CINTAKU NYANGKUT DI METRO MINI
Karya Diah Alifah
"Kiri-kiri bang, eh mbak."
"Gimana sih mbak, saya tuh cewek tulen masa dipanggil bang."
Inilah gue, seorang kondektur metro mini yang rada tomboy. Rambut gue udah keliatan cowok banget, belum penampilan gue yang gokil abis. Nama gue Mae, asli Betawi. Enyak gue seorang penjual dodol, babe gue sopir mikrolet. Ok, lanjut ke cerita tentang kehidupan gue. Sejak kelas 2 SMP, gue putus sekolah. kendalanya yaitu BIAYA. gue nggak pernah menyesal atau malu dengan kehidupan gue yang sekarang.
Pagi Hari
"Maeee.. bangun udah pagi. buruan kerja, cari duit.." suara enyak bener-bener persis kayak suara TOA, bawelnya nggak ketulungan. Namun gue menghiraukan enyak, gue masih ngantuk. "Brrr...." enyak mengguyur gue dengan seember penuh air.
"Astagfirullah enyak, tempat tidur Mae jadi basah. enyak ngapain sih pake nyiram pake aer segala."
"Dasar kebo, liat udah jam berape. lu kerjaannye tidurr aje, buruan mandi."
"Iye nyak,"
"Gimana sih mbak, saya tuh cewek tulen masa dipanggil bang."
Inilah gue, seorang kondektur metro mini yang rada tomboy. Rambut gue udah keliatan cowok banget, belum penampilan gue yang gokil abis. Nama gue Mae, asli Betawi. Enyak gue seorang penjual dodol, babe gue sopir mikrolet. Ok, lanjut ke cerita tentang kehidupan gue. Sejak kelas 2 SMP, gue putus sekolah. kendalanya yaitu BIAYA. gue nggak pernah menyesal atau malu dengan kehidupan gue yang sekarang.
Pagi Hari
"Maeee.. bangun udah pagi. buruan kerja, cari duit.." suara enyak bener-bener persis kayak suara TOA, bawelnya nggak ketulungan. Namun gue menghiraukan enyak, gue masih ngantuk. "Brrr...." enyak mengguyur gue dengan seember penuh air.
"Astagfirullah enyak, tempat tidur Mae jadi basah. enyak ngapain sih pake nyiram pake aer segala."
"Dasar kebo, liat udah jam berape. lu kerjaannye tidurr aje, buruan mandi."
"Iye nyak,"
Di terminal, gue udah ditunggu oleh bang Siregar, sopir metro mini. "Kemane aje sih lu. udah jam berapa ini? Rugi besar ini," dengan logat batak bang Siregar memarahiku, ini hal yang biasa bagi gue. tubuh gue udah kebal sama yang namanya ocehan-ocehan. "Maap bang, ayo langsung jalan."
Di Jalan
"Ayo mas buru dikit," ucap gue sedikit kesal pada seorang penumpang yang ingin naik, kelihatannya orang kaya, tapi kok naik metro mini.
"Sabar dong mas,"
"Enak aje manggil gue mas, gue cewek!"
"Maaf mas, eh mbak."
"Ongkosnye mane?"
"Berapa?"
"2 ribu aje,"
"Mbak nggak kuliah?"
"Kuliah? sekolah aje gue nggak lulus,"
(Mengeluarkan kartu nama dari kantong bajunya) "Nih kartu nama saya, kalau mbak butuh kerjaan telepon saya aja."
"Ok, tapi kerjaan lu itu baik-baik kan? masih halal kan?"
"Halan 100% mbak, tenang aja."
Di rumah..
gue ngeluarin kartu nama yang tadi diberikan di metro mini tadi. Rendy Wijaya. "Oh namanya mas Rendy." gue membaca seluruh isi kartu nama tersebut. "Siape Mae? Rendy?" enyak dateng tanpa ketok pintu terlebih dulu. "Enyak ngagetin aje."
"Rendy itu siapa Mae?"
"Tadi di metro mini ada penumpang yang ngasih kartu nama buat nawarin kerja ke Mae."
"Lu terima aje, kan enak gitu kerja di gedongan."
"Mae masih pikir-pikir dulu."
gue nelepon ke mas Rendy, "Halo mas, ini saya Mae."
"Mae? Mae siapa ya?"
"Kondektur metro mini, masih inget nggak mas?"
"Oiya saya ingat. Ada apa ya?"
"Memang ada lowongan kerja untuk saya?"
"Ada,"
"Apa mas?"
"Jadi asisten pribadi saya, tertarik nggak?"
"Ok mas, kapan saya bisa masuk mas?"
"Besok, nanti alamatnya saya SMS."
"Terimakasih banyak mas,"
"Iya sama-sama. Selama kamu berkerja dengan saya kamu harus berpakaian rapi."
"Baik mas,"
Pagi hari..
"Tumben lu rapi banget Mae? Ada angin ape nih?"
"Nyak, doa'in Mae, Mae mau ngelamar kerja di rumah gedongan."
"Jadi ape Mae?"
"Jadi asisten pribadi mas Rendy. Mae jalan ya Nyak,"
"Iye, hati-hati Mae."
Jl. Kencana no. 23
"Wih, nih rumah ape gedong?" gue takjub melihat rumah mas Rendy
"Maaf mbak, cari siapa ya?" tanya seorang satpam
"Pak, apakah benar ini rumah pak Rendy?"
"Iya benar, ada perlu apa ya?"
"Saya mau melamar kerja jadi asisten pribadinya pak Rendy."
"Silahkan masuk mbak,"
Rumahnya besar banget, gue belum pernah lihat rumah segini besarnya. Tapi, dimana mas Rendy? Mengapa dia tertarik dengan gue untuk dijadikan asisten pribadinya? Aku tidak cantik dan tidak berpendidikan tinggi, aneh.
"Hai Mae, silahkan duduk."
"Mas Rendy, kenapa mas Rendy milih aye sebagai asisten pribadi mas?"
"Lucu aja gitu punya asisten yang tomboy dan lucu. Mulai sekarang panggil saya Rendy aja, nggak usah pake 'Mas', Ok?"
"Baik,"
Hari demi hari gue lalui denganmenjadi asisten Rendy. Udah ganteng, kaya, pinter, baik lagi. Semakin hari, gue semakin dekat dengan Rendy.
"Mae, mau makan malam sama gue nggak?"
"Makan malam?"
"Iya, mau nggak?"
"Ok,"
Pakai baju apa ya untuk makan malam dengan Rendy? Baju-baju gue udah jelek plus kampungan. Seluruh isi lemari gue obrak-abrik. "Nyari ape Mae?" tanya enyak, "Nyari baju nyak, Mae mau makan malam sama Rendy, tapi bingung pake baju apa," enyak meninggalkan gue begitu aje, kasih saran atau apa kek ini malah ditinggalin. "Nih enyak ada baju rok, cocok nih sama lu Mae. dicoba ya, oiya nih enyak juga punya selop (High Heels) tapi udah jadul banget Mae, nggak papa ye yang penting ada."
Gue memakai baju dan sepatu yang enyak kasih. Muter-muter depan kaca, "Gue cantik juga ya kalo dandan," gue menyisir rambutku, memakai bedak, dan nggak lupa pake minyak nyong-nyong (minyak wangi). Semua udah siap. Tinggal nunggu jemputan Redy
"Ganteng banget lu, Mau jemput Mae ya? Bentar ya enya panggil dulu." ucap enyak pada Rendy
Di Lestoran Mahal, khusus makanan Sushi..
Sushi? apaan tuh? Sushi itu bukannya mantan atlet badminton ye? Pasti yang makan disini orang kaya semua. Gue merasa minder berada disini. Dua pasang tempat duduk yang telah dihias yang diatas mejanya bertulis "Tn. Rendy Wijaya, dan Ny. Maemunah" itu pasti tempat pesanannya Rendy. Oh ternyata Sushi itu makanan Jepang yang terbuat dari daging mentah. Sebelum mencicipinya saja gue udah mual.
"Dimakan Sushinya Mae, enak lho!"
"Ogah ah, ini kan daging mentah. Kalo gue makan, pasti nanti sakit perut,"
"Nggak lah Mae, ini higienis."
"Lebih enak makan di warteg yang murah meriah, makanannya juga enak-enak."
"Mae malam ini lu cantik banget," Rendy tiba-tiba bicara seperti itu? pertanda apa ini?
"Apaan sih Rendy?"
"Lu cantik, bener deh."
"Makasih,"
"Lu mau nggak jadi pacar gue?" waw.. Rendy mau jadi pacar gue? Nggak percaya, tapi ini nyata.
"Lu mau jadi pacar asisten lu sendiri? Lu kaya Rendy, sedangkan gue miskin, nggak berpendidikan tinggi. gue nggak pantes jadi pacar lu,"
"Tapi gue bener-bener cinta sama lu. Cinta gue tulus buat lu. Sejak gue ketemu sama lu, gue ngerasa kalo elu itu cinta gue. Sejak awal gue cinta sama lu."
Nggak nyangka bisa jadi pacar orang gedongan!! Tapi semua berubah. Rendy keluar dari rumahnya yang super mewah dan sekarang ia ngontrak. makan hanya seadanya. Makan di warteg. Sekarang ia sudah tak jadi orang berdasi lagi, melainkan orang 'berhanduk keringat', yaitu kondektur metro mini, sama seperti pekerjaan gue yang dulu.
Di Jalan
"Ayo mas buru dikit," ucap gue sedikit kesal pada seorang penumpang yang ingin naik, kelihatannya orang kaya, tapi kok naik metro mini.
"Sabar dong mas,"
"Enak aje manggil gue mas, gue cewek!"
"Maaf mas, eh mbak."
"Ongkosnye mane?"
"Berapa?"
"2 ribu aje,"
"Mbak nggak kuliah?"
"Kuliah? sekolah aje gue nggak lulus,"
(Mengeluarkan kartu nama dari kantong bajunya) "Nih kartu nama saya, kalau mbak butuh kerjaan telepon saya aja."
"Ok, tapi kerjaan lu itu baik-baik kan? masih halal kan?"
"Halan 100% mbak, tenang aja."
Di rumah..
gue ngeluarin kartu nama yang tadi diberikan di metro mini tadi. Rendy Wijaya. "Oh namanya mas Rendy." gue membaca seluruh isi kartu nama tersebut. "Siape Mae? Rendy?" enyak dateng tanpa ketok pintu terlebih dulu. "Enyak ngagetin aje."
"Rendy itu siapa Mae?"
"Tadi di metro mini ada penumpang yang ngasih kartu nama buat nawarin kerja ke Mae."
"Lu terima aje, kan enak gitu kerja di gedongan."
"Mae masih pikir-pikir dulu."
gue nelepon ke mas Rendy, "Halo mas, ini saya Mae."
"Mae? Mae siapa ya?"
"Kondektur metro mini, masih inget nggak mas?"
"Oiya saya ingat. Ada apa ya?"
"Memang ada lowongan kerja untuk saya?"
"Ada,"
"Apa mas?"
"Jadi asisten pribadi saya, tertarik nggak?"
"Ok mas, kapan saya bisa masuk mas?"
"Besok, nanti alamatnya saya SMS."
"Terimakasih banyak mas,"
"Iya sama-sama. Selama kamu berkerja dengan saya kamu harus berpakaian rapi."
"Baik mas,"
Pagi hari..
"Tumben lu rapi banget Mae? Ada angin ape nih?"
"Nyak, doa'in Mae, Mae mau ngelamar kerja di rumah gedongan."
"Jadi ape Mae?"
"Jadi asisten pribadi mas Rendy. Mae jalan ya Nyak,"
"Iye, hati-hati Mae."
Jl. Kencana no. 23
"Wih, nih rumah ape gedong?" gue takjub melihat rumah mas Rendy
"Maaf mbak, cari siapa ya?" tanya seorang satpam
"Pak, apakah benar ini rumah pak Rendy?"
"Iya benar, ada perlu apa ya?"
"Saya mau melamar kerja jadi asisten pribadinya pak Rendy."
"Silahkan masuk mbak,"
Rumahnya besar banget, gue belum pernah lihat rumah segini besarnya. Tapi, dimana mas Rendy? Mengapa dia tertarik dengan gue untuk dijadikan asisten pribadinya? Aku tidak cantik dan tidak berpendidikan tinggi, aneh.
"Hai Mae, silahkan duduk."
"Mas Rendy, kenapa mas Rendy milih aye sebagai asisten pribadi mas?"
"Lucu aja gitu punya asisten yang tomboy dan lucu. Mulai sekarang panggil saya Rendy aja, nggak usah pake 'Mas', Ok?"
"Baik,"
Hari demi hari gue lalui denganmenjadi asisten Rendy. Udah ganteng, kaya, pinter, baik lagi. Semakin hari, gue semakin dekat dengan Rendy.
"Mae, mau makan malam sama gue nggak?"
"Makan malam?"
"Iya, mau nggak?"
"Ok,"
Pakai baju apa ya untuk makan malam dengan Rendy? Baju-baju gue udah jelek plus kampungan. Seluruh isi lemari gue obrak-abrik. "Nyari ape Mae?" tanya enyak, "Nyari baju nyak, Mae mau makan malam sama Rendy, tapi bingung pake baju apa," enyak meninggalkan gue begitu aje, kasih saran atau apa kek ini malah ditinggalin. "Nih enyak ada baju rok, cocok nih sama lu Mae. dicoba ya, oiya nih enyak juga punya selop (High Heels) tapi udah jadul banget Mae, nggak papa ye yang penting ada."
Gue memakai baju dan sepatu yang enyak kasih. Muter-muter depan kaca, "Gue cantik juga ya kalo dandan," gue menyisir rambutku, memakai bedak, dan nggak lupa pake minyak nyong-nyong (minyak wangi). Semua udah siap. Tinggal nunggu jemputan Redy
"Ganteng banget lu, Mau jemput Mae ya? Bentar ya enya panggil dulu." ucap enyak pada Rendy
Di Lestoran Mahal, khusus makanan Sushi..
Sushi? apaan tuh? Sushi itu bukannya mantan atlet badminton ye? Pasti yang makan disini orang kaya semua. Gue merasa minder berada disini. Dua pasang tempat duduk yang telah dihias yang diatas mejanya bertulis "Tn. Rendy Wijaya, dan Ny. Maemunah" itu pasti tempat pesanannya Rendy. Oh ternyata Sushi itu makanan Jepang yang terbuat dari daging mentah. Sebelum mencicipinya saja gue udah mual.
"Dimakan Sushinya Mae, enak lho!"
"Ogah ah, ini kan daging mentah. Kalo gue makan, pasti nanti sakit perut,"
"Nggak lah Mae, ini higienis."
"Lebih enak makan di warteg yang murah meriah, makanannya juga enak-enak."
"Mae malam ini lu cantik banget," Rendy tiba-tiba bicara seperti itu? pertanda apa ini?
"Apaan sih Rendy?"
"Lu cantik, bener deh."
"Makasih,"
"Lu mau nggak jadi pacar gue?" waw.. Rendy mau jadi pacar gue? Nggak percaya, tapi ini nyata.
"Lu mau jadi pacar asisten lu sendiri? Lu kaya Rendy, sedangkan gue miskin, nggak berpendidikan tinggi. gue nggak pantes jadi pacar lu,"
"Tapi gue bener-bener cinta sama lu. Cinta gue tulus buat lu. Sejak gue ketemu sama lu, gue ngerasa kalo elu itu cinta gue. Sejak awal gue cinta sama lu."
Nggak nyangka bisa jadi pacar orang gedongan!! Tapi semua berubah. Rendy keluar dari rumahnya yang super mewah dan sekarang ia ngontrak. makan hanya seadanya. Makan di warteg. Sekarang ia sudah tak jadi orang berdasi lagi, melainkan orang 'berhanduk keringat', yaitu kondektur metro mini, sama seperti pekerjaan gue yang dulu.
PROFIL PENULIS
Saya Diah Alifah. Iseng-iseng aja nulis cerpen ini. Semoga para pembaca terhibur dengan cerpen komedi romantis buatan saya ini. Mohon maaf jika ada kata yang tak berkenan atau kata-kata yang tidak sopan. Terimakasih dan Selamat Membaca.