Jika Harus Memilih - Cerpen Remaja

JIKA HARUS MEMILIH
Karya Alif Jazmin

Jika harus memilih akan melanjutkan kemana setelah lulus SMU yang pasti aku pilih tempat yang ada orang yang aku kenal. setidaknya ada orang yang bisa mengajariku beradaptasi dengan lingkungan baru, dan itu tentu UNIBRA Malang. karna disana ada Kakakku yang sudah sejak lulus SMP menetap di rumah paman dari jalur Kakek di Malang, apalagi untuk tempat Kos nggak terlalu sulit, rumah Paman kelewat besar jika hanya ditambah satu penghuni sejenis aku, apalagi sejak Kakak sepupu yang hanya selisih umur satu tahun tersebut ada disana, paman selalu mengajakku tinggal disana juga, apalagi paman mempunyai anak yang kecil-kecil, tentu kami bisa diandalkan untuk menjaga mereka disela kesibukannya bekerja.

Dan keputusanku sudah bulat disertai izin orang tua serta keluarga yang lain membuat keberangkatanku tinggal menunggu waktu.
"kenapa mesti jauh ke Malang? kan disini juga banyak perguruan tinggi" kurasa suara Fitri sangat berat waktu itu.
"aku hanya berfikir Kampus besar seperti UNIBRA mungkin akan mendongkrak semangat belajarku" jawabku lirih, padahal alasan paling besar adalah aku ingin menutup hubungan percintaanku dengan Fitri. Fitri adalah gadis cantik dari familiku juga. kami saling tertarik tatkala keluarganya sering main kerumah, sehingga pertemuan-pertemuan resmi itu berahir dengan pertemuan-pertemuan terselubung tanpa sepengetahuan keluarga, karna kami tahu. jika hubungan kami diketahui mereka pasti sangat setuju dan secepatnya menjodohkan kami dengan ikatan pertunangan, padahal aku masih ingin menikmati kebebasan tanpa harus diikat apa-apa, toh aku yakin mereka akan setuju dengan hubungan ini, lalu buat apa mesti cepat-cepat. 

Memang terasa unik, jika orang lain yang berpacaran sembungi-sembunyi dari keluarga karna takut tidak direstui, tapi kami malah sebaliknya, sembunyi-sembunyi takut cepet ditunangkan. dan hal yang paling jitu untuk menutupi hubungan ini adalah dengan jarak, jika aku masih berada di lingkungan yang dekat dengan Fitri tak menafik kemingkinan pertemuan-pertemuan seperti yang biasa kami lakukan akan terus terjadi, dan tidak menafik kemungkinan lagi hal itu akan gampang diendus oleh keluarga. Apalagi aku sangat yakin Fitri sangat cinta padaku jadi gak mungkin nyleweng, dan tentang perasaanku padanya ga perlu dipertanyakan.

______________

"gimana Do, udah kerasan ?" tanya ibu disebrang terdengar jelas di HPku
"mendingan buk"
"sesungguhnya pada semerter pertama dulu itu kamu bilang ga' kerasan karna kamu masih sedikit punya teman iyakan?" tanya ibu disebrang, dan aku hanya tersenyum getir, sesungguhnya itu alasan yang nomer sekian, alasan paling utama dikarnakan Fitri sering menilfon dan selalu nangis, namun akhir-akhir ini sepertinya dia sudah tegar, karna ku dengan keceriaannya sudah kembali pulih dalam bicaranya.
"mana Om-mu Do. ibu mau bicara" ujar ibu disebrang membuatku kembali tersadar dari fikiranku yang sempat terbang sebentar, dan Hp aku serahkan pada paman yang sedang baca koran pagi. aku yang sejak tadi memang mau kekamar mandi langsung berjalan kebelakang rumah bawa Handuk, bentar lagi jam 7 kampus masuk. melintasi kamar Kakak aku ngintip bentar dia masih asik didepan komputernya.
"ga ada Kul pagi ini kak?" tanyaku seraya masuk dan duduk didekatnya
"dosennya kemarin bilang gak mau masuk, kamu berangkat sendiri aja, dan jangan lupa setelah dari kampus bawa Motornya ke Bengkel Olinya diganti sekalian Kabilatornya dibersiin, sepertinya bunyinya udah gak-karuan" ujarnya tanpa beralih dari arah Monitornya, aku hanya tersenyum sambil mengambil Rokok disebelahnya dan menyulut satu batang, ingat pada Fitri membuat kekangenanku pada wajah seperti Dian Sastro tersebut menggunung, kutarik dompet yang bersemayam dalam saku celana, dan menatap wajah itu dalam-dalam.
"Foto siapa itu?. pacarnya ya..." aku tersentak, ternyata Kakak melihat kearah foto Fitri dan mengambil rokok juga.
"pacar apaan, dia anak Paman Mas'udi, masih adik kita, ya Kakak ga mungkin tau, wong kakak sejak SMU sudah ada disini jadi ga tau keadaan sana" ujarku, menyadari ketidaktahuan Kak Arif akan foto yang aku pegang
"coba aku liat?" akupun menarik foto itu dari dalam dompet dan menyerahkannya.
"kamu ga mau kulliah? kok masih belum mandi" ujarnya membuat aku tersentak, lalu aku buru-buru keluar dan kekamar mandi.

______________

"Kak. Komputernya dipakek Nggak?" teriakku dari kamar. karna aku emang ga bawa computer, kalau umpamanya kami sama-sama bawa computer gimana dengan biaya lampunya, kasihan paman. Jadinya kami bagi tugas, kalau kakak yang bawa Komputer maka aku bawa Motor ke sini. kami menempati kamar sendiri-sendiri, kamar yang dibuat oleh paman untuk Syasa dan Seli anak paman yang masik kecil-kecil. Dan sekarang ditempati kami.
"nggak. Pakek aja" teriaknya yang ternyata dari Dapur, akupun bergegas kekamarnya sambil membawa beberapa buku yang aku pinjam dari teman dan perpustakaan untuk membuat Makalah. setelah Stavol ku pencet lalu tombol Power di PC tampak di Monitor tulisan Windows XP kemudian Computer admistrator, Password protected. akupun memasukkan Password. kemudian keluar layar Desktop dan betapa terkejutnya aku melihat gambar yang tampil disana, gambar Fitri dari Foto yang kemarin dipegang Kakak.
"gimana hasil karyaku, dengan sedikit polesan di Adobe Photoshop ternyata dia nggak kalah cantik dengan Ambar" tiba-tiba Kakak sudah berdiri diambang pintu. aku hanya tersenyum dengan mengangkat bahu. Namun pujian Kakak itu nggak perlu dihawatirkan karna aku tahu gambar di Layar Dikstop sebelumnya adalah Ambar yang mesra disampingnya, dan tentu dia pacar Kakak.
"mana Fotonya ini?" tanyaku.
"ada tuh masih didalam Scener, sepertinya kamu terkejut karna Foto Fitri aku jadiakan layar Dekstop. kamu punya hati padanya ya..." selidik kakak membuat aku terkejut, namun aku bukan Mahasiswa jurusan Sastra jika tidak bisa bermain lakon. aku tertawa
"Kak..kak!. Fitri itu adalah keluarga kita, sudah seperti adek sendiri kok mau diembat" kilahku jitu.
"Loh apa salahnya, diakan keluarga jauh, baik kan kalau keluarga jauh tambah dipererat lagi dengan hubungan kalian"
"ah kakak ini ada-ada saja"
"tapi kayaknya kamu sudah punya hubungan dengan anak Bankir itu, siapa dah namanya?"
"Viona ?"
"oh ya Viona. dia anak baik, jangan sia-siakan, cantik, kaya dan tajir lagi, ga bakalan kamu sering makan buah-buahan dan Bakso telor kalau bukan karna dia selalu datang dan membawakan kesukaan kamu itu, kakak jadi iri, Ambar ga pernah seperti itu bahkan Kakak yang tekor"
"kan Kakak juga yang nikmati" ujarku sambil tertawa diiringi tawanya.
"ah sudahlah, sepertinya aku mencium sesuatu yang gosong, mungkin Kakak lagi masak sesuatu"
"waduh! telor mata sapiku.." teriaknya sambil berlari kearah dapur dan aku tertawa terpingkal-pingkal dengan sikapnya itu, padahal dulu ketika masih kecil tiada hari kecuali bertengkar, sehingga ketika dia lulus SMP dipindah ke rumah paman, saking lamanya berpisah dan hanya bertemu ketika dia pulang liburan, membuat perasaan rindu dan kasih sayang timbul diantara kami, jadinya ketika sekarang berkumpul lagi, kasih sayang yang diberikan masing-masing sangat besar, bahkan melebihi keakraban teman karib yang satu genk.
"gosong telurku....nggak mau makan Do? aku buatkan sekalian goreng telur ato mi rebus" teriak kakak di dapur
"ga. makan duluan saja, aku tadi nitip bakso kebibi yang kepasar, kalo sudi buatin aku Kopi Capocino, campuran Kopi sedikit madu juga Krim coklat dan susu"
"enak aja, mesen tuh kerestoran, ato minta ke Viona.." jawabnya membuat aku tambah tertawa melihat gerutu kakak yang dibuat-buat.
Viona adalah temen satu jurusan, aku kenal dia sejak ORDIK dulu, anaknya baik, cantik dan tidak sombong walau dia adalah anak bungsu seorang Bankir ternama. aku sadar disetiap kebaikannya ada maksud terselubung dan aku membiarkannya, karna aku takut membuatnya kecewa walau aku tidak bisa memberikannya apa-apa karna aku sadar, diseberang sana ada seorang dara yang sangat setia menungguku, bahkan kemarin aku dengar dia sempat dilamar orang dan ditolaknya dengan alasan mau konsentrasi belajar, dan aku yakin penolakannya dikarnakan kesetiannya, dan apakah aku akan membiarkannya menunggu sia-sia dengan menerima Viona?.

_____________

Wajah Kak Arif murung ketika mengajak aku ke kebun Apel di Batu Malang, entah apa yang ada dalam fikirannya, sepanjang perjalanan dia diam membisu di bonjenganku. sesampainya ditempat sejuk itu kami mengambil duduk di sebuah batu besar sambil menyaksikan hamparan pepohonan yang menghijau.
"aku mau pulang barang seminggu Do" ujarnya lirih membuatku mengernyitkan dahi
"loh kiriman baru seminggu kok mau pulang, ada masalah apa?" tanyaku heran
"aku mau menenangkan fikiran barang sejenak, mungkin dengan pulang aku bisa sedikit menghilangkan fikiran masalahku ini"
"emang punya masalah apa?"
"Ambar ditunangkan dengan pilihan orang tuanya." membuatku tersentak, dan aku tidak bisa mengucapkan sepatah apapun.
"balik yuk. aku mau nyiapkan pakayan, mungkin nanti sore aku langsung pulang" ujarnya seraya beranjak dari tempat duduknya membuatku hanya hembuskan nafas berat, jauh-jauh ke batu malang hanya untuk bicara sebentar itu, lalu mau pulang. tapi aku tidak bisa membantahnya, aku tidak mau tambah memberatkan fikirannya yang penting sekarang dia tenang, aku bisa merasakan betapa gundah hatinya.

_____________

"ini ada titipan buat kamu, dan ini buat Tante, ini buat Om, buat Syasa dan Seli" terang Kakakku sambil mengelurkan isi tas Ranselnya yang gede. betapa bahagianya Ponaan-ponaanku Syasa dan Seli mendapat baju dari Kak Arif setelah dia kembali dari rumah, kulihat wajahnya sudah ceria kembali, namun aku tidak bisa bertanya tentang keceriaannya itu, takut hanya mencungkil masa lalunya. dasar kakak cepat bener melupakan semuanya, namun itu lebih baik dari pada selalu mendesah di hadapanku
"kamu heran ya kenapa aku cepat sembuh..." tanya kakak sambil tersenyum di pintu kamarku ketika kami sudah kembali kekamar masing-masing, aku hanya tersenyum kecil karna fikiranku bisa di tebak olehnya, dia duduk di kursi belajarku, dan aku bersila diatas kasur memberi isarat bahwa aku mau mendengar ceritanya.
"kita itu cowok Do, hilang satu tumbuh seribu, kata orang rumah Cowok hakikatnya Emas dua puluh empat karat, banyak yang cari" ujarnya tersenyum
"jadi udah punya ganti nich?. cepet banget. tapi yang diucapkan kakak itu mottonya orang Play Boy"
"jadi kamu bilang aku Play Boy?. aku gak pernah mainin Cewek malah aku yang dimainin, dan untuk yang sekarang aku tidak main-main bahkan telah aku ikat sekaligus dengan keluarganya"
"maksud Kakak sudah tunangan?" tanyaku memastikan.
"seratus buat kamu, bahkan orang itu pasti kamu sudah tau. eh tadi kamu dapat kiriman apa"
"Tau nich mungkin hanya surat, ga mungkin kiriman, wong kiriman baru dua minggu" ujarku sambil membolak-balikkan amplop putih tak bernama.
"dari siapa? dari Fitri ya. karna kemarin yang berikan Adek Fitri. Kamu punya hubungan husus dengan Fitri ya..." wajah Kakak seperti menyelidik, dan aku lagi-lagi menunjukkan kebolehan lakonku dengan tertawa kecil
"kan kakak sendiri yang bilang jangan sia-siakan Viona. Fitri itu aku anggap seperti adek sendiri"
"Viona anak yang manis lo Do. Okey aku istrahat dulu capek semalaman diatas Bus" ujarnya seraya meninggalkan kamarku, dan aku mengambil bantal lalu rebahan dan menyobek ujung Amplop itu, tersembullah kertas merah jambu dengan semerbak bunga melati, aku tarik kertas itu dan terpampang sangat jelas sebuah tulisan besar "DARI FITRI". aku tersenyum dan mengecup sebentar kertas itu lalu memulai memperhatikan tulisannya yang sangat rapi, jangan sampai tertinggal satu katapun
salam sejahtera buat Mas Edo yang selalu merajai hati FITRI
bagaimana kabarnya disana? tentu sangat baik, karna doa Fitri takkan pernah melewati kehidupan orang-orang yang Fitri kasihi juga buat Mas Edo, keadaan Fitri disini sangat baik bahkan hampir pinsan kelewat senang
maaf Mas, Fitri bicara lewat Surat karna kalau bicara lewat HP yang jelas Fitri tidak akan bisa bicara leluasa karna bergetar duluan dan bahasanya akan amburaul.
Langsung saja Mas. kenapa Mas gak bilang ama Fitri bahwa kita akan tunangan secetap ini, tapi aku tau mas akan membuat kejutankan? walau Fitri sempat marah karna tidak diberitahu langsung oleh Mas Edo, tapi Fitri sangat senang sekali, karna penantian Fitri tidak sia-sia, dan Mas Edo membuktikan kesungguhannya pada Fitri.
Aku berhenti sebentar aku bertanya dalam hati, mungkinkan hubungan kami sudah dicium oleh orang rumah?. tapi tidak mungkin orang rumah membuat keputusan tanpa sepetahuanku, aku tambah konsentrasi membaca dengan duduk.

Awalnya Fitri terkejut ketika Ummi bertanya
"Fit, kamu dilamar oleh cucunya Om Anwar " mendengar kata Om Anwarnya Ummi berarti kan Kakek Mas Edo.
"cucu Kakek Anwar yang mana?" tanyaku menyelidik hanya ingin memastikan benarkah itu kamu?.
“siapa dah namanya, kalau tidak salah Hamdan” aku terkejut, hamdankan adek Mas yang masih kelas SD
"ah Ummy ada ada saja Hamdan kan masih SD masak aku mau ditunangkan dengan dia" jawabku sambil tertawa, namun aku sudah sedikit bisa menebak akan terpelesetnya nama yang Ummi katakan, tentu maksud ummi adalah Masnya
"itu lo Fit, Cucu Om Anwar yang sekarang Kulliah di UNIBRA Malang" jelaslah kini yang ummi maksud adalah Mas, tidak salah lagi, hatiku waktu itu bergemuruh hebat dan wajahku seperti kepiting rebus saking merona merahnya.
"jangan tolak lagi lo Fit, sudah berapa laki-laki yang kamu tolak, Om Anwar orang baik dan Cucunya juga baik-baik"
"terserah Ummilah" jawabku malu, sungguh sangat berat buat Fitri untuk mengatakan kata 'iya' pada waktu itu padahal Fitri ingin mengatakannya.
"tapi kamu maukan Fit?" tanya Ummi memastikan dan aku hanya mengangguk pelan sambil tersenyum malu.

Hatiku bergemuruh hebat, siapa yang Tunangan, Cucu Kakek Anwar yang Kuliah di UNIBRA ada dua, dan yang jelas bertunangan itu adalah Kakakku, aku ingat kembali akan ucapan kakak dulu
"Fitri tidak kalah dengan Ambar"
"dia pasti kamu kenal" betapa terpukulnya hatiku, lalu aku harus bilang apa pada Fitri, haruskah aku berterus terang bahwa itu bukan aku tapi Kakakku, atau aku biarkan saja sampai Fitri tau sendiri, lalu bagaimana perasaan Kakak jika tahu orang yang ditunanginya adalah pacar Adeknya, bagaimana aku menjelaskannya. Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulanginya, haruskah aku menghancurkan keluarga dengan memperebutkan Fitri, aku mimang sangat mengharapkan Fitrilah yang bakal membesarkan semua anak-anakku kelak, namun aku tidak mau keluargaku pecah apalagi menyakiti hati kakek, bagaimana ini. tambah terpukul lagi ketika aku melihat tulisannya yang terahir.
"cepat lulus ya mas! agar kita bisa mengarungi bahtera hidup ini dengan sama-sama" oh bagaimana jika kau tau Fit. bahwa itu bukan aku, yang akan mendampingimu kelak adalah Kakakku, tak terasa air mataku berlinang.
"tapi benarkan kamu nggak punya hubungan spesial dengan Fitri? loh kenapa kamu nangis Do?. apa lantaran surat itu, apasih isinya?" tiba-tiba kakak sudah ada di ambang pintu, aku sangat terkejut karna tidak menyadari kedatangannya,
"oh iya, kucing kesayanganku mati" kilahklu lirih
"kayak anak kecil aja, hanya kucing mati sudah nangis, eh benar kamu emang nggak punya hubungan spesial dengan Fitri" ulang Kakakku, ingin rasanya aku mengiakannya, tapi entah mengapa kepalaku tiba-tiba menggeleng lemas.
"Kak Edo! ada Mbak Viona diluar" terdengar suara imut Syesa dari luar.
"Tuh Vionamu datang" ujar Kakak. akupun cepat-cepat beranjak menemui Viona yang tersenyum ramah diruang tamu.
"kita keluar yuk, aku ingin menikmati segarnya udara di Batu" ajakku membuat Viona seakan tidak percaya akan ajakanku yang terdengar baru ditelinga, karna aku mimang tidak pernah sekalipun mengajaknya jalan, bahkan selalu mengelak ketika dia mengajak aku pergi berduaan, namun tanpa menunggunya bangun dari tempat duduk aku sudah keluar mendekati Mobil Civic Sportnya, dan Viona menyusulku dari belakang dan membuka pintu Mobilnya. Sepanjang perjalanan tidak sekalipun aku menyauti pembicaraannya, mungkin sekedar menjawab jika ada pertanyaan yang membutuhkan jawaban. fikiranku masih entah dimana, tiba-tiba aku teringat akan surat dari Fitri yang tergeletak begitu saja dikasur. tubuhku menegang "Kakak !" namun aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya memejamkan mata. ingin menghilangkan semuanya. tanpa sadar Viona sudah ada dalam dekapanku sambil menangis haru dam bahagia, entah apa saja yang sudah keluar dari bibirku.
“trimakasih mas”.

040208. siang

PROFIL PENULIS
Nama saya Alif Jazmin Aku suka memulis... setiap haripun kalau ada waktu luang pasti ngarang.. apalagi sejak punya Tablet 10', aku bisa berkarya dimana saja.. tapi hanya untuk dikonsumsi sendiri.. akhirnya teman bilang...
"Coba Lah bahagian orang lain dengan karyamu itu.. kan dapat pahala juga"
jadi aku mulai mempublikasikan karya yang tidak pantas ini di beberapa cara.. bahkan aku juga buka Blog Kampung-Karya-Q.blogspot.com.. tapi di sana masih sedikit.. aku nggak punya waktu onlen terus... nggak punya modal..

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.
Share & Like