Cerpen Cinta Motivasi - A Part of Memory

A PART OF MEMORY
Karya Zuhrah Syartika

Kicauan burung pagi hari, membangunkan orang yang sedang terlelap. Hari pertama belajar di sekolah yangbaru. Argh, menyebalkan sekali. Aku berusaha berdiri dengan kesadaran yang masih aku kumpulkan. Setengah sadar, aku berjalan ke kamar mandi. Well, it’s first day boy, come on, get up ! batinku.

Selesai urusan dikamar, keluar dan menyapa keluarga. Rutinitas yang tak perlu tertulis. Terjadi begitu saja. Sarapan, dan out menuju sekolah yang ( baru ) mulai kukenal. Motorku mulai keluar dari garasi. Welcome my new jungle.
***

“ Pagi Boy ” sapa Putra sambil meloncat keatas motorku. Aku hanya membalas dengan anggukan dan senyum kecut. “ Oh come on boy, jangan lemes dong, semangat dikitlah. Lo udah SMA, udah pake putih abu – abu, gak bakal lagi dilarang kesana kesini, ayolah ” bujuk Putra yang melihatku tak bersemangat. Perjalanan dipenuhi dengan ocehan tak jelas putra. Terkadang aku sering berytanya tanya, ini cowok ato cewek sih. Cerewet gila. Motor mulai masuk ke parkiran sekolah. Putra masih cerewet, kami berjalan bersama kekelas.

Sampai dikelas, riuh rendah suara anak – anak yang baru saja bergaul, aku duduk sebangku dengan Putra, kami bergabung dengan anak laki – laki di belakang. Yang perempuan sibuk dengan urusan mereka, ada yang mengobrol, ada yang membaca, dll. Aku cuma duduk sambil mendengarkan yang lain mengobrol.

Tiba – tiba, seorang cewek berambut pendek dan berkulit putih pucat masuk. Dalam balutan seragam kami yang masih putih bersih, dia terlihat seperti mayat yang berjalan. Wajahnya kusut, raut wajahnya keras, seakan mengartikan aku akan menyingkirkan siapa saja dari hadapanku, semua yang menghalangiku. Dia lewat didepanku begitu saja, tidak seperti gadis kebanyakan, yang selalu melemparkan senyum ( yang menurut mereka ) manis mereka saat lewat didepanku. Dia seperti menganggap, aku tidak ada. Dia duduk disebelah kursi kami, dia duduk lalu menenggelamkan kepalanya diantara tangannya yang bersila di atas meja. Disampingnya duduk anak berkaca mata yang dari tadi hanya melihat kebukunya. Cowok yang aneh, menurutku. Bahkan suara berisik kursi ditarik tidak membuatnya bergerak dari buku bacaannya. Aku mencoba bersikap ramah, dan juga mencoba mencari tau kenapa dia bersikap dingin seperti itu. “ Hai, ” sapaku. Cewek itu mengangkat sedikit kepalanya dan menyisakan matanya yang menatap dingin kearah ku. Aku mencoba tersenyum, tapi dia hanya melihat dengan dingin lalu menutup wajahnya kembali. Aku bingung dan berusaha tak peduli lagi. “ Teng … ” bel berbunyi. Cewek itu lalu mengangkat kepalanya dan duduk dengan tegap. Dan baru kusadari, cewek itu mempunyai wajah yang mirip dengan Tia. Tia yang sangat kusayang.
***

Dentangan bel 3 kali menandakan saatnya berakhir jam belajar mengajar. Aku sudah tidak tahan, aku ingin segera tidur kembali, bersembunyi di balik selimut tebal yang nyaman. Dan untung – untung bisa dengar suara Tia yang kurindukan. Dan itupun kalau dia sudah pulang sekolah. Aku berlari menuju parkiran. Putra membuntutiku di belakang sambil menelepon seseorang. Entah sekencang apa aku berlari. Tiba – tiba aku menabrak. “ Wow … ” seruku sambil meloncat agar tidak menginjak orang yang sudah kutabrak. Saat aku berbalik dan berniat menolong. Aku kaget setengah mati, aku melihat cewek yang duduk disebelahku, ya, cewek yang bermata dingin yang baru kutau bernama Tika. Tika Augusti Kato. Nama yang aneh. Dia bermandikan keringat, matanya lebih sayu daripada yang terakhir kulihat. Ia segera bangkit dan melenggang meninggalkan aku yang kebingungan. Putra yang melihat hal serupa juga sama bingungnya. Biasanya, semua cewek yang bertemu denganku selalu menggoda centil. Tapi, dia seperti sama sekali tidak peduli. Putra berjalan mendekatiku sambil menggeleng dan bergumam “ Gila tu cewek, ck … ck … ”. Aku berpaling dan bertanya “ Apa ? ”. “ Manis banget, meskipun wajahnya pucat, tapi parasnya manis. Sama kayak cewek lo si Tia, wajah mereka kayak kembar. Serupa banget. ” jawab Putra sambil melenggang meninggalkanku. Berarti gak cuma gue yang berfikir itu, batinku. Aku mengejar Putra dan berhasil mendahuluinya sampai di motor. Selama perjalanan sampai rumahnya. Putra hanya diam, biasanya dia cerewet. Aku bingung ada apa ini sebenarnya.

Sampai di rumah, aku segera berlari ke kamar. Rian berteriak memanggilku, tapi aku tak peduli, pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan – pertanyaan. Ucapan Putra membayangiku. Wajah mereka kayak kembar, serupa banget. Apa maksudnya. Apa Tia punya rahasia yang gak dia ceritain ?. Apa iya ?, Tia punya saudara kembar ? . Aku mengunci pintu kamar dan mengambil hp. Kutekan angka 1. Aku harus cerita dan tanya sama Tia. Batinku
***

Malam harinya, aku masih terus berfikir. Ucapan Tia tadi siang masih kuragukan. Tia bilang dia tidak tau sama sekali. Lagian memang mereka beda setahun. Dan karena itu pastinya mereka bukan saudara kembar. Tapi , aku masih belum percaya. Buku fisika didepanku terlihat membosankan daripada biasanya. Aku harus menelepon Tia lagi. Tapi, aku tebak jawabannya pasti sama. Tia bukan tipe orang yang pandai berbohong. Suara Tia yang ku hapal sangat meyakinkan kalau dia memang tidak tau apa – apa.

Tiba – tiba Rian masuk. “ Kenapa lo ? tu jidat pake dilipet segala. Ntar si Tia gak mau lagi ama lo gara – gara tu jidat ngalahin jidat Opa ”, ledek Rian. “ Tia jadian sama gue bukan karena muka gue. Tapi karena hati gue. Ngerti lo. Eh, gue mau crita, tapi lo jangan ketawa ya. Kalo lo kan apa – apa lo ketawain. ” jawabku. Rian tertawa keras lalu meredamnya dengan berkata “ gue udah ketawa, sekarang lo mau crita apa ? ”, sambil memasang wajah ( sok ) serius. Aku menonjok pelan mukanya. Lalu ceritaku mengalir begitu saja. Mulai dari awal sampai kecurigaanku tentang Tia dan Tika. Rian tampak berfikir sejenak. “ Gue fikir gak ada salahnya lo minta seseorang ato lo sendiri deketin si Tika. Mungkin lo bisa foto ato rekam suara dia. Lo harus buat dia ngomong. Mungkin ada hubungannya dengan Tia. Lo harus coba ingetin ato tanya ke Tia tentang ini. Minimal Tia terganggu dan cerita sama mamanya. Mungkin aja ada yang disembunyiin orang tua Tia dari Tia kan ? ”. Jawaban Rian mulai masuk akal dikepalaku, Iya, bener, mungkin aja gitu. Tapi buat deketin Tika. Aduh, gak deh. Gak dideketin aja tampangnya udah mau ngebunuh aku. Apalagi aku ngedeketin dia. Lagian, aku juga gak mau bikin Tia sedih lagi. Aku kapok ngedeketin cewek lain yang bikin aku jadi kehilangan Tia beberapa bulan. Ternyata tu cewek cuma ngincer duit aku. Aku bersyukur banget belum terlalu jauh bikin Tia sakit. Aku kembali dalam pelukannya. Ah, kisah yang indah. Aku menelepon Tia hanya untuk mengucapkan selamat tidur. Aku sangat menyayanginya. Aku pun tertidur lelap. Bersiap dengan rencana esok.
***

Pagi harinya, seperti biasa, aku menjemput Putra. Putra dengan wajah berbunga kali ini naik tanpa banyak bicara. Aku curiga, tapi aku menahan pertanyaanku sampai di sekolah. Tanpa aku sadar, Putra mengambil tempat dudukku. Aku sempat protes, namun Putra tampak memelas. Maka kubiarkan saja. Tiba – tiba, Tika masuk. Aku melihat ada perubahan diwajah Putra. Dia terlihat senang bukan main. Tika juga, kali ini dandanannya terlihat sedikit lebih rapi. Dan dia … Oh My God, is that real ? Dia senyum, senyum itu sama persis juga dengan senyum Tia. “ Hai, nice to meet you guys ”. sapa Tika. What ? dia ngomong ?! how … ? aku bingung setengah mati. Putra membalasnya. Mereka mengobrol sesaat. Lalu Tika menatapku lembut. “ Maaf, awal ketemu gue agak kasar, gue agak sedikit mabuk. Sori ya Boy ”. ucapnya sambil senyum lalu duduk dikursinya. Aku hanya seperti orang tolol. Aku masih belum percaya, dia berubah 180 derajat dari kemarin. Dan dia bilang mabuk ? dia peminum ? waduh.

Bel masuk berbunyi. Aku menjalani hari dengan, ketidakpercayaan atas apa yang terjadi. Orang yang begitu sama dengan Tia. Suara dan senyum lembutnya. Dan aku betul – betul merasakan, Tia seperti hadir dalam diri Tika. Putra terlihat sangat senang, begitu juga dengan Tika. Apa perasaanku saja, atau mereka … ? Ah, aku tak tau. Tapi ada sepercik rindu yang terbit. Aku rindu mendengar suara dan nyanyian Tia. Suaranya menghangatkan. Aku tak konsentrasi. Alhasil, aku tau apa yang kupelajari. Bel kembali berdentang, waktu terasa cepat. Waktunya break.
***

“ Hai, boleh gabung ? ” tanya Tika mengejutkan aku dan ( tidak untuk ) Putra. Putra langsung mengiyakan. Aku sudah bertekad untuk tidak menjadi orang bego lagi. Aku tersenyum saja. Tika mulai merasa enjoy bersama kami. Ka,I tertawa dan bercerita. Namun, ada satu yang masih mengganjal. Siapa sebenarnya dia ?. kenapa wajahnya sangat mirip dengan Tia. Dan saat itu tiba – tiba Tika bertanya “ Lo berdua udah punya pacar belum ? ”. Aku menjawab lebih dulu “ Gue udah, Putra belom. Oh iya, lo kan belum punya pacar, gimana kalo lo sama Putra pacaran aja, biar gak cuma gue yang pacaran ” ucapku begitu saja. Aku melihat Tika tertawa mendengar celotehku. Wajah Putra berubah merah padam. Ya, aku baru mendapat penjelasan. Putra suka Tika. Dan itu terjadi. Aku sangat – sangat bersemangat.

Bel berbunyi. Kami kembali ke posisi masing – masing. Saat Tika sudah duduk ditempatnya, Putra menyikutku “ Sialan lo, gue malu lah kalo lo obral kayak gitu. Gue kan barang langka, jual agak mahal napa ” ucap Putra sewot. Aku hanya bisa tersenyum. Well, my enemy ( I think ) come to be my friends ( or my best friend girlfriend ). Hahaha.
***

“ Dia itu mirip banget loh sama kamu. Boleh dibilang, dia kayak jiplakan kamu. Cuma bedanya, kalian beda satu tahun dan tinggi kalian gak sama persis. Mungkin beda 5 ato 7 centi lah. Kamu liburan besok kesini kan ? kamu bakal aku temuin dengan jiplakan kamu, oke ? sayang kamu ” ucapku di telephone. Tia hanya tertawa dan membalas oke dan sayangku. Ya, meskipun umur Tia lebih muda. Dia lebih dewasa dariku. Bahkan aku lebih sering ngambek dan marah daripada dia. Tapi dia selalu sabar menghadapiku, kalau aku ngambek, dia selalu bernyanyi. Kalo aku lagi jutek, dia terus bercerita jujur yang aku suka. Makanya, aku sangat sayang padanya.

Tak terasa, liburan mulai dihadapan mata. Tia sudah berjanji akan ke sini. Aku sangat menanti kedatangan Tia. Aku belum cerita tentang Tia pada Tika, begitu juga Putra, dia sudah kularang untuk gak bercerita dulu tentang Tia. Dan kabarnya sih, Tika dan Putra mulai terlihat sangat dekat. Well, gak ada salahnya kan ?
***

Pagi ini. Aku bangun cepat. Kapal yang membawa Tia berangkat pagi, karena aku gak mau dia terpaksa berdesakan dengan para penumpang yang gak tau kebersihan. Tahun lalu, dia juga berkunjung, dia pergi pakai kapal yang agak siang. Dan alhasil sampai disini. Dia tidak kuat untuk melakukan apapun karena lamanya berdesakan dengan mereka. Sampai – sampai aku harus membopongnya kedalam mobil. Mengenaskan. Aku bersiap, setelah selesai, aku menyapa papa yang ada diruang makan. Biasanya saat libur begini papa tetap kerja, namun kadang pulang siang juga. Aku mengeluarkan motor dari garasia. Menuju pelabuhan. Menjemput Tia. Aku tak sabar menantinya.

Sampai di pelabuhan, orang masih belum banyak. Namun sudah mulai ada beberapa penumpang yang berangkat kapal pagi. Orang berlalu lalang. Tiba – tiba panggilan masuk dari Tia. Tia bilang kapalnya sudah hampir sampai. Tak lama kemudian. Seorang gadis dengan balutan celana jeans dan blazer hitam melambai dan tersenyum senang. Itu dia Tia. Aku membantunya membawa barang kecilnya. Tia terlihat segar. Jujur, aku sangat senang saat melihatnya tersenyum. Seperti lagu Afgan – Senyummu mengalihkan duniaku. Ya, and itu terjadi sekarang. Aku mengantar Tia ke hotel dan membawanya kerumah. Mama senang bukan main saat aku hadir dengan menggandeng tangan Tia. Mama terlihat sumringah saat melihat Tia. Ya, apalagi kalau bukan karena Tia anak yang asik. Dia yang membantu mama mengembangkan butiknya hingga seperti sekarang. Tia dewasa. Itu yang selalu mama ucapkan.

Setelah jamuan dan acara ngobrol sebentar dengan mama. Aku menculik Tia dari tangan mama untuk acaraku dan Tia. Masa Tia cuma mama yang boleh megang. Hellooo, saya pacarnya. Haha. Aku mengajak Tia ke pantai, ke sana, ke sini dan kemanapun dia mau. Malamnya, aku mengatur pertemuan Tia dengan Tika dibantu Putra. Sebenarnya aku takut, tapi, ada hal – hal yang mengganjal dalam hatiku. Kenapa mereka bisa sama persis ? Itu saja. Lalu saat yang ditunggupun tiba.
***

Tia terlihat manis hari itu. Dia tidak pernah memakai make – up. Cukup dengan natural dia sudah sangat cantik dan manis. Tetap dengan pakaian kebangsaanya ( Celana jeans ) dia terlihat seperti bunga yang tumbuh dipadang pasir. Sebenarnya, aku sangat cemburu dan khawatir saat dia gak ada didekatku. Tapi, aku percaya padanya. Tia naik keatas motorku dan kami melaju pelan menuju puncak. Aku merasakan hangatnya pelukan Tia di pinggangku. Membuatku merasa aku adalah lelaki paling beruntung didunia.

Setelah melalui perjalanan, kami sampai dipuncak. Aku melihat motor Putra sudah terparkir manis di ujung parkiran. Aku melangkah sambil menggandeng erat tangan Tia. Aku melihat beberapa pelayan lelaki melirik pada Tia, namun aku tidak khawatir, karena Tia dalam genggamanku saat ini. Dan aku tidak segan – segan menjotos mereka saat ada yang berusaha mendekati Tia.

Aku melihat Putra dan Tika duduk bersisian memunggungi kami yang datang. Tia masih terlihat tenang dalam genggamanku. Saat kami sampai di meja. Tika dan Putra menoleh kearah kami sambil tersenyum. Saat itu, entah apa yang terjadi. Tiba – tiba wajah Tia pucat. Tangannya menegang dan berubah dingin seketikaaku menangkap ada kemarahan dalam wajah Tia. Perubahan serupa juga pada Tika. Namun wajah Tika dipenuhi dengan rasa sedih dan rasa bersalah. Tiba – tiba saja Tia berteriak “ what are you doing here murder ?! ” teriak Tia yang disertai tumpahan air mata. Tika kaget dan langsung bersujud, mencoba memeluk kaki Tia, seakan meminta ampun padanya. Tia yang mungkin sedang marah besar menendang tangan Tika yang mencoba meraih kakinya. Aku mendengar Tika berkata “ I’m so sorry. I don’t know what happened that night. I’m so sorry Tia, I’m so sorry ” dalam tangisnya yang mulai pecah. Aku mencoba memeluk Tia untuk menenangkannya. Namun tubuh Tia sangat dingin dan dia menangis sejadi – jadinya dalam pelukanku. Putra mencoba membuat berdiri Tika agar dia juga tenang. Aku melihat Tika saat pertama kali kami bertemu. Wajahnya yang pucat dan bersimbah air mata. Dia menangis sambil menatap sedih pada Tia yang ada dipelukanku. Tiba – tiba, aku merasa Tia melemas, tubuhnya jatuh ditanganku. Tia pingsan !
***

Dalam sekejab, aku, Putra dan Tika sudah berada di rumah sakit. Tia yang masih dalam gendonganku terlihat tak bergerak. Jujur aku sangat khawatir. Tubuhnya dingin dan kaku. Seperti tidak memiliki nyawa lagi. Yang membuatku tetap yakin dia masih hidup adalah nafasnya yang satu – satu. Tia dibawa masuk kedalam UGD. Aku, Putra dan Tika menunggu diluar, Tika terlihat menangis dalam diam, Putra mencoba menenangkannya dengan memeluknya. Tangis Tika pecah saat dalam pelukan Putra, dia seperti sudah menyimpan tangis itu sejak lama. Aku yang masih kalut hanya bisa terdiam. Masih belum mengerti maksud Tia yang menyebut Tika murder ? Pembunuh ?

Tak lama kemudian dokter keluar, wajah dokter terlihat lega. Aku bertanya pada dokter bagaimana keadaan Tia. Dokter bilang dia hanya syok, sebentar lagi dia akan sadar. Aku lega dan sangat lega. Saat itu, Tia langsung dibawa ke dalam ruang perawatan. Aku menunggui Tia hingga Tia siuman. Tika terlihat tertidur dalam pelukan Putra, nafasnya masih terlihat sesak karen menangis tadi. Aku mulai meraskan tubuh Tia hangat kembali. Aku sangat lega melihat pipi Tia yang kembali merona. Aku mengelus pipi Tia. Namun, aku masih belum mengerti kenapa Tia menyebut Tika pembunuh. Pasti ada sangkut pautnya dengan masa lalu Tia.

Tak lama kemudian, Tia siuman, aku yang tertidur disampingnya ikut bangun merasakan gerakan tangan Tia yang kugenggam. Tia terlihat seperti baru bangun dari tidur yang lama. Saat itu aku belum berani bertanya karena kondisi Tia masih lemah. Aku menunggu hingga pagi. Melihat Tia tidur sepulas ini. Membuat diriku merasa ikut pedih. Walaupun masih bingung, aku merasakan ada yang tidak beres dan itu sungguh menyakitkan bagi Tia.

Pagi harinya, Tia bangun, aku yang sudah bangun lebih dulu membantu Tia duduk. Senyum Tia memberi ketenangan untukku. Tiba – tiba wajah Tia kembali sedih. Air mata mengalir dipipinya. Aku yang melihat, menghapus air matanya. Tia tersenyum dan memelukku, seakan minta ditenangkan. “ Kalau kamu mau cerita, kamu boleh cerita sama aku sayang ”. ucapku hati – hati. Tia mulai menghapus air matanya dan mengatur nafasnya. Dia mulai bercerita tentang keluarganya 10 tahun silam.
***

“ Oma jahat, oma gak mau ngasih Tika hadiah kayak punya Todi, Tika kan cucu oma juga, masa oma cuma ngasih Todi sih ? oma pilih kasih !! oma bakal mati di tangan paman ” tiba – tiba saja rentetan senjata memenuhi ruangan. Tia kecil yang masih belum mengerti apapun hanya bisa melihat omanya dibunuh oleh pamannya sendiri. Bahkan kakaknya, Todi meninggal dengan kucuran darah segar. Tia yang kecil hanya bisa menangis sedih. Tia juga melihat Tika, namun, Tika dengan pisau ditangannya bersimbah darah, darah Todi, kakaknya, yang selalu dianggap Tika sebagai saingannya. Wajah Tika saat itu sangat menakutkan. Tia yang melihat kakaknya menggelepar mendekatinya sambil menangis. Tika saat itu sangat dingin. Lalu Tika mengikuti pamannya keluar. Tia yang melihat memanggil tidak jelas nama Tika. Tia mengharap kakanya menolong Todi. Namun, Tika tetap melangkah keluar tanpa melihat kebelakang. Dan setelah saat itu juga, itulah terakhir Tia melihat Tika. Setelah itu, demi tidak merusak nama baik keluarga Kato. Kematian Oma dan Todi dipalsukan. Tia kembali ketangan Orang tuanya. Setelah diasuh oleh omanya yang sangat ia cintai.
***

Aku kaget bukan main saat mendengar masa lalu Tia. Tia yang sekecil itu harus melihat kematian orang yang paling dia cintai. Oleh orang yang sangat disayanginya. Pantas saja dia mengamuk saat melihat Tika. Aku hanya bisa memeluk Tia erat saat Tia menangis. Tiba – tiba saja. Tika masuk, Ternyata Tika mendengar semua cerita Tia. Tika langsung memohon pada Tia. “ Tia, aku mohon, ampuni aku, aku tau aku salah. Aku selalu ingin menebus dosa itu, aku selalu ingin menebus salahku pada kamu, oma dan Todi. Kumohon Tia. Kalau kamu mau, kamu boleh membunuhku saat ini juga. Aku rela demi menebus salahku pada mereka. Aku tak tau harus berbuat apa. Aku mohon. Ini, ambil dan bunuh aku seperti aku melakukan pada Todi. 

Mungkin itu akan menebus dosaku ” ucap Tika. Tia yang kaget hanya bisa menangis. Dia tertunduk, Aku merasakan kalau Tia tak tega untuk melakukannya, Tia hanya diam. Lalu berjalan keluar meninggalkan Tika yang masih terduduk. Tia berjalan mengarah keluar. Dan dia duduk dikursi taman. Aku mengikutinya dan duduk di sebelahnya. “ Kamu tau, saat aku pertama kali melihatnya, aku merasa sangat benci padanya, karna masa laluku yang pahit. Namun, saat ini benciku mulai luntur, aku kasihan padanya. Melihatnya menangis didepanku, memohon ampun padaku. Aku gak kuat, aku sayang padanya. Dia yang dulu selalu nolong aku dan Todi kalo ada yang ganggu kami. Aku merasa dia berubah, namun aku masih belum bisa memaafkan apa yang terjadi pada Oma. Aku masih sakit melihatnya ” ucap Tia sambil menangis. Aku lalu mendekat dan berbisik pada Tia “ Sayang, saat kamu menyayangi seseorang, sesalah apapun dia, kamu akan memaafkannya. Karena yang kamu harus tau, kamu sedarah dan sedaging dengan dia. Beri dia kesempatan karena saat dia memang berubah, dia akan membuktikan sama kamu sebaik yang dia bisa ” akhirku. Aku lalu mengecup kening Tia, dan menghapus air matanya. Tia tersenyum dan menerawang jauh. Aku pedih melihatnya sedih.

Tiba – tiba, Tia berlari kearah rumah sakit, aku mengikutinya. Ternyata Tia memeluk erat rubuh Tika yang sudah lemas. Aku mendengar Tia berkata “ Tika, apapun yang terjadi, kau tetap kakakku. Aku gak mau kehilangan kedua kakakku. Cukup Todi yang pergi. Jangan lo tinggalin gue. Gue gak bisa nerima kesedihan dua kali. ”. Tika yang mendengarnya langsung memeluk erat tubuh Tia sekuat tenaganya. Akhirnya dia mendapat kembali adiknya. Aku dan Putra hanya bisa tersenyum sambil meneteskan air mata. Menyaksikan 2 orang yang kami sayangi harus bergelut dengan semua ini.

Dan didepan mataku semua ini terjadi. Sebuah cerita masa lalu yang pahit yang pasti dialami semua orang. Sebaik apapun diluarnya. Jadilah pribadi yang teguh, pemaaf dan bijaksana. Karena dengan begitulah kita bisa tetap hidup di dunia yang keras. Dan saat dibutuhkan agar bahagia tetap ditangan kita.


*** THE END ***

PROFIL PENULIS
Nama Zuhrah Syartika Cewek yang berbintang Pisces ini baru mulai berkarir menulis. Meskipun mencoba baru menulis. Dia berharap btulisannya bisa disukai :)
Share & Like