Semangat Roti Isi Keju - Cerpen Persahabatan Remaja

SEMANGAT ROTI ISI KEJU
Karya Prista EAP

Bayangan itu menghampiri Vania dengan perlahan. Lagi-lagi bayangan itu datang. Dengan ketakutan, Vania terus berlari menjauh dari bayangan itu. Ia terus berlari dan berlari tanpa arah. Yang penting hanya satu, ia jauh dari bayangan itu.
“Pergi kamu!! Pergii..!!” Vania terus berteriak.
Vania terbangun. Mimpi itu selalu datang. Untuk kesekian kalinya mimpi itu datang menghampirinya. Ia tak tahu apa maksud dari mimpi itu. Ia risih dengan kedatangan mimpi itu yang terus hadir dalam tidurnya.
“Vania, ayo bangun, lalu mandi, sudah pagi,” ucap Mama Vania dari luar kamar Vania. “Iya, Ma,” sahut Vania. Vania beranjak dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi.

“Syalalalaa…” Vino, kakak Vania, mengalunkan sebuah nada. Diambilnya selembar keju dan meletakkannya diantara dua roti tawar.
“Siapa cepat, dia dapat!” Vania mengambil roti isi keju kakaknya itu secepat kilat.
“Vaniaa..!! Lu pagi-pagi udah bikin rese’! balikin gak roti gue??” ancam Vino yang jengkel kepada adiknya itu. Vania tak menggubris ancaman kakaknya itu, ia melahap roti isi keju yang ada ditangannya.
“Nyam nyam nyaamm, delicious…” Vania menyindir sang kakak. Mama Vania yang baru saja keluar dari dapur lantas bertanya kepada kedua anaknya itu, “Kalian itu ada apa sih? Pagi-pagi sudah bertengkar.”
“Itu Ma, Vania noh, roti isi kejuku diambil,” adu Vino, lalu ia menjulurkan lidahnya ke arah Vania. “Bisanya cuma ngadu doang! Huh,” gumam Vania.
“Vania, jangan begitu sama kakakmu ini, kasihan dia,” ujar Mama Vania. “Tapi Maa…”
“Sudahlah, kamu jangan ngebantah terus. ‘Kan masih ada banyak roti dan keju, jadi kamu bisa bikin roti isi sendiri ‘kan?” tanya Mama Vania keras. “Bisa, Ma…” ucap Vania pelan. “Ya sudah, jangan jahil lagi sama kakakmu.”


Vania duduk dengan raut wajah kesal. Berkacak pinggang, bibir manyun, dan menatap sang kakak dengan tatapan kesal, itu yang Vania lakukan. Dengan tenangnya, Vino mengambil beberapa lembar keju dan dua potong roti, kemudian dijadikan satu dan ia lahap. Di tengah-tengah saat ia melahap roti isinya, Vino menjulurkan lidahnya kembali ke arah Vania. Vania pun semakin kesal.

**

“Ndin, gue nyontek tugas Matematika lu! Cepetan!!”
“Rickooo… balikin sisir guee!!”
“Ara, bapak kamu hakim yaa??”
“Eh eh, yang nomor 2 ini gimana caranya?”
“Fa, lu belum bayar pulsa, cepetan bayar!”
“Dindaa, ke kantin yuk?”
“Fi, ikut gue ke kelas sebelah yuk? Biasaa… apel, haha,”
“Yang dingin, yang dingin, yang dingin…”
“Eh, gue kemarin ketemu si dia loh. Dia lagi jalan ama kakaknya, dia blablabla…”
“Ela, ada pacar lu noh di depan!”
“Aku kemarin diputusin Gio, Dit…huhuhu,”
“Aku galauu…”
“Eh, yang belum bayar nasi pecel gue, cepetan bayar!!”
Hiruk pikuk di kelas VIII-2 terdengar jelas dan ramai serta meriah dari luar kelas. Vania terus berjalan dengan hati yang masih kesal dengan sang kakak. Lagi-lagi ia harus kena ceramah dari sang mama karena Vino.
Dengan lesu, Vania berjalan memasuki kelasnya. Sahabat-sahabatnya yang mengetahui ia datang pun langsung menyerbunya.
“Vaniiaaa…” teriak Ika yang langsung berhenti mengejar Ricko yang mengambil sisirnya saat melihat Vania datang. Keadaan di kelas VIII-2 pun senyap seketika setelah ia berteriak memanggil nama Vania. Ika menghampiri Vania.
“Van,” panggil Ika menyadarkan Vania yang masih memejamkan mata dan menutup telinganya yang terganggu dengan teriakan Vania.

Suasana kelas berubah menjadi hiruk pikuk lagi setelah Vania membuka mata dan melepaskan tangannya yang menutupi kedua telinganya. Vania duduk di bangkunya yang berada di pojok kanan belakang. Ika membuntutinya dari belakang lalu ikut duduk di sebelah Vania.
“Van, lu belum makan roti isi keju ya?” tanya Ika sok tahu. “Udah tuh,” jawab Vania singkat. “Tapi kenapa lu lemes kayak gini?” tanya Ika lagi. Kini pertanyaan Ika hanya dijawab dengan bahu yang diangkat ke atas oleh Vania.
Vania menoleh ke arah Ika. “Yang lain kemana?” tanyanya saat menyadari bahwa hanya Ika yang ada, sahabat-sahabatnya yang lain tak ada.
“Ara? Noh, lagi digombalin ama Siska. Dita? Lagi jadi tempat curhat Vivi yang lagi galau. Ricko…” ucap Ika terputus. “Ricko kemana?” tanya Vania pelan. Ika teringat, sisirnya masih dibawa Ricko. “Aaargh, sisir gue masih dibawa Ricko!! Rickooo…!! Kemana luuu??” teriaknya lalu lari keluar kelas. “Huufftt…” dengus Vania.

**

Vania melamun di kantin sekolah. Sedari tadi ia terus mengaduk es jeruknya dan menatap dengan pandangan kosong. Roti isi keju kesukaannya yang berada di sebelah gelas es jeruknya pun tak disentuhnya sedikitpun. Dita, Ara, Ricko, dan Ika menghampiri Vania yang sedang termenung sendiri.
“Vania..” panggil Ara dengan jahilnya menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Vania sehingga menyadarkan Vania dari lamunannya. “Oh eh iya,” ucap Vani tersadar.
“Lu ngelamunin apa sih, Van?” tanya Ricko sembari mengatur posisi duduknya yang tak PW alias Posisi Wenak. “Nggak kok, nggak ngelamunin apa-apa,” elak Vania yang terus mengaduk es jeruknya. “Itu es jeruk sayang banget loh Van kalau cuma diaduk terus, mending buat gue aja kalau lu nggak mau minum itu es,” ucap Ara yang sadar bahwa sedari tadi Vania terus mengaduk es jeruk itu.
“Juju raja deh Van, kamu ngelamunin apa sih?” tanya Dita yang duduk di samping Vania. “Iya Van, lu ngelamunin apa sih? Bagi-bagi dong ama kita-kita,” sambung Ika sembari menyisir rambut hitam panjangnya itu.
Vania membenarkan posisi duduknya. “Emm, gue nanti ‘kan mau tampil di Cafetaria, nah sebelum tampil, gue mau ke Dokter Psikiater gue dulu, lu-lu semua bisa anter gue ‘kan?” tanya Vania.
“Wah sorry, Van. Gue nggak bisa, gue ada janji ama kakak gue,” ucap Ara. “Gue juga,” sambung Ricko dan Ika. “Lu, Dit?” tanya Vania menoleh ke arah Dita dan berharap Dita dapat mengantarnya. “Emm, lihat nanti ya, Van? Soalnya aku lupa sama jadwalku hari ini,” ucap Dita. “Tapi kita janji kok bakalan nemenin lu tampil di Cafetaria nanti malem,” ucap Ara. Vania menghela nafasnya dan pergi meninggalkan sahabat-sahabatnya.
Ara dan Ika melihat sepotong roti isi keju di meja tempat mereka berdiam. “Lho, tumben roti isinya nggak dimakan? Padahal ‘kan dia suka banget sama roti isi keju,” heran Ara.

**

Malam itu, Vania baru saja pulang dari Psikiaternya lalu langsung berangkat menuju Cafetaria yang tak jauh dari tempat Psikiaternya. Vania selalu berkunjung ke rumah praktek Psikiaternya apabila mimpi aneh semalam datang lagi. Ia selalu berkonsultasi dengan Psikiater langganannya. Jawaban yang ia peroleh selalu sama, “sesuatu yang tak kau duga akan menghampirimu”. Meski begitu, ia tetap berkonsultasi dengan Psikiaternya itu.
Jam 7 malam tepat, sebentar lagi ia akan tampil, namun sahabat-sahabatnya tak kunjung datang. Ia ingin penampilannya kali ini disaksikan oleh sahabat-sahabatnya. Ia terus menunggu sahabat-sahabatnya.
“Vania, sebentar lagi kamu tampil ya?” ujar Pak Manager Cafetaria. “Iya Pak,” ucap Vania tersenyum.
“Vaniaa..” panggil seseorang. Vania membalikkan badannya.
WOW. Sahabat-sahabatnya datang dan membawa sepiring penuh roti isi keju kesukaannya. Vania tersenyum lebar. “Kalian datang?” tanyanya tak percaya. “Iya dong,” ucap Ricko. “Membawa menu kesukaanku?” tanyanya lagi. “Iya, Vania-ku sayang…” ucap Ika memeluk sahabatnya itu. “Udah, tampil gih. Kita semua ingin lihat penampilanmu,” ucap Dita menyemangati Vania. “Oke.”
Vania naik ke atas panggung yang tak terlalu tinggi. Ia pegang microphone yang sudah disediakan.
“Emm… penampilan ini saya persembahkan untuk sahabat-sahabat saya.”
Prok prok prok.

Vania mulai menyanyi. “How the hell does a broken heart, Get back together when it's torn apart? Teach itself to start, Beating again ba ba ba ba... This little bluebird came looking for you. I said that I hadn't seen you in quite some time. This little bluebird, she came looking again. I said we weren't even friends and that she could have you…”
Disepanjang nyanyian Vania, semua pengunjung Cafetaria terus bersorak ria. Sahabat-sahabatnya tersenyum bahagia melihat penampilan Vania.
“Don't you think it was hard? I didn't even say that you died, But it wouldn't have been such a lie, But then I started to cry…”
Hingga akhir lagu, pengunjung tetap serius mendengarkan nyanyian Vania. “This little bluebird won't come round here anymore, So I went looking for her, And I found.... You.”
“Terima kasih.”
Prok prok prok. “Yee… Vaniiaaa…” teriak Ika gembira. “Piuiitt…” siul Ricko. Vania turun dari panggung dan menghampiri sahabat-sahabatnya.
“T O P banget, Van,” puji Dita. “Memang sip banget deh sahabatku yang satu ini,” ucap Ricko memegang bahu Vania. Vania tersenyum lebar. “Sudah sudah, mending kita makan roti isi keju dulu. Ya nggak, Van?” ucap Ara melirik Vania. “Iya dong, serbuuu…”
Vania dan sahabat-sahabatnya menyerbu roti isi keju yang sengaja disiapkan oleh sahabat-sahabat Vania. Vania sangat menyukai makanan ini, karena itu sahabat-sahabatnya sengaja membuatkan roti isi keju ini. Vania bahagia, begitu juga dengan sahabat-sahabatnya. Mereka terus melahap roti isi kejunya dan saling bercanda tawa.

TAMAT

PROFIL PENULIS
Prista El Annisa Prasetyo, itulah nama lengkapku. Lahir di Sidoarjo, 2 April 1999. Sering dipanggil Tata. Hobiku adalah mendengarkan lagu dan menulis. Waktu kecil, aku ingin menjadi dokter. Namun, cita-cita itu berubah, aku ingin menjadi penulis. Alhamdulillah, ayahku lebih mendukungku untuk menjadi penulis. Aku tinggal di Desa Kedungsukodani RT 12 RW 04 Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Aku saat ini kelas 8, di SMP Negeri 2 Jetis. Alamat Facebook-ku : www.facebook.com/prista.eap ( Ta Ta Prista )

Baca juga Cerpen Remaja dan Cerpen Persahabtan yang lainnya.
Share & Like