BERHENTI BERHARAP
Karya Nur Safitri Kasim
Tik...tik. Hujan di ujung senja mengingatkanku pada sebuah nama yang masih begitu segar diingatanku Ikramullah. Meski nama itu sudah kujadikan salah satu nama yang masuk dalam daftar orang-orang yang akan kuhapus dalam memoriku otakku.
Malam itu dalam sebuah acara organisasi, awal aku mengenalnya.
“Zhifa...” suara itu mengagetkanku yang tengah menyendiri di belakang tenda putri ketika yang lain asyik dengan aktivitas mereka masing-masing.
“Ari.” Kataku sambil menoleh kebelakang.
“sendiri aja” sapa seorang cowok berkulit putih dan bermata sipit yang berada tepat disamping Ari. Aku Cuma mengangguk heran dan bertanya dalam hati siapa gerangan orang ini.
“Fa’ kenalkan ini Ikram, temanku sejak Taman kanak-kanak dulu. Dia pindahan dari Kalimantan, kebetulan dia jurusan Menejemen perairan sama dengan jurusanmu.
“Mm, Ikram”katanya dengan tersenyum dan mengajukan tangannya kepadaku.
“Zhifa” kataku sambil melepas tanganku dari tangannya.
“aku tinggal sebentar ya’?” kata Ari sambil beranjak menuju tempat anak-anak berkumpul.
“tapi, Ri’!!!!!!!!!!!!!”teriakku.
Seseaat kamipun diam.
“Fa’ di sini kamu tinggal di mana?” tanya Ikram memecah keheningan malam itu.
“di pondok hijau, tepat di belakangnya kampus.” Jawabku singkat.
“jadi, kamu kost-kostan di sini ya’. Saya kira kamu orang asli disini?” tanyanya lagi.
“ough, tidak ‘Kram saya hanya dari kampung.”
“jika libur semester aku boleh ya’ jalan-jalan kekampung halamanmu?”
Aku hanya mengangguk dan pembicaraan kita malam itu berakhir ketika aku sudah diserang kantuk saat jarum jam menunjuk angka 2. Ikrampun meninggalkanku saat kumasuk kedalam tenda putri.
* * *
Malam itu dalam sebuah acara organisasi, awal aku mengenalnya.
“Zhifa...” suara itu mengagetkanku yang tengah menyendiri di belakang tenda putri ketika yang lain asyik dengan aktivitas mereka masing-masing.
“Ari.” Kataku sambil menoleh kebelakang.
“sendiri aja” sapa seorang cowok berkulit putih dan bermata sipit yang berada tepat disamping Ari. Aku Cuma mengangguk heran dan bertanya dalam hati siapa gerangan orang ini.
“Fa’ kenalkan ini Ikram, temanku sejak Taman kanak-kanak dulu. Dia pindahan dari Kalimantan, kebetulan dia jurusan Menejemen perairan sama dengan jurusanmu.
“Mm, Ikram”katanya dengan tersenyum dan mengajukan tangannya kepadaku.
“Zhifa” kataku sambil melepas tanganku dari tangannya.
“aku tinggal sebentar ya’?” kata Ari sambil beranjak menuju tempat anak-anak berkumpul.
“tapi, Ri’!!!!!!!!!!!!!”teriakku.
Seseaat kamipun diam.
“Fa’ di sini kamu tinggal di mana?” tanya Ikram memecah keheningan malam itu.
“di pondok hijau, tepat di belakangnya kampus.” Jawabku singkat.
“jadi, kamu kost-kostan di sini ya’. Saya kira kamu orang asli disini?” tanyanya lagi.
“ough, tidak ‘Kram saya hanya dari kampung.”
“jika libur semester aku boleh ya’ jalan-jalan kekampung halamanmu?”
Aku hanya mengangguk dan pembicaraan kita malam itu berakhir ketika aku sudah diserang kantuk saat jarum jam menunjuk angka 2. Ikrampun meninggalkanku saat kumasuk kedalam tenda putri.
* * *
Waktu terus berlalu, sebagai satu-satunya teman Ikram di kampus. Membuatku harus membagi waktu antara mengerjakan tugas kuliahku dan membantu Ikram mengerjakan tugasnya pula. Aku membantunya semata-mata untuk menolongnya.
“Kram kan sudah satu minggu kamu kuliah di sini. Kok belum punya kenalan selain aku?”tanyaku ketika sedang mengetik laporan miliknya.
“kamu sudah lelah membantu saya ya’ Fa?”
“ach. Nggak begitu maksud saya Kram. Maksud saya, kau juga harus punya temanlah selain aku. Meski kau punya banyak teman aku akan selalu siap membantu kamu. Insya Allah.”
Dia hanya tersenyum sambil mengutak-atik Blackberrynya.
* * *
Hari telah berganti hari, bulanpun telah berlalu tanpa pamit. Tiada terasa aku sudah semester 5, begitupun dengan Ikram. Tetapi, entah kenapa dia mulai berubah dan seolah menjauh dariku. Mungkin karena dia telah mempunyai banyak teman.
“aku sungguh kehilangan sosok seorang sahabat yang selalu mengukir senyum disepanjang hariku.” Gumamku dalam hati. “astagfirullah,...” lanjutku. Kenapa, mendadak aku memikirkan dia, yang hanya seseorang yang kukenal lewat temanku pula.
* * *
Libur semester telah berakhir. Ikram yang dulu meminta kepadaku, jika liburan tiba ingin jalan-jalan kekampung halamanku, kini telah menjadi cerita lama yang usang. “dimanakah kau sekarang? Kemanakah kau yang selalu hadir dihadapanku ketika tugas dari dosen menumpuk ditanganmu? Manakah wajah lucu yang selalu tersenyum padaku ketika kebingungan melandaku?”sejuta pertanyaan itu entah kapan ada jawabnya.
Disudut kantin aku duduk sendiri sambil membaca buku tentang Koperasi dan Bisnis. Tiba-tiba seorang Laki-laki dan seorang perempuan berwajah oriental menghampiriku sambil bergandengan tangan. Laki-laki itu adalah Ikram, tetapi aku tidak mengenali perempuan cantik yang ada di sampingnya.
“ Fa’ ini tugasku besok pagi mau dikumpul. Seperti biasa bantu aku ya’?”
“maaf kali ini aku tidak bisa.”
“Zhifa....kok langsung tidak bisa sih? Kamarin-kemarikan kau juga yang selalu mengerjakan tugasku?” katanya sambil menarik keras tanganku.
“lepaskan!!!!!!!!!” teriakku sambil kuberusaha melepaskan tanganku dari genggemannya. “itu dulu ‘Kram, sekarang Maaf aku tidak bisa.” Lanjutku sambil beranjak meninggalkan mereka berdua.
“Tunggu dulu Fa’!!” katanya sambil mengejarku. “sayang.” Lanjutnya sambil menggandeng wanita yang ada di sampingnya.
“sayang??” tanyaku dalam hati. “apa lagi sih?” kataku sambil mempercepat langkahku.
“kau sudah berubah ya’ fa’?”
“entah siapa yang telah berubah aku ataukah kamu?” maaf ‘Kram saya mau pulang. “duluan ya.” Kataku sambil tersenyum kecut dengan wanita yang sejak tadi tak pernah lepas dari genggaman tangan Ikram.
“sebentar Fa’, kenalkan dulu ini pacarku.”
Langkah kakiku langsung terhenti karena kalimat itu. “hach pacar? Aku cemburu? Tidaaaaaaak?” tanyaku dalam hati sambil kugeleng-gelengkan kepalaku.
“Dhea.” Kata wanita itu sambil menyodorkan tangannya padaku.
“ach,ya ya Zhifa.” Kataku tergagap. “oke, aku duluan ya.” Kembali kulangkahkan kaki. Tapi, sepertinya ada yang kulupa. “eh’ Selamat ya.” Kataku sambil memutar balik arahku. ”kenapa aku jadi salah tingkah begini ya’?” tanyaku lagi dalam hati.
Merekapun hanya tersenyum, seolah sebuah senyum kemenangan yang telah meruntuhkan tembok pertahananku. “ apa yang terjadi dengan pikiranku? Apa yang telah membuat hatiku hingga seperti saat ini?entah apa, aku tak tahu itu. Yang pastinya ada sebuah beban besar yang telah memenuhi otakku, seolah telah merebut kemerdekaanku.” Pertanyaan demi pertanyaan muncul di pikiranku, hingga kusampai didepan pintu kostku, tak satupun dari pertanyaan itu kutemukan jawabannya.
* * *
Setalah shalat magrib malam itu. Handphoneku berdering ada telpon. “Ikram?”
“halo?”
“ya...” jawabku pelan.
“sedang apa cewek culun?”
“apa?”
“hahah. Pura-pura tidak dengar lagi. Dasar cewek jelek, miskin, bodoh, kampungan........”
Tett...tett. langsung kuakhiri telponku darinya. Tiba-tiba ada Pesan singkat lagi darinya.
“cewek jelek, aku tahu kau berubah karena aku sudah punya pacarkan? Kau mengerjakan tugas-tugasku selama ini karena kau berharap aku akan suka kepadamu. Besar sekali harapanmu cewek Dungu dan sekarang kau cemburukan dengan Dhea.hehehe, selamat bersedih dan menangislah sepuasnya kalau perlu akan kukirim tisyu untukmu.”
Langsung kunonaktifkan handphoneku. Aku menangis dan merasa terpukul dengan kata-kata Ikram tadi. Tega, hanya kata itu yang mampu terucap oleh bibirku.aku menangis bukan karena merasa cemburu, tetapi aku tak penah menyangkah orang yang selama ini selalu kuluangkan waktuku untuknya ternyata dengan tega mengatakan kata yang tak seharusnya ia katakan padaku.
* * *
Keesokan harinya, tepat didepan kelasku seorang cewek melempariku sebutir telur busuk dan telur itu akhirnya pecah di lengan kiriku. “ hahaha. Lempar lagi sayang!” kata ikram sambil mengecup kening Dhea , pacarnya. Aku hanya terdiam, sekuat tenaga kutahan air mataku, aku tidak mau terlihat lemah didepannya.
“puakk!” dua sampai tiga telur busuk melayang dan pecah diseluruh tubuhku. “ ini untuk gadis busuk yang dengan percaya dirinya mengharapkan aku untuk membalas perasaannya. Tidak punya malu hach?” bertubi-tubi Ikram menghinaku.
“Terus ‘Kram, lakukan sampi kau puas!!”
“Cup-cup, nangiiiis. Hahaha”
Akupun berlari menjauh dari kerumunan orang yang menonton dan menertawaiku. Hingga di sepanjang perjalanan pulang semua orang memperhatikanku. Tak kuasa aku meneteskan air mataku.
* * *
Sesampainya di kost, kubersihkan badanku. Setelah itu, kukumpulkan semua barang-barangku yang ada hubungan dengan Ikram, tak satupun yang tersisa semua kubakar hingga menjadi abu. Sampai nomor telponnya yang pernah kusimpan, juga ikut kuhapus.
“Ri’ KENAPA KAU MENGENALKANKU DENGANYA?”Setelah pesan singkat itu ku kirim, nomor telpon dari Aripun kuhapus. Temanku yang telah mengenalkanku dengan laki-laki yang tak tahu terimah kasih itu. Aku gelisah menunggu balasan dari Ari yang tak kunjung datang. Kupaksa mataku agar terpejam dan tidur, tetapi semakin kupaksa, hatiku seolah merontah kesakitan. Ada rasa sakit yang menusuk hatiku hingga relung yang paling dalam. Kuteringat obat tidur yang ada di atas lemariku, obat itu milik Citra sahabatku yang menderita insomnia.
Setelah kuminum 2 tablet obat itu, rasa kantukpun mulai menyerangku. Lima menit kemudian akupun tertidur.
* * *
“Ikraaaaaaaaaaaaam...” akupun terbangun dari tidurku. Kulihat jam dindingku, sudah pukul 23:15.
“ ya Allah..kenapa sampai detik ini aku belum bisa melupakannya. Jelas-jelas dia telah menghina dan menyakiti. Apakah ini yang namanya cinta? Apakah aku telah jatuh cinta? Benarkah selama ini aku telah berharap lebih dari Ikram?” untuk kesekian kalinya aku menangis karenanya, tetapi untuk kali ini aku sendiri tak pernah mengerti. “apakah aku menangis karena baru sadar kalau aku benar-benar suka padanya dan aku takut kehilangannya, entahlah?”
Tetapi, apakah maksud dari mimpiku ini. Kenapa sampai aku memimpikannya dan melihatnya tersiksa di depan mataku. “ach entahlah, mulai saat ini aku tidak akan ikut campur dengan urusanmu. Walaupun, ternyata aku pernah menyimpan rasa suka padamu. Tetapi, mulai saat ini aku akan melupakanmu dan kutak akan berharap lebih lagi padamu.”
* * *
Malam telah larut, kuperhatikan bintang-bintang yang dengan indahnya berpijar dilangit malam. Didalam kesendirianku malam itu, kucoba membuka kembali akun Facebookku melalui handphone selulerku yang sudah sekitar satu bulan tidak pernah kubuka.
“astagaaaa.” Aku baru sadar ternyata sejak kemarin handphoneku tidak pernah aktif. “ kemarin ibu pasti menghubungiku.” Lanjutku. Baru sekitar 2 menit ku aktifkan handphoneku, sebuah nomor baru menelponku.
“halo, dengan Zhifa’?” kata seorang wanita dengan tergesa-gesa dari seberang sana.
“ya, saya Zhifa. Ini dengan siapa ya’?”
“sa..saya Indah kakaknya Ikram. Fa’...”
“maaf, sepertinya kakak salah sambung.” Ucapku sambil mengakhiri telpon darinya. Aku telah bosan dan terlanjur kecewa dengan apa yang berhubungan dengan Ikram. “tetapi, ada apa lagi dengannya? Kenapa sampai kakaknya menelponku, sudah tengah malam lagi?”
Handphoneku kembali berdering, nomor itu lagi, dua sampai tiga kali ia mengulangi menelponku. Tapi, aku tetap teguh untuk tidak menerima telpon dari nomor itu, nomor dari seorang kakak yang telah menorehkan luka dihatiku.
Beberapa menit kemudian, kembali nomor baru hadir di handphoneku. “ nomor siapa lagi ini?”tanyaku dalam hati. Panggilan pertamanya kuabaikan , tetapi dia mengulangi untuk menelponku lagi. Akhirnya dengan terpaksa kuangkat telpon itu.
“Zhifa....aku Ari’. Fa’ sekarang Ikram sedang Koma dirumah sakit. Dia memanggil-manggil namamu. Fa’...Fa’, jawab aku Fa’?”
Tett...tett. kuakhiri juga telpon dari Ari’, tanpa mengeluarkan satu katapun. Tiba-tiba guntur dengan hebatnya menggelegar di udara diikuti hujan yang sangat deras.
Ari’ kembali menelponku. “ tidak, aku tidak akan mengubah keputusanku. Kuyakin kau bersekongkol dengan Ikram untuk menyakitiku. Ikram koma atau mati aku tidak akan peduli.” Sekali lagi petir kembali menggetarkan isi bumi.
Ditengah dinginnya malam, kuputar musik dengan kerasnya.
“paakkk....pakkk,..Zhifa.” terdengar seseorang memanggilku dari luar dan menggedor-gedor pintu kamarku.
“siapa?” kataku sambil mengecilkan suara Music Playerku.
“saya Ari’, please bukakan saya pintu Fa’.” Terdengar suara Ari’ dari luar yang gemetar kedinginan.
Kuintip dari jendela, benar dia Ari’. Kelihatanya seluruh tubuhnya basah kuyub. “masuk.” Kataku sambil membuka pintu kamar kostku dan kuberikan handuk kepadanya. “duduk.” Kataku acuh tak acuh.
“tidak, aku tidak perlu duduk Fa’, aku datang kesini untuk menjemputmu. Ikram benar-benar membutuhkanmu saat ini Fa’.”
“maaf aku tidak bisa.”
“Zhifa, please.”
“tidak Ri’, jangan paksa aku.”
“Fa’ percayalah saat ini Ikram dalam keadaan....”
“dalam keadaan apapun, aku tidak akan menemuinya!!” Kembali air mataku terjatuh.
“sampai dia menghembuskan napas terakhirnya?”
Akupun terdiam, air mataku terus jatuh dipipiku. “buat apa aku menemui seseorang yang dengan teganya menyakitiku, melempariku telur busuk di depan banyak orang hingga memakiku sampai mencabik-cabik hatiku. Apakah aku harus pura-pura tegar dengan menemuinya? Aku lelahhhh Ri’, kenapa selalu aku yang harus mengalah?” kataku dengan berlinang air mata. “ benar aku telah jatuh hati padanya, tetapi tak sepantasnya dia menghinaku.....hikshiks.” aku tak kuasa menahan air mataku.
“Fa’ aku tidak tahu secara detail apa yang telah terjadi antara kau dan Ikram. Tetapi, untuk kali ini kumohon, lupakan semua yang telah terjadi antara kalian berdua. Ikram butuh kau saat ini Fa’.”
“tak semudah itu untuk aku melupakan semua yang telah dia lakukan kepadaku...sakit saaakit Ri’!!”
“pura-puralah Fa’, untuk sekali ini saja. Kuyakin setelah mendengar suaramu akan ada keajaiban dari Tuhan untuknya.”
“kenapa harus suara aku, suara seorang gadis yang begitu dia benci?”
“siapa lagi kalau bukan kau Fa’. Dia tidak membencimu, seperti apa yang kau bayangankan, buktinya dalam keadaan koma dia menyebut satu nama dan itu kau Fa’!”
“kemana gadis cantik yang selalu ada disampingnya?”
“Dhea maksudmu?”
Aku hanya mengangguk pelan, sambil menghapus bekas-bekas air mataku.
“justru dialah penyebab dari musibah ini?”
“mak...maksudnya?”
“sebenarnya Ikram dikeroyok oleh puluhan orang suruhan Doni, tunangan Dhea. Ikram pacaran dengan Dhea, ketika Dhea masih berstatus tunangannya Doni. Setelah dikeroyok, Ikram di buang di tong sampah. Parahnya lagi Fa’, Dhea mengaku bahwa dia dipaksa oleh Ikram untuk menerima cintanya.”
“inilah balasan untuk orang-orang yang tak berperasaan.” Lirihku.
“apa Fa’?”
“tidak. Tunggu sebentar ya’ Ri’ aku ganti baju dulu.”
“mau ikut aku kerumah sakit Fa’?” tanya Ari’ penuh harapan.
Aku hanya mengangguk pelan. Beberapa menit kemudian kamipun berangkat kerumah sakit ketika adzan shubuh dikumandangkan. Tak peduli dingin dan hujan yang mengguyur tubuh ini.
* * *
Sesampainya di rumah sakit, kudapati Ikram terbaring lemah dengan bantuan pernapasan dihidungnya. Baru kulangkahkan kaki masuk kedalam ruangan itu, Ikram menyebut namaku. “Fa’...”. semua orang yang ada diruangan itu mempersilahkanku untuk mendekat di sisi Ikram, termasuk Bapak dan Ibunya. Tetapi, entah kenapa semakin kutatap wajah itu, kenangan tentangnya yang telah menyakitiku terpancar jelas dimataku.
Tepat disamping kanannya, kuberdiri tak tahu aku harus bagaimana. Dokter mengisyaratkanku untuk membisikan sesuatu di telinganya.
“Ikram” kataku pelan.
“sekali lagi Nak’?” pinta Ibunya
“Ikram”
“Tante mohon sekali lagi Nak’.” Kata Ibunya sambil terisak.
Sejenak aku terdiam. “Ikram aku......aku memaafkanmu. Sadarlah sekarang aku ada di sampingmu.” Kataku sambil terisak pula.
Sungguh keajaiban itu datang, dari celah matanya ia menangis dan sekali lagi dia menyebut namaku. “Zhifa.”
Ruangan itu berubah penuh air mata. Secerca harapan telah hadir didepan mata mereka, Ikram sudah sadar.
Setelah itu aku pamit pulang, tetapi keluarga Ikram memohon kepadaku untuk tidak meninggalkannya. Apalagi Mamanya, sambil menangis dia memelukku dan memohon kepadaku untuk tetap disini sampai Ikram benar-benar sembuh. Kalau seorang ibu yang meminta, sungguh aku tak kuasa menolaknya.
“iya Tante, aku janji tetap disini sampai Ikram sembuh.”
“makasih ya’ Fa’.”
Aku hanya mengangguk pelan.
* * *
Sudah sekitar 2 minggu, aku tinggal di rumah sakit tidur dan makan disamping Ikram. Kelihatannya diapun merasa berat menerima semua perhatian dariku. Sebelum dan setelah dia sadar aku selalu ada disampingnya.
“kau tidak bosan menjagaku Fa’?”
Aku hanya menggelengkan kepalaku.
“benar kau telah memaafkanku?”
Kembali aku hanya mengangguk dan air mataku kembali jatuh. Ikram dengan pelan menghapus butiran air mataku yang mengalir lembut di pipiku. “kok nangis Fa’?”
Kembali kugelengkan kepalaku. “ Fa’ perasaanmu kepadaku masih samakan seperti dulu? Ternyata aku juga menyimpan perasaan yang sama dan aku tidak bisa membohongi perasaanku kepadamu. I Love you My Princess.” Kata Ikram sambil tersenyum kepadaku.
“ehm,,,untuk saat ini kau tidak boleh banyak berpikir ‘Kram. Kita bahas itu jika kau sudah sembuh.” Kataku sambil mengalihkan pembicaraan.
“kalau begitu aku mau cepat sembuh Fa’.”
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
* * *
Beberapa minggu kemudian, dokter telah mengizinkanya untuk pulang. Terpancar kegembiraan dari wajah Ikram begitupun orang tuanya.
Satu persatu dari pihak keluarga Ikram mengucapkan banyak terimah kasih kepadaku. Terakhir Ikram mengecup keningku di hadapan keluarganya. “terimahkasih wahai calon istriku.” Ketika dia mengecup keningku, teringat lagi olehku ketika dia mengecup kening Dhea di depanku.
Semua orang tersenyum mendengar ucapan Ikram.tetapi, tidak denganku. Aku masih begitu bingung mendengar ucapanya.
* * *
Keesokan harinya, sekitar pukul 20:00 dia menjemputku dan mengajakku Dinner. Sudah kutolak, tetapi dia berlutut dan mengancamku akan bermalam didepan pintu kamarku kalau aku sampai menolak ajakannya. Akhirnya akupun ikut dengannya.
Beberapa menit kemudian, kamipun sampai disebuah Restaurant mewah.
Setelah memesan makanan dan minuman. Ikram kembali mempertanyakan jawabanku. Aku hanya diam membisu, ketika berkali-kali dia meminta jawaban dariku.
“Zhifa?”
“mmmm, Maaf aku tidak bisa ‘Kram.”
“aku tidak salah dengarkan Fa’?” tanyanya seolah tak percaya.
Aku hanya mengangguk pelan.
“kenapa kau menolakku Fa’, kenapa?”
“karena, kutau aku tidak pernah pantas untukmu.”
“aku tidak mengerti apa maksudmu Fa’?”
Aku berlari keluar dan Ikram mengejarku. Diparkiran dia menahanku dan menggenggam tanganku.
“Fa’ jawab aku dulu.”
“ ‘kram, aku hanya seorang gadis dungu, jelek, miskin dan kampungan. Aku tidak pantas berharap apalagi mendapatkan cinta darimu.” Kataku sambil terisak.
“itu dulu Fa’, ketika aku dibutakan oleh cinta palsu Dhea.”
“bagiku dulu dan sekarang sama saja. Aku telah melupakanmu dan berhenti berharap dari apa yang tak mungkin aku miliki. Itukan pintamu dulu dihadapan semua orang, sekarang aku sudah melakukannya. Jadi, jangan bertanya lagi.”
“berhentilah mengharapkanku seperti aku telah berhenti mengharapkanmmu.” Lanjutku
Kutinggalkan Ikram yang masih berdiri mematung di parkiran.
Malam semakin larut. Tepat pukul 23:15 taxi yang kutumpangi berhenti didepan kostku.
Air mataku terus mengalir. “sakit, tapi ini telah menjadi pilihanku. Aku tidah boleh lemah didepannya, atau sampai diperbudak oleh perasaanku sendiri. Satu keyakinanku jika dia adalah jodohku maka dia akan kembali untukku.”
Makassar, 11 september 2012
“Kram kan sudah satu minggu kamu kuliah di sini. Kok belum punya kenalan selain aku?”tanyaku ketika sedang mengetik laporan miliknya.
“kamu sudah lelah membantu saya ya’ Fa?”
“ach. Nggak begitu maksud saya Kram. Maksud saya, kau juga harus punya temanlah selain aku. Meski kau punya banyak teman aku akan selalu siap membantu kamu. Insya Allah.”
Dia hanya tersenyum sambil mengutak-atik Blackberrynya.
* * *
Hari telah berganti hari, bulanpun telah berlalu tanpa pamit. Tiada terasa aku sudah semester 5, begitupun dengan Ikram. Tetapi, entah kenapa dia mulai berubah dan seolah menjauh dariku. Mungkin karena dia telah mempunyai banyak teman.
“aku sungguh kehilangan sosok seorang sahabat yang selalu mengukir senyum disepanjang hariku.” Gumamku dalam hati. “astagfirullah,...” lanjutku. Kenapa, mendadak aku memikirkan dia, yang hanya seseorang yang kukenal lewat temanku pula.
* * *
Libur semester telah berakhir. Ikram yang dulu meminta kepadaku, jika liburan tiba ingin jalan-jalan kekampung halamanku, kini telah menjadi cerita lama yang usang. “dimanakah kau sekarang? Kemanakah kau yang selalu hadir dihadapanku ketika tugas dari dosen menumpuk ditanganmu? Manakah wajah lucu yang selalu tersenyum padaku ketika kebingungan melandaku?”sejuta pertanyaan itu entah kapan ada jawabnya.
Disudut kantin aku duduk sendiri sambil membaca buku tentang Koperasi dan Bisnis. Tiba-tiba seorang Laki-laki dan seorang perempuan berwajah oriental menghampiriku sambil bergandengan tangan. Laki-laki itu adalah Ikram, tetapi aku tidak mengenali perempuan cantik yang ada di sampingnya.
“ Fa’ ini tugasku besok pagi mau dikumpul. Seperti biasa bantu aku ya’?”
“maaf kali ini aku tidak bisa.”
“Zhifa....kok langsung tidak bisa sih? Kamarin-kemarikan kau juga yang selalu mengerjakan tugasku?” katanya sambil menarik keras tanganku.
“lepaskan!!!!!!!!!” teriakku sambil kuberusaha melepaskan tanganku dari genggemannya. “itu dulu ‘Kram, sekarang Maaf aku tidak bisa.” Lanjutku sambil beranjak meninggalkan mereka berdua.
“Tunggu dulu Fa’!!” katanya sambil mengejarku. “sayang.” Lanjutnya sambil menggandeng wanita yang ada di sampingnya.
“sayang??” tanyaku dalam hati. “apa lagi sih?” kataku sambil mempercepat langkahku.
“kau sudah berubah ya’ fa’?”
“entah siapa yang telah berubah aku ataukah kamu?” maaf ‘Kram saya mau pulang. “duluan ya.” Kataku sambil tersenyum kecut dengan wanita yang sejak tadi tak pernah lepas dari genggaman tangan Ikram.
“sebentar Fa’, kenalkan dulu ini pacarku.”
Langkah kakiku langsung terhenti karena kalimat itu. “hach pacar? Aku cemburu? Tidaaaaaaak?” tanyaku dalam hati sambil kugeleng-gelengkan kepalaku.
“Dhea.” Kata wanita itu sambil menyodorkan tangannya padaku.
“ach,ya ya Zhifa.” Kataku tergagap. “oke, aku duluan ya.” Kembali kulangkahkan kaki. Tapi, sepertinya ada yang kulupa. “eh’ Selamat ya.” Kataku sambil memutar balik arahku. ”kenapa aku jadi salah tingkah begini ya’?” tanyaku lagi dalam hati.
Merekapun hanya tersenyum, seolah sebuah senyum kemenangan yang telah meruntuhkan tembok pertahananku. “ apa yang terjadi dengan pikiranku? Apa yang telah membuat hatiku hingga seperti saat ini?entah apa, aku tak tahu itu. Yang pastinya ada sebuah beban besar yang telah memenuhi otakku, seolah telah merebut kemerdekaanku.” Pertanyaan demi pertanyaan muncul di pikiranku, hingga kusampai didepan pintu kostku, tak satupun dari pertanyaan itu kutemukan jawabannya.
* * *
Setalah shalat magrib malam itu. Handphoneku berdering ada telpon. “Ikram?”
“halo?”
“ya...” jawabku pelan.
“sedang apa cewek culun?”
“apa?”
“hahah. Pura-pura tidak dengar lagi. Dasar cewek jelek, miskin, bodoh, kampungan........”
Tett...tett. langsung kuakhiri telponku darinya. Tiba-tiba ada Pesan singkat lagi darinya.
“cewek jelek, aku tahu kau berubah karena aku sudah punya pacarkan? Kau mengerjakan tugas-tugasku selama ini karena kau berharap aku akan suka kepadamu. Besar sekali harapanmu cewek Dungu dan sekarang kau cemburukan dengan Dhea.hehehe, selamat bersedih dan menangislah sepuasnya kalau perlu akan kukirim tisyu untukmu.”
Langsung kunonaktifkan handphoneku. Aku menangis dan merasa terpukul dengan kata-kata Ikram tadi. Tega, hanya kata itu yang mampu terucap oleh bibirku.aku menangis bukan karena merasa cemburu, tetapi aku tak penah menyangkah orang yang selama ini selalu kuluangkan waktuku untuknya ternyata dengan tega mengatakan kata yang tak seharusnya ia katakan padaku.
* * *
Keesokan harinya, tepat didepan kelasku seorang cewek melempariku sebutir telur busuk dan telur itu akhirnya pecah di lengan kiriku. “ hahaha. Lempar lagi sayang!” kata ikram sambil mengecup kening Dhea , pacarnya. Aku hanya terdiam, sekuat tenaga kutahan air mataku, aku tidak mau terlihat lemah didepannya.
“puakk!” dua sampai tiga telur busuk melayang dan pecah diseluruh tubuhku. “ ini untuk gadis busuk yang dengan percaya dirinya mengharapkan aku untuk membalas perasaannya. Tidak punya malu hach?” bertubi-tubi Ikram menghinaku.
“Terus ‘Kram, lakukan sampi kau puas!!”
“Cup-cup, nangiiiis. Hahaha”
Akupun berlari menjauh dari kerumunan orang yang menonton dan menertawaiku. Hingga di sepanjang perjalanan pulang semua orang memperhatikanku. Tak kuasa aku meneteskan air mataku.
* * *
Sesampainya di kost, kubersihkan badanku. Setelah itu, kukumpulkan semua barang-barangku yang ada hubungan dengan Ikram, tak satupun yang tersisa semua kubakar hingga menjadi abu. Sampai nomor telponnya yang pernah kusimpan, juga ikut kuhapus.
“Ri’ KENAPA KAU MENGENALKANKU DENGANYA?”Setelah pesan singkat itu ku kirim, nomor telpon dari Aripun kuhapus. Temanku yang telah mengenalkanku dengan laki-laki yang tak tahu terimah kasih itu. Aku gelisah menunggu balasan dari Ari yang tak kunjung datang. Kupaksa mataku agar terpejam dan tidur, tetapi semakin kupaksa, hatiku seolah merontah kesakitan. Ada rasa sakit yang menusuk hatiku hingga relung yang paling dalam. Kuteringat obat tidur yang ada di atas lemariku, obat itu milik Citra sahabatku yang menderita insomnia.
Setelah kuminum 2 tablet obat itu, rasa kantukpun mulai menyerangku. Lima menit kemudian akupun tertidur.
* * *
“Ikraaaaaaaaaaaaam...” akupun terbangun dari tidurku. Kulihat jam dindingku, sudah pukul 23:15.
“ ya Allah..kenapa sampai detik ini aku belum bisa melupakannya. Jelas-jelas dia telah menghina dan menyakiti. Apakah ini yang namanya cinta? Apakah aku telah jatuh cinta? Benarkah selama ini aku telah berharap lebih dari Ikram?” untuk kesekian kalinya aku menangis karenanya, tetapi untuk kali ini aku sendiri tak pernah mengerti. “apakah aku menangis karena baru sadar kalau aku benar-benar suka padanya dan aku takut kehilangannya, entahlah?”
Tetapi, apakah maksud dari mimpiku ini. Kenapa sampai aku memimpikannya dan melihatnya tersiksa di depan mataku. “ach entahlah, mulai saat ini aku tidak akan ikut campur dengan urusanmu. Walaupun, ternyata aku pernah menyimpan rasa suka padamu. Tetapi, mulai saat ini aku akan melupakanmu dan kutak akan berharap lebih lagi padamu.”
* * *
Malam telah larut, kuperhatikan bintang-bintang yang dengan indahnya berpijar dilangit malam. Didalam kesendirianku malam itu, kucoba membuka kembali akun Facebookku melalui handphone selulerku yang sudah sekitar satu bulan tidak pernah kubuka.
“astagaaaa.” Aku baru sadar ternyata sejak kemarin handphoneku tidak pernah aktif. “ kemarin ibu pasti menghubungiku.” Lanjutku. Baru sekitar 2 menit ku aktifkan handphoneku, sebuah nomor baru menelponku.
“halo, dengan Zhifa’?” kata seorang wanita dengan tergesa-gesa dari seberang sana.
“ya, saya Zhifa. Ini dengan siapa ya’?”
“sa..saya Indah kakaknya Ikram. Fa’...”
“maaf, sepertinya kakak salah sambung.” Ucapku sambil mengakhiri telpon darinya. Aku telah bosan dan terlanjur kecewa dengan apa yang berhubungan dengan Ikram. “tetapi, ada apa lagi dengannya? Kenapa sampai kakaknya menelponku, sudah tengah malam lagi?”
Handphoneku kembali berdering, nomor itu lagi, dua sampai tiga kali ia mengulangi menelponku. Tapi, aku tetap teguh untuk tidak menerima telpon dari nomor itu, nomor dari seorang kakak yang telah menorehkan luka dihatiku.
Beberapa menit kemudian, kembali nomor baru hadir di handphoneku. “ nomor siapa lagi ini?”tanyaku dalam hati. Panggilan pertamanya kuabaikan , tetapi dia mengulangi untuk menelponku lagi. Akhirnya dengan terpaksa kuangkat telpon itu.
“Zhifa....aku Ari’. Fa’ sekarang Ikram sedang Koma dirumah sakit. Dia memanggil-manggil namamu. Fa’...Fa’, jawab aku Fa’?”
Tett...tett. kuakhiri juga telpon dari Ari’, tanpa mengeluarkan satu katapun. Tiba-tiba guntur dengan hebatnya menggelegar di udara diikuti hujan yang sangat deras.
Ari’ kembali menelponku. “ tidak, aku tidak akan mengubah keputusanku. Kuyakin kau bersekongkol dengan Ikram untuk menyakitiku. Ikram koma atau mati aku tidak akan peduli.” Sekali lagi petir kembali menggetarkan isi bumi.
Ditengah dinginnya malam, kuputar musik dengan kerasnya.
“paakkk....pakkk,..Zhifa.” terdengar seseorang memanggilku dari luar dan menggedor-gedor pintu kamarku.
“siapa?” kataku sambil mengecilkan suara Music Playerku.
“saya Ari’, please bukakan saya pintu Fa’.” Terdengar suara Ari’ dari luar yang gemetar kedinginan.
Kuintip dari jendela, benar dia Ari’. Kelihatanya seluruh tubuhnya basah kuyub. “masuk.” Kataku sambil membuka pintu kamar kostku dan kuberikan handuk kepadanya. “duduk.” Kataku acuh tak acuh.
“tidak, aku tidak perlu duduk Fa’, aku datang kesini untuk menjemputmu. Ikram benar-benar membutuhkanmu saat ini Fa’.”
“maaf aku tidak bisa.”
“Zhifa, please.”
“tidak Ri’, jangan paksa aku.”
“Fa’ percayalah saat ini Ikram dalam keadaan....”
“dalam keadaan apapun, aku tidak akan menemuinya!!” Kembali air mataku terjatuh.
“sampai dia menghembuskan napas terakhirnya?”
Akupun terdiam, air mataku terus jatuh dipipiku. “buat apa aku menemui seseorang yang dengan teganya menyakitiku, melempariku telur busuk di depan banyak orang hingga memakiku sampai mencabik-cabik hatiku. Apakah aku harus pura-pura tegar dengan menemuinya? Aku lelahhhh Ri’, kenapa selalu aku yang harus mengalah?” kataku dengan berlinang air mata. “ benar aku telah jatuh hati padanya, tetapi tak sepantasnya dia menghinaku.....hikshiks.” aku tak kuasa menahan air mataku.
“Fa’ aku tidak tahu secara detail apa yang telah terjadi antara kau dan Ikram. Tetapi, untuk kali ini kumohon, lupakan semua yang telah terjadi antara kalian berdua. Ikram butuh kau saat ini Fa’.”
“tak semudah itu untuk aku melupakan semua yang telah dia lakukan kepadaku...sakit saaakit Ri’!!”
“pura-puralah Fa’, untuk sekali ini saja. Kuyakin setelah mendengar suaramu akan ada keajaiban dari Tuhan untuknya.”
“kenapa harus suara aku, suara seorang gadis yang begitu dia benci?”
“siapa lagi kalau bukan kau Fa’. Dia tidak membencimu, seperti apa yang kau bayangankan, buktinya dalam keadaan koma dia menyebut satu nama dan itu kau Fa’!”
“kemana gadis cantik yang selalu ada disampingnya?”
“Dhea maksudmu?”
Aku hanya mengangguk pelan, sambil menghapus bekas-bekas air mataku.
“justru dialah penyebab dari musibah ini?”
“mak...maksudnya?”
“sebenarnya Ikram dikeroyok oleh puluhan orang suruhan Doni, tunangan Dhea. Ikram pacaran dengan Dhea, ketika Dhea masih berstatus tunangannya Doni. Setelah dikeroyok, Ikram di buang di tong sampah. Parahnya lagi Fa’, Dhea mengaku bahwa dia dipaksa oleh Ikram untuk menerima cintanya.”
“inilah balasan untuk orang-orang yang tak berperasaan.” Lirihku.
“apa Fa’?”
“tidak. Tunggu sebentar ya’ Ri’ aku ganti baju dulu.”
“mau ikut aku kerumah sakit Fa’?” tanya Ari’ penuh harapan.
Aku hanya mengangguk pelan. Beberapa menit kemudian kamipun berangkat kerumah sakit ketika adzan shubuh dikumandangkan. Tak peduli dingin dan hujan yang mengguyur tubuh ini.
* * *
Sesampainya di rumah sakit, kudapati Ikram terbaring lemah dengan bantuan pernapasan dihidungnya. Baru kulangkahkan kaki masuk kedalam ruangan itu, Ikram menyebut namaku. “Fa’...”. semua orang yang ada diruangan itu mempersilahkanku untuk mendekat di sisi Ikram, termasuk Bapak dan Ibunya. Tetapi, entah kenapa semakin kutatap wajah itu, kenangan tentangnya yang telah menyakitiku terpancar jelas dimataku.
Tepat disamping kanannya, kuberdiri tak tahu aku harus bagaimana. Dokter mengisyaratkanku untuk membisikan sesuatu di telinganya.
“Ikram” kataku pelan.
“sekali lagi Nak’?” pinta Ibunya
“Ikram”
“Tante mohon sekali lagi Nak’.” Kata Ibunya sambil terisak.
Sejenak aku terdiam. “Ikram aku......aku memaafkanmu. Sadarlah sekarang aku ada di sampingmu.” Kataku sambil terisak pula.
Sungguh keajaiban itu datang, dari celah matanya ia menangis dan sekali lagi dia menyebut namaku. “Zhifa.”
Ruangan itu berubah penuh air mata. Secerca harapan telah hadir didepan mata mereka, Ikram sudah sadar.
Setelah itu aku pamit pulang, tetapi keluarga Ikram memohon kepadaku untuk tidak meninggalkannya. Apalagi Mamanya, sambil menangis dia memelukku dan memohon kepadaku untuk tetap disini sampai Ikram benar-benar sembuh. Kalau seorang ibu yang meminta, sungguh aku tak kuasa menolaknya.
“iya Tante, aku janji tetap disini sampai Ikram sembuh.”
“makasih ya’ Fa’.”
Aku hanya mengangguk pelan.
* * *
Sudah sekitar 2 minggu, aku tinggal di rumah sakit tidur dan makan disamping Ikram. Kelihatannya diapun merasa berat menerima semua perhatian dariku. Sebelum dan setelah dia sadar aku selalu ada disampingnya.
“kau tidak bosan menjagaku Fa’?”
Aku hanya menggelengkan kepalaku.
“benar kau telah memaafkanku?”
Kembali aku hanya mengangguk dan air mataku kembali jatuh. Ikram dengan pelan menghapus butiran air mataku yang mengalir lembut di pipiku. “kok nangis Fa’?”
Kembali kugelengkan kepalaku. “ Fa’ perasaanmu kepadaku masih samakan seperti dulu? Ternyata aku juga menyimpan perasaan yang sama dan aku tidak bisa membohongi perasaanku kepadamu. I Love you My Princess.” Kata Ikram sambil tersenyum kepadaku.
“ehm,,,untuk saat ini kau tidak boleh banyak berpikir ‘Kram. Kita bahas itu jika kau sudah sembuh.” Kataku sambil mengalihkan pembicaraan.
“kalau begitu aku mau cepat sembuh Fa’.”
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
* * *
Beberapa minggu kemudian, dokter telah mengizinkanya untuk pulang. Terpancar kegembiraan dari wajah Ikram begitupun orang tuanya.
Satu persatu dari pihak keluarga Ikram mengucapkan banyak terimah kasih kepadaku. Terakhir Ikram mengecup keningku di hadapan keluarganya. “terimahkasih wahai calon istriku.” Ketika dia mengecup keningku, teringat lagi olehku ketika dia mengecup kening Dhea di depanku.
Semua orang tersenyum mendengar ucapan Ikram.tetapi, tidak denganku. Aku masih begitu bingung mendengar ucapanya.
* * *
Keesokan harinya, sekitar pukul 20:00 dia menjemputku dan mengajakku Dinner. Sudah kutolak, tetapi dia berlutut dan mengancamku akan bermalam didepan pintu kamarku kalau aku sampai menolak ajakannya. Akhirnya akupun ikut dengannya.
Beberapa menit kemudian, kamipun sampai disebuah Restaurant mewah.
Setelah memesan makanan dan minuman. Ikram kembali mempertanyakan jawabanku. Aku hanya diam membisu, ketika berkali-kali dia meminta jawaban dariku.
“Zhifa?”
“mmmm, Maaf aku tidak bisa ‘Kram.”
“aku tidak salah dengarkan Fa’?” tanyanya seolah tak percaya.
Aku hanya mengangguk pelan.
“kenapa kau menolakku Fa’, kenapa?”
“karena, kutau aku tidak pernah pantas untukmu.”
“aku tidak mengerti apa maksudmu Fa’?”
Aku berlari keluar dan Ikram mengejarku. Diparkiran dia menahanku dan menggenggam tanganku.
“Fa’ jawab aku dulu.”
“ ‘kram, aku hanya seorang gadis dungu, jelek, miskin dan kampungan. Aku tidak pantas berharap apalagi mendapatkan cinta darimu.” Kataku sambil terisak.
“itu dulu Fa’, ketika aku dibutakan oleh cinta palsu Dhea.”
“bagiku dulu dan sekarang sama saja. Aku telah melupakanmu dan berhenti berharap dari apa yang tak mungkin aku miliki. Itukan pintamu dulu dihadapan semua orang, sekarang aku sudah melakukannya. Jadi, jangan bertanya lagi.”
“berhentilah mengharapkanku seperti aku telah berhenti mengharapkanmmu.” Lanjutku
Kutinggalkan Ikram yang masih berdiri mematung di parkiran.
Malam semakin larut. Tepat pukul 23:15 taxi yang kutumpangi berhenti didepan kostku.
Air mataku terus mengalir. “sakit, tapi ini telah menjadi pilihanku. Aku tidah boleh lemah didepannya, atau sampai diperbudak oleh perasaanku sendiri. Satu keyakinanku jika dia adalah jodohku maka dia akan kembali untukku.”
Makassar, 11 september 2012
PROFIL PENULIS
Nama : Nur Safitri
Alamat : Jl. Emmy Sailan3 Makassar
TTL : Soppeng 16 maret 1994
Status : Mahasiswi UNM
Prodi/jurusan : PGSD
Tahun angkatan :2012
Alamat Facebook : Fithri Anandakasim
Alamat : Jl. Emmy Sailan3 Makassar
TTL : Soppeng 16 maret 1994
Status : Mahasiswi UNM
Prodi/jurusan : PGSD
Tahun angkatan :2012
Alamat Facebook : Fithri Anandakasim