Cerpen Sedih - Apakah Aku Masih Bisa Hidup?

APAKAH AKU MASIH BISA HIDUP??
Karya Cahya Arifith

Chaca Prisca. Dia adalah gadis cantik berumur 16 tahun yang duduk dibangku SMA kelas XI. Sejak kecil dia sudah tertutup dengan orang disekitarnya, mungkin karena dia sering dimarahi orangtuanya, akibatnya dia menjadi seorang gadis yang pendiam dan tertutup, dari kecil juga dia tidak pernah akur dengan keluarganya.

Sejak kecil dia sudah sering sakit, sering mimisan, dan parahnya terkadang anggota gerak badannya susah digerakin, hingga dia berusia 16 tahun. Sejak ia SMP, ia sering sakit perut tapi dia tidak mau bicara dengan orang tuanya, dia takut bicara dengan orang tuanya kalau pada akhirnya dia tidak dipercaya kalau dia sakit.
Pada waktu ia masih kelas X SMA kesakitannya itu bertambah, dia terpaksa bicara dengan orang tuanya, awalnya orang tuanya tidak percaya tapi setelah beberapa hari tidak masuk sekolah akhirnya orang tuanya juga luluh melihat keadaan Chaca. Keesokan harinya dia kedokter untuk periksa dan ternyata dia mempunyai kelainan pada rahimnya, saran dokter agar dia segera di operasi tapi karena di usianya yang masih muda jadi dokter menunda operasinya hingga setelah dia menikah, waktu yang lama tapi apa boleh buat dia hanya bisa menjalani rawat jalan.

Hari semakin berlalu, kondisi Chaca semakin melemah tapi dia tetap menutupi kondisinya yang semakin parah itu hanya demi kedua orang tuanya. Hingga suatu hari dia berdoa kepada Tuhan “Apakah aku masih bisa hidup? Aku masih ingin membahagiakan kedua orang tuaku, dan jika engkau telah memanggilku, bolehkah aku lahir kembali sebagai pohon? Aku ingin hidup lagi biarpun hanya sebagai pohon karena pohon itu jika tambah besar, akarnya juga akan bertambah dan akan susah dicabut, hingga orang yang menanamku tidak dapat melupakanku”. Itulah doa Chaca.
Penaikkan kelas telah usai, Chaca segera mengurus surat pindahnya, dia sudah tidak tahan sekolahnya itu karena disiplinnya minta ampun.

Bulan itu adalah bulan Agustus, rasa sakitnya semakin bertambah, darah yang mengalir dari hidungnya tak ada hentinya keluar, rasanya sakit dikepalanya semakin bertambah, dan kaki tangannya susah digerakan, dan rasa takut untuk memberitahukan kedua orang tuanya semakin bertambah. Ayahnya pada waktu itu sedang sakit juga dan sedang berada diluar kota berobat jadi dia berpikir untuk menyembunyikan penyakitnya.
Suatu hari dia bertemu dengan pria yang usianya lebih tua dari Chaca, dia adalah Irsyad, salah satu perawat di rumah sakit yang pernah ditempati Chaca dirawat.

Hingga suatu saat mereka bertemu di dunia maya ...
“hy Chaca”
“hy juga kakak”
“gmn kabarnya Cha? Udah baikkan blum? Jangan sampai dirawat lagi yagh !!!”
“Ins.Allah kak, kondisi Chaca semakin hari semakin memburuk, mau ngomong sama ortu tpii takut buat susah ortu lagi, apa lagi ayah lagi di rawat di luar kota”
“astaga, memang sekarang kamu sakit apa?”
“sering mimisan, kepala pusing terus, dan kaki tanganku sudah susah digerakan”
“masa sigh? Klw gitu kamu harus periksa didokter dulu, bagaimanapun keadaan keluargamu sekarang tetap kamu harus bicara sama mereka, ini semua demi kebaikkan kamu, lakukan semua ini untuk saya, atau mau aku temani kedokter periksa?”
“makasih sebelumnya tapi aku tidak bisa lakukan itu, aku terlalu sayang sama orang tuaku”
“sore nanti kamu ada dirumahkan? Aku mau kirim obat sementara untuk kamu”
“iyya aku tunggu kak, thanks !”
“sama-sama”
Setelah mendapatkan obat itu kondisinya tidak ada perubahan, semakin hari kondisinya semakin lemah. Irsyad pun kehabisan akal untuk membuat Chaca sembuh, karena keras kepalanya Chaca, Irsyad jadi kebingunan. Darah itu semakin sering mengalir dari hidungnya. Dia sering berkata “ Tuhan mengapa aku berbeda dengan mereka? Aku juga ingin hidup sehat seperti mereka, tapi kapan?”

Irsyad pun semakin prihatin melihat kondisi Chaca, Irsyad sangat sayang dengan Chaca tapi sayang Irsyad sudah ada yang punya dan Chaca pun mengerti dengan keadaan yang begitu, dia hanya menganggap Irsyad sebagai kakak aja, dia takut kalau punya hubungan lebih dengan Irsyad, hubungan Irsyad dengan pasangannya hancur hanya karena Chaca dan dia tidak ingin menambah masalah dalam hidupnya. Dia ingin hidup damai di akhir-akhir hidupnya itu.

Beberapa hari kemudian ...
Orang tua Chaca menelfon dia, orang tuanya menanyakan keadaannya tapi Chaca tidak menjawab demi kebaikkan orang tuanya sampai-sampai orang tuanya marah-marah terus, tapi dia hanya diam sambil dengar ocehan orang tuanya. “Ini sudah takdir hidup saya” kata Chaca.

Tepat malam selasa Chaca duduk di pinggir danau yang tidak jauh dari rumahnya, entah angin apa yang membawa Irsyad duduk disampingnya. Betapa kagetnya, dia kira hantu sampai dia memukul Irsyad.
“ngapain disini sendirian? Ngga’ takut?”
“ngga’ lagh”
“masa sigh kamu ngga’ takut? Yang tadi itu apa? Emang tampanku mirip hantu yagh? Hahahahahahaha”
“kamu juga yang salah datang tidak bilang-bilang juga”
“hehehe,,, maaf say”
Mereka terlarut dalam diam mereka, hingga Irsyad tak sadar kalau Chaca sebenarnya lagi menangis.
“Cha lagi nangiz?”
“ackh ngga’, ini tadi ada yang masuk dimataku”
“kamu jago juga yagh bohong, cerita aja, kamu punya masalah apa lagi?”
“iyya degh aku cerita, tadi sore aku ditelfon orang tuaku, dia marah-marah lagi karena aku tidak pergi sekolah, sampai-sampai aku dibilangi aku ngga’ punya guna hidup lagi dan lebih parahnya aku didoain cepat mati!!!”
“what mereka bilang begitu? Ngga’ nyangka, sabar aja dulu say , aku yakin nanti mereka juga akan mengerti”
 
Chaca pun semakin meneteskan air matanya, hingga Irsyad tidak tahan melihatnya dan manaruh kepala Chaca dibahunya dan berkata “seandainya aku keluargamu aku akan membawa kamu periksa didokter tapi sayang bukan, hubungan kita aja sekarang ngga’ jelas, apa lagi saya sudah punya pasangan hidup, aku betul prihatin melihat keadaanmu, aku minta maaf yagh aku tidak bisa lakuin apa-apa buat kamu, aku serius sangat sayang sama kamu tapi apa daya Tuhan tidak bisa menyatukan kita, kamu yang sabar yagh kalau kamu butuh obat nanti aku ambilkan lagi, hanya itu yang bisa aku lakukan buat kamu, merawat kamu dengan jarak jauh, seandainya aku dokter sudah dari dulu aku periksa kamu tapi aku hanya perawat biasa, MAAF yagh !!!”. Chaca hanya terdiam dalam tangisnya.

Irsyad adalah satu-satunya cowok yang sangat peduli dengan keadaan Chaca tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa buat Chaca, yang dapat dia lakukan hanya memberi nasehat-nasehat yang baik buat Chaca agar jangan sampai Chaca melakukan bunuh diri hanya karena keadaan keluarganya karena sudah banyak kali 
Chaca melakukan percobaan bunuh diri.
Satu hal juga yang membuat Chaca sulit untuk bicara jujur dengan orang tuanya adalah keadaan bapaknya dirumah sakit yang semakin memburuk.
Seminggu telah berlalu tepatnya hari minggu dan hari itu orang tua Chaca sudah pulang tapi keadaan Chaca tambah buruk, ia berusaha untuk tetap kelihatan sehat didepan orang tuanya. Dia minta tolong sama Irsyad untuk membelikanka dia obat, Irsyad pun langsung pergi cari obat namun tak ada perubahan pada Chaca. Dan lebih parahnya lagi bapak Chaca harus dirawat dirumah sakit luar kota selama beberapa bulan.

Dua bulan kemudian ...
Chaca hanya bisa merasakan yang namanya sehat selama dua bulan lebih. Tepat akhir bulan November kondisi Chaca melemah dan saat itu tak ada orangtuanya yang mendampinginya kerumah sakit dan itu dijadikan kesempatan buat Chaca mengetahui penyakit yang dideritanya selama berbulan-bulan tanpa orang tuanya, setelah pemeriksaannya itu, dokter itu mengatakan kalau Chaca mengidap penyakit kanker usus yang harus di operasi karena kondisinya yang semakin melemah dokter takut kalau tidak segera di operasi penyakit itu akan membunuh Chaca.
“dalam kondisi begini hanya Irsyad yang saya ingat, tapi entah kenapa sudah beberapa hari ngga’ ada kabarnya, kangen sangat sama dia, apa dia udah ngga’ ingat sama saya?” kata Chaca sedih.

Dua minggu lebih dia menahan penyakitnya itu, akhirnya dia pinsang disekolahnya, dan langsung dibawa kerumah sakit, kebetulan pagi itu Irsyad lagi tugas pagi di IGD, betapa terkejutnya Irsyad melihat keadaan Chaca, dia langsung memasangkan cairan infus dan alat bantuan pernafasan. Beberapa menit kemudian keluarga Chaca datang dan betapa terkejutnya melihat kondisi Chaca yang sudah berada di ujung tanduk. Isak tangis pun mewarnai ruangan IGD di pagi itu.
Irsyad menunggu sampai keluarga Chaca tenang karena ia ingin bicara semua yang dialami Chaca selama ini seperti janji Irsyad sama Chaca akan memberi tahu keluarga Chaca kalau kondisi Chaca sudah parah. Dan waktu itupun sudah tiba, Irsyad berbicara sama ibunya Chaca.
“permisi bu, bisa saya bicara sebentar?”
“iya, mau bicara apa nak?”
“gini, sebenarnya saya ini teman curhatnya Chaca, Chaca selalu mengeluh sama saya kalau penyakitnya ini kumat lagi, saya sudah lama mengetahui penyakit Chaca, saya sering nyuruh Chaca untuk memberitahu orang tuanya tapi Chaca tetap ngotot untuk tutup mulut karena dia tidak ingin melihat ibu marah-marah lagi”
Mendengar perkataan Irsyad itu, ibu Chaca langsun pinsang mungkin karena schok. Setlah sadar dari pinsangnya, ibu Chaca sangat merasa menyesal karena selama ini hanya bisa memarahi Chaca yang sedang sakit parah.

Setelah 4 jam lebih Chaca pinsang, akhirnya dia sadar dan berkata “aku ingin pergi ma, sebelum aku pergi aku ingin bicara dulu sama Irsyad”
Irsyad pun datang menghampiri Chaca dan berkata “iyya ada apa dek?”
“kakak, maaf yagh atas kesalahan yang selama ini Chaca perbuat dan jujur sebenarnya saya sangat sayang sama kakak, tak lupa juga makasih atas semuanya kakak”
“adek ngomong apa sigh? Kakak yakin adek akan sembuh setelah operasinya”
“ngga’ usah dioperasi kak, oya boleh ngga’ kakak ambilkan saya selembar kertas dan bolpoint?”
Irsyad pun pergi mengambilkannya dan Chaca langsun menulis di kertas itu “AKU INGIN PERGI, MAAF, bolpoint itupun jatuh dari genggaman Chaca, isak tangispun terdengar lagi.

“SELAMAT TINGGAL CHACA SEMOGA KAMU TENANG DISISINYA, KAMU ADALAH SATU-SATUNYA GADIS CANTIK YANG SAYA KENAL SANGAT KUAT MELEWATI COBAAN HIDUPMU YANG BEGITU BERAT DAN BELUM TENTU SEMUA ORANG BISA MELEWATINYA SEPERTI KAMU, SAYA TAK AKAN MELUPAKANMU SELAMANYA”. Kata Irsyad sambil berbisik ditelinga Chaca sebelum menutup kain putih diseluruh tubuh Chaca.
END,,,

PROFIL PENULIS
Nama lengkap Cahya Arifith ,,, 
Nama facebook = Sii poetrii cheeze

Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya.
Share & Like