Cerpen Ibu - Panggilan Untuk Ibu

PANGGILAN UNTUK IBU
Karya Ahmad Fajrul

Ketika suara pemangggil shalat berkumandang. Sang mentari mulai menampakkan wajahnya dari timur bumi. Cahaya demi cahaya mulai menembus pekatnya butiran embun. Hawa dingin pun berubah menjadi hangat. Nyanyian burung-burung pun membentuk sebuah melodi yang indah mengiringi datangnya hari sebagai awal di mulainya kerasnya kehidupan.
Dan itulah gambaran pagi yang terjadi di rumah sederhana ibu ku. Pagi itu terjadi dengan indahnya, menyambut ibu ku yang akan pergi menunaikan ibadah Rukun Islam yang ke lima, yaitu Ibadah Haji.

Ketika panggilan suara adzan terdengar, sontak ibuku terbangun dari ranjang tempat tidur sederhananya. Ibu pun langsung membangunkan ku untuk menunaikan Ibadah Shalat Subuh bersama dengan dirinya.
“ Fahri, ayo bangun. Kita Shalat Subuh berjamaah, yuk”
“Iya Bu. Aku masih ngantuk, nih”
“ Jika kamu bangun lalu berwudhu untuk melaksanakan ibadah shalat, pasti kamu tidak mengantuk lagi. Karena para malaikat banyak yang menjaga matamu”
“Iya Bu, Fahri bangun kok” Sambil mengusap-usap wajahnya yang tengah mengantuk.
“Cepat ya, setelah selesai Shalat Subuh Ibu akan membenahi barang-barang yang akan ibu butuhkan selama ber haji ke dalam koper Ibu”
“ Oke Bu”

Setelah kami selesai Shalat Subuh berjamaah. Lekas kami kami berdo’a dengan khusyuk. Sempat ku pandangi mata Ibu, binar matanya pecah menetesi kedua pipinya.
“Ibu, mengapa tetesan beberapa air mata ibu keluar?”
“Ibu tidak apa-apa kok, Cuma ada masalah sedikit”
“Masalah apa Bu?”
“Ibu sedih karena di saat ibu berangkat haji bapakmu telah tiada”
“Jika ibu rindu dengan bapak, doakan saja bapak semoga mendapat tempat terbaik di sisih-Nya”
“Iya Ri... Ibu pasti akan selalu mendoakan ayahmu”
Setelah selesai berdoa. Ibupun langsung berbenah megisi koper hajinya dengan barang yang telah ibu siapkan semalam selama Ibadah Haji. Tak lupa ibu memasukan baju ihramnya selama beribadah di Tanah Suci.

Ibupun sempat memandangi sebuah foto lukisan Ka’bah miliknya yang selalu ibu pandangi setiap pagi. Ibu pun membanyangkan di dalam lukisan Ka’bah itu, terdapat dirinya bersama seluruh keluarganya yang tengah menunaikan Ibadah Haji. Lagi-lagi tetesan demi tetesan membasahi pipi ibu. Ibu bersedih karena beliau hanya dapat menunaikan Ibadah Haji seorang diri, tanpa di temani oleh sanak saudaranya.
Sang surya pun mulai meninggi. Mobil pengantar iring-iringan pemberangkatan Ibadah Haji ibu telah berbaris berjajaran di tepi jalan dekat rumah yang sederhana. Rumah ibu pun sesak di datangi oleh sanak saudaranya yang beliau cintai. Saudara demi saudara pun mendoakan ibu yang akan berangkat ke Tanah Suci Makkah Al Mukarromah.

Lantunan doa suci pun terdengar dengan keras lewat doa ustad yang menggunakan microphone. Lantunan doa itu pun terdengar sungguh fasih sehingga merasuk jiwa pendengarnya. Tetesan air matapun menetesi pipi ibu dan sanak saudaranya yang sedang menyaksikan keberangkatan ibu ke Tanah Suci.
Lantunan doa pun sudah terlantunkan. Kini saatnya ibu memasuki mobil bersamaku yang di ikuti oleh mobil pengiring yang di tumpangi sanak saudara. Ibu pun tak pernah berhenti melantunkan doa-doa yang telah ibu hafalkan yang akan ibu lantunkan selama melaksanakan Ibadah Haji.
Tak terasa mobil telah melaju kencang sampai ke bandara tempat pemberangkatan pesawat yang akan ibu tumpangi bersama jamaah-jamaah haji lainnya. Ibu pun turun dari mobil yang di ikuti oleh ku dengan membawa koper haji ibu. Sebelum ibu memasuki bandara, ibu berpamitan lagi dengan sanak saudaranya yang telah mengikuti ibu ke bandara.

Selesai ibu berpamitan dengan sanak saudaranya, Ibu pun memasuki bandara dengan ku. Sesampai di dalam bandara ibu pun menunggu jamaah haji lainnya yang akan terbang ke Tanah Suci bersama dirinya. Sambil ibu menunggu pemberangkatan hajinya, ibu pun mengulang-ulang lantunandoa yang telah ia hafalkan untuk melaksanakan Ibadah Haji.

Jamaah Haji pun telah berkumpul di bandara. Jadwal penerbangan pesawat Haji ibu pun telah tiba.
“Fahri, Ibu berangkat dulu, ya”
“Iya Bu, hati-hati di jalan ya bu”
“Oh ya, Fahri. Sebelum ibu berangkat ibu, berpesan kepada kamu”
“Pesan apa, Bu?”
“ Selama Ibu berada di Tanah suci, tolong doakan ibu supaya ibu mampu melaksanakan Ibadah Haji supaya bisa berkumpul dengan mu lagi. dan jika ibu tidak bisa pulang berkumpul lagi bersama mu, tolong ikhlaskan ibu, ya?”
“Fahri pasti selalu doakan ibu, kok.”
“Ya sudah. Kalau begitu, Ibu berangkat dulu ya?”
Setelah itu ibu pun bergegas menaiki pesawatnya. Ketika ibu menaiki tanggayang menghubungkan ke pesawat , ibu pun sempat menengok ke pada ku dengan tetesan air mata di pipinya.

Tak lama kemudian, pesawat yang ibu tumpangi terbang tinggi ke angkasa menuju Tanah Suci. Binar mata ku pun tak bisa membendung luapan air mata yang telah pecah yang menghujani pipi ku ini dengan sangat deras.
Aku pun pulang kerumah dan selama perjalanan pulang ke rumah, aku pun terus berdoa semoga ibu sampai ke Tanah Suci dengan selamat, supaya bisa berkumpul dengan semuanya. Sesampai di rumah. Aku pun langsung membuka pintu, aku pun langsung menuju ke tempat wudhu untuk mendapatkan keadaan tubuh yang suci. Setelah selesai berwdhu aku pun melaksanakan Ibadah Shalat Dhuhur, setelah selesai solat aku pun berdoa dengan sepenuh hati supaya Ibu mampu melaksanakan Ibadah Haji. Doa tersebut terus saya lantunkan setiap hari selama ibu berada di Tanah Suci.

40 hari sudah Ibu berangkat Haji. Dan kinilah saatnya untuk menyambut pulangnya Ibu dari Tanah Suci di bandara. Berbagai macam pesawat yang di tumpangi para jamaah haji pun mendarat, para jamaah haji pun turun menemui keluarganya yang telah menanti kedatangannya. Suka dan duka campur aduk menjadi satu di bandara baik bagi jamaah haji maupun keluarganya.
Bandara pun mulai sepi. Satu pesawat haji yang sebelumnya di tumpangi ibu mendarat. Sontak aku berlari mendekati tangga pesawat menunggu kehadiran ibunda. Satu per satu jamaah haji pun menuruni tangga pesawatnya.
Para jamaah haji itu pun menemui keluarganya dengan keharuan. Suka dan duka pun menyambut para sanak saudara. Aku pun melihat seorang wanita tua yang menangisi kepergian suaminya saat ber Haji. Aku pun terus menanti ibu.

Tiba-tiba ada sepasang suami istri yang telah melaksanakan Ibadah Haji datang menghampiri ku. Wajah sepasang suami istri itu terlihat gerogi saat akan menyampaikan suatu hal penting untuk ku.
“Assalamualaikum”
“wa’alaikum salam”
“Dek, bapak dan ibu mau menyampaikan suatu hal penting tentang ibunda mu”
“Hal penting apa yang akan bapak ibu katakan kepada ku tentang ibundaku”
“Sebenarnya, kami mau mengatakan jika ibunda mu telah tiada. Beliau meninggal pada waktu Shalat Subuh, dalam keadaan sujud”

Sontak perkataan itu membuat aku tak sadarkan diri. Aku tak percaya jika ibu telah tiada meninggalkan ku. Pipi ku pun di aliri dengan deras sungai yang berasal dari dari ke dua kolam mata ku. Mimpi untuk membahagiakan ibu pun menjadi sirna. Hari-hari ku pun menjadi tangisan kesepian. Aku pun teringat dengan perkataan ibu,” Ikhlaskanlah jika ibu tidak dapat berkumpul bersama mu lagi”
Mungkin ini semua sudah menjadi kehendak-Nya. Aku pun berusaha untuk sabar dan tabah menerima cobaan yang telah di berikan. Aku pun bangkit dari kesedihan. Terima kasih Bu, aku berjanji aku akan membahagiakan ibu, aku akan selalu mendoakan ibu, dan aku akan selalu mengingatmu sepanjang waktu.

PROFIL PENULIS
Nama: Ahmad Fajrul Yustika
Nama Panggilan: Fajrul
Kelas: X-3
Sekolah: SMA Negeri 1 Kendal
Facebook: Afy Gerlana
Share & Like