kosan temanku tapi bukan di sukajadi, di ledeng.
“yaudah yaa kalo udah pulang sms yaa daaah”
“iyaaa daaah”

Betapa berbunga hati, wanita yang kucintai yang semenjak lulus SMA rasio pertemuan kami semakin jarang. Bahkan selama 6 bulan kami hanya bertemu sekali ketika malam tahun baru, disaat aku meminta padanya untuk memulai semua cinta kami dari awal kembali. Kini aku bisa melihat dan mungkin memeluk mengecup pipinya yang lembut bagai kapas putih nan hangat. Pukul 8 hp berdering
“sok kalo mau jemput aku mah, aku di tukang mie ayam depan mesjid cipaganti” isi sms dari dia.
“iyaa aku berangkat sekarang” balasku.

Akupun berangkat menggunakan motor matic teman. karena kakiku sakit akibat futsal tadi sore sehingga agak sulit memindahkan gigi. Sesampainya disana aku melihat wanita cantik dibalik kegelapan malam. Senyum manis yang kurindukan hadir sejak terakhir aku melihatnya ketika SMA. Meski saat itu gerimis, tapi tubuhku terasa hangat dan bergejolak melihat wanita yang sangat kucintai itu. Akupun menunggu dia selesai makan, sembari aku mengotak-atik hp agar wallpapernya foto dia.
“a jagain siska ya, jangan di apa-apain” kata seorang temannya yang membuyarkan aku dalam sibukku.
“eh iyaya” jawabku singkat sambil kembali mengotak-atik hp.
“hayu pulang” ajaknya kepadaku.
“lihat ini” sambil menunjukkan hpku yang wallpapernya adalah foto dia.

Diapun tersenyum, kamipun menuju motor yang kuparkir hanya satu meter dari tempat aku duduk menunggu.
“motor siapa?”
“motor temen hhe”
“motor kamu kemana?”
“ada di rumah”
“kenapa ga dipake?”
“kaki akunya lagi sakit, jadi susah bawa motor aku”
“ooh”

Kamipun pulang, dijalan kami ngobrol, aku mengatakan betapa aku rindu padanya, dia memelukku dari belakang cukup erat, terasa buah dadanya yang kecil bersandar di punggungku. Akupun membalasnya dengan memegang tangannya erat seakan ingin menunjukkan kalau aku benar-benar menyanyanginya.
“anterin aku ke borma dulu ya”
“mau ngapain?”
“anterin aja”

Akhirnya kamipun sampai di borma.
“tungguin ya”
“aku langsung pulang aja ya, udah deket da”
“ih tungguin dooong”
“ih yaudah cepeet”

Akupun langsung masuk ke toko yang menjual pakaian, naik ke lantai dua aku mencari boneka untuk ulang tahunnya yang sudah jauh terlewat. kutemukan sebuah boneka bertuliskan i love you untuknya. Selesai bayar di kasir akupun menuju parkiran motor. Sengaja aku tak memberikannya langsung, aku ingin nanti di tempat biasa aku mengantarkannya pulang ketika SMA sembari mengingatkannnya akan masa lalu.
“hayu”
“aku jalan aja udah deket”
“ih hayu aku anterin, kapan lagi ketemu”
“tapi kalo udah sampe jangan ngobrol dulu ya, aku cape”
“iyaaa”

Kamipun sampai di tempat itu, tempat aku menjemput dan mengantar, tempat aku bertemu dan ditinggalkan.
“met ulang tahun” sembari memberikan kado yang ku berikan
“ih ga ah” sambil berlalri pulang

Kucoba mengejar namun apa daya, kaki tak mengijinkan bertindak lebih. Aku terdiam sejenak melihat dia pergi menjauh dari mataku. Gerimis seakan membekukan hati yang sedang bergejolak. Aku tak marah, meski aku kecewa. Aku hanya tersenyum melihat dia pergi. Mungkin lelah. Akupun kembali ke motor dan pulang.
“mungkin ini pertemuan terakhir”
“kenapa? Kamu punya yang baru. Yaudahlah terserah kamu aja”
“engga bukan gitu, kita kan sama-sama sibuk. Kamu kalo libur paling kamis atau rabu. Kalo aku cuman akhir pekan aja, susah ketemunya”
“hm”
“kenapa tadi lari? Padahal aku pengen nyium”
“akunya ngantuk, lemes lagi”
“ih padahal mah bentar aja, aku ngasih kado meni ga diterima tega”
“ya kejar atuh, masa cowo kalah ma cewe”
“ih kaki aku kan lagi sakiit”
“eh iyaya, ih haha”
“kenapa?”
“engga maaf ya aku lupa haha”
“heu dasar yaudah ya kita smsn aja”
“yaudah daaah”
Saat itu aku tak pernah berpikir bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami, bahwa itu komunikasi kami terakhir melalui telfon. Aku tak bisa mengejarnya untuk memeberi boneka, akupun tak bisa mengejarnya untuk memeberi cinta yang selama ini aku pendam. Seminggu setelah itu aku mencoba menghubunginya. Sms, telfon. Semuanya gagal. Terakhir akupun tak bisa melihat kabar beritanya di facebook. Ternyata fbku diblokir fbnya. Kubuka fbku yang satunya, lyaknya petir di pagi hari. Pagi minggu yang seharusnya menjadi pagi indah pelepas lelah manusia, menjadi pagi lelah pembakar semua semangat bagiku. 


Dia telah bertunangan, sehari sebelumnya. Sehari ketika aku tak bisa berkomunikasi dengannya, sehari ketika aku sangat merindukannya, sehari ketika aku ingin memeluk mengecup pipi yang halus bagai kapas nan hangat. Betapa semua ini akan lebih mudah bila ia mencaci maki, dan menghardikku daripada meninggalkanku tanpa sepatah kata. Aku kembali memunguti memori putih di balik pekatnya kepedihan. Memungut, seakan tak ada lagi memori putih baru di dunia, seakan tuhan tak pernah memberiku memori putih selain yang kupungut. 

Kurangkai memori putih, namun terpecah dan kembali bertebaran. kurangkai memori putih kembali, namun terpecah dan kembali bertebaran. Kembali teringat semua masa lalu semu yang indah. Senyum untuk ku kecup, peluk untuk ku rangkul, tawa untuk dikenang. Meski waktu berjalan, hatiku tak bisa berjalan. Seperti kata Agus Noor dalam cerpennya kunang-kunang dalam bir. “waktu bisa mengubah dunia, tapi waktu tak bisa mengubah perasaanya”. Betapa rindu itu kini kian menjadi. Selamat tinggal, semoga tuhan memberi kebahagiaan, kamu kan slalu ku kenang.

PROFIL PENULIS
Nama : Tri Cahyana Nugraha
Add Fb : Trinugraha19@yahoo.com
Follow Twitter : Tricnugraha
Blog : Tricahyananugraha.blogspot.com
 
Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya
Share & Like