—
Ya.. sejak kejadian itu aku hanya bisa menyesalinya. Ingin kamu kembali, tapi itu tak mungkin. Ingin ku ulang kembali waktu juga tak mungkin. Karena aku bukan Tuhan, yang dapat melakukan apapun yang dikehendakinya.
Kini aku baru menyadari bahwa begitu aku sangat menyanyangi mu. Tapi apalah daya, aku hanya bisa diam membisu. Hatiku terasa beku. Aliran darahku terasa berhenti sejenak. Awan kelabu pun kembali mendarat di hatiku.
—
3 tahun yang lalu.
Fahrun… ya. Dia orang yang sangat aku sayangi. Kami besahabat dari SD. Dia yang selalu memberi warna dalam hidupku. Dia yang selalu membuat hidupku penuh canda tawa. Tetapi aku lost contact dengannya sejak lulus SD. Yang aku tahu waktu itu dia diterima di SMP 21 sedangkan aku di SMP 17.
1 tahun aku jalani bersekolah di SMP 17 terasa biasa saja. Tapi entah kenapa saat aku kelas 3, aku merasa kehilangan sesuatu. Aku mencari-cari apa yang hilang itu. Ternyata aku merindukan dia. Sejak itu aku berusaha mencari kabar dimana dia tinggal dan bagaimana keadaannya saat itu.
Setelah pecarian itu, yang aku tahu dia masih baik-baik saja.
Anehnya akhir-akhir itu aku selalu bermimpi dia. Hampir setiap hari dia hadir dalam mimpiku. Aku memang bahagia. Sangat bahagia karena aku memang sangat merindukannya.
Yang kuingat mimpi terakhirku tentang Fahrun, dia lupa, dia seakan tak mengenali ku lagi. Aku takut. Entah kenapa semakin takut dan segera ku ceritakan semuanya pada mamaku. Mama bilang mungkin aku cuma rindu.
Tapi aku merasa ada yang aneh. Firasat aku sungguh tak enak sejak mimpi itu.
Namun, rasa takut yang menghantuiku itu ku lenyapkan.
Beberapa bulan setelah itu, aku mendapat kabar, bahwa Fahrun telah meninggal dunia. Sialnya aku, aku baru tahu ini setelah 5 hari dia dimakamkan. Dan dimakamkannya pun di kampung halamannya.
Betapa shock nya aku saat itu. Aku sungguh tak menyangka secepat itu kah dia pergi meninggalkan ku?. Tak ada angin tak ada badai, dia dengan cepatnya pergi jauh dan tak kan pernah kembali lagi ke dunia ini.
Mama ku yang memberi tahu kabar buruk itu padaku. Air mataku pun tanpa aku sadari mengalir tanpa terbendung oleh ku. Aku menangis. Untuk pertama kalinya aku benar-benar menangis karena seorang lelaki. Fahrun meninggal di tempat saat kecelakaan. Tragis memang.. tapi itulah kenyataan pahit yang menerjangku seakan aku akan masuk ke dalam pusaran air yang akan menelan ku hidup-hidup.
Dadaku terasa sesak. Ingin rasanya aku berteriak karena ketidak adilan yang aku rasakan ini.
Mama ku hanya bisa diam, tidak tahu mau berbuat apa untuk menenangkan ku saat itu.
Tapi setelah aku dapat meredam emosi dan air mataku. Aku berpikir. Dan aku yakin ini tidak mungkin terjadi.
Fahrun belum meninggal. Dia belum meninggal. Aku tidak percaya dengan semua ini.
Berhari-hari aku mencari informasi dari orang terdekatnya. Usahaku tidak sia-sia.
Aku dapat nomor hp adiknya. Segera ku hubungi nomor tersebut.
“tuuttt… tuuuuuttt…”, bunyi sambungan dari ujung telpon.
“halo, ini siapa yah?”, tanya adiknya.
“halo, ini kak Rizka, temannya bang Fahrun. Kakak boleh ngomong bentar gak sama bang Fahrunnya? Kakak ada perlu sama dia”, sahutku.
Saat itu aku berpura-pura hanya untuk memastikan bahwa Fahrun belum meninggal.
“kak.. bang Fahrun… abang udah meninggal kak. Dia udah nggak ada lagi kak”, jawab adiknya dengan sedihnya.
Deegggh…
Aku langsung memutuskan percakapan itu.
Ternyata benar. Benar adanya kalau Fahrun udah meninggal. Kali ini aku benar-benar tidak bisa menyangkal lagi. Aku tidak bisa membohongi diriku lagi kalau dia sudah nggak ada.
Dan air jernih itu pun kembali mengalir dengan derasnya. Dadaku pun kembali sesak.
Ya Allah.. inikah takdirku?
Inikah yang harus aku hadapi?
Kenapa Ya Allah? Kenapa harus aku yang mengalami ini semua? Ini sungguh tak adil bagiku.
Apa salahku? Mengapa orang yang ku sayangi begitu cepatnya kembali padaMu?
—
Sedih… selalu kesedihan yang menyapaku di setiap harinya. Kamu yang selalu membuat hari-hariku penuh warna. Kamu yang selalu bisa bikin aku tertawa di setiap hariku. Walau kadang kenakalan dan keusilanmu membuatku sangat jengkel terhadapmu.
Tapi itu dulu…
Sekarang aku merasa sebagian hidupku telah pergi. Tak ada lagi seorang pun yang mampu menggantikanmu. Tak ada lagi orang yang mampu membuat aku bahagia seperti dulu. Tak ada lagi senyuman-senyuman yang menyapaku.
Aku merindukanmu.
Aku merindukan semua kenakalanmu itu.
Aku ingin kamu ada di samping ku lagi saat ini. Menemani ku menjalani sisa hidupku.
Aku ingin kamu memberi warna dalam hidupku lagi.
Aku…
Aku hanya ingin kamu kembali lagi bersamaku.
Hanya itu…
Seandainya waktu dapat berputar kembali ke masa lalu. Tak sedetik pun akan aku lewatkan bersamamu. Aku tak kan menyia-nyiakan itu lagi.
—
2 tahun setelah kepergianmu. Aku masih selalu berharap dapat bertemu kembali denganmu. Agar aku bisa mengungkapkan betapa sayangnya aku padamu.
Memang tak mudah dapat bertahan selama ini. Bertahan tanpa mu.
Sejak kehilanganmu, aku mulai menutup hatiku untuk siapapun. Karena aku tak ingin suatu saat aku lupa, aku takut akan melupakan mu tanpa aku sadari. Karena jauh di dalam hatiku aku sudah berjanji bahwa aku tak kan pernah melupakanmu.
Seandainya suatu saat aku lupa akan dirimu. Itu bukan berarti aku sudah melupakanmu. Hanya saja aku sudah mulai lelah. Lelah menjalani hidup tanpa mu seperti ini.
—
Hari ini, ku niatkan untuk berkunjung ke rumah mu. Tak tahu, rasanya aku ingin sekali berkunjung ke rumah mu. Sejak mendapat kabar itu, aku belum pernah mengunjungi rumah mu.
Aku disambut baik oleh keluarga mu. Kamu tahu kan, orangtua kita juga sudah sangat dekat. Sama seperti halnya kita.
Aku baru tahu kalau kamu punya adik laki-laki yang mirip banget sama kamu.
Aku terkejut melihatnya. Dengan mudahnya aku dan adikmu akrab. Seperti sudah lama kenal. Padahal ini pertama kalinya aku bertemu dengan adikmu. Bukan wajahnya saja yang mirip dengan mu, tapi sifat dan kenakalannya juga mirip banget sama kamu. Miris memang… seandainya saja adikmu itu adalah kamu Fahrun. Pasti aku sangat bahagia.
Rasanya aku pengen nangis.
Mama mu bercerita banyak tentang mu. Mama mu juga mengajak aku ke kamar mu. Ku lihat banyak foto-foto kamu yang memang sengaja ditempel di dindingnya. Ku lihat satu per satu foto mu dengan seksama. Dan tak ku sadari air mataku pun jatuh lagi. Tak terbendung. Begitu juga dengan mama mu. Ku lihat mama mu begitu terpukul karena kehilangan mu. Begitu terasa kesedihan yang dirasakannya sampai aku pun juga dapat merasakan kesedihan itu.
Ingat adikmu yang cewek? Desni. Sekarang dia semakin cantik. Dia juga memperlihatkan komputer peninggalan mu. Dia juga ngeliatin foto-foto mu, tugas-tugas bahkan lagu-lagu kesukaanmu di komputer itu. Sedih rasanya. Kecewa?? Apalagi.
Tak lama berselang, papa mu datang. Dia juga bercerita banyak tentangmu. Mulai dari keinginannya untuk memasukkan mu ke sekolah angkatan. Sampai akhirnya ayah mu juga tak bisa memungkiri kesedihannya. Itu terpancar dari matanya serta raut wajahnya yang begitu merindukan mu.
Dan kini aku harus pulang. Sebelum aku pulang, mama mu memelukku. Pelukan yang sangat erat sekali. Pelukan dari seorang Ibu yang merindukan anaknya.
Yaa.. mama mu menangis di pelukanku. Dia terisak. Pilu memang, terasa menyayat hati bagi siapa saja yang merasakan bulir air mata dari seorang Ibu yang kehilangan anaknya.
Aku yang masih dalam pelukan mama mu juga merasakan hal yang sama. Merasa kehilangan mu. Air mataku lagi dan lagi jatuh juga. Aku dan keluarga mu sangat merindukanmu Fahrun.
Lama, cukup lama mama mu menangis di pelukanku. Aku berusaha menenangkannya. Berusaha membuat mama mu tegar kembali. Ku lihat ke arah papa mu. Dia berusaha untuk tidak larut dalam kesedihan ini. Menahan air mata yang sebenarnya sudah tidak tahan lagi untuk dibendung.
Berat rasanya meninggalkan keluarga dan rumah mu itu. Namun, aku harus pulang.
Sepanjang perjalanan pulang, aku masih teringat semua memori ku tentang mu. Masih dalam isak tangis. Mencoba kuat menghadapi ini semua.
—
Setahun setelah itu, kini aku melanjutkan ke perguruan tinggi. Alhamdulillah aku dapat beasiswa untuk kuliah.
Sepanjang perjalanan semester pertama ini aku juga masih bertahan untuk mu Fahrun.
Aku harus kuat menjalani ini semua.
Terkadang teman ku bercerita, dia putus dengan temannya.
Aku yang dengar cuma bisa berkata dalam hati “putus masih mending. Setidaknya masih bisa ngelihat orang yang kita sayangi. Kalau ditinggal mati gimana??”.
Ingin rasanya mereka tahu kalau sebetulnya
Betapa susahnya aku untuk bertahan sampai saat ini, sampai detik ini.
Betapa susahnya aku yang mencoba bangkit dari keterpurukan sejak kehilanganmu.
Ntah sudah berapa banyak air mata yang aku keluar kan.
Sampai saat ini pun, air mata itu selalu keluar ketika semua memori ku tentang mu teringat kembali.
Dan aku menyadari.. bahwa aku benar-benar kehilangan mu.
Bahwa aku merindukan sosok dirimu dapat hadir kembali dalam hidupku.
Bahwa aku benar-benar menyanyangimu lebih dari seorang sahabat.
Rizka
Cerpen Karangan: Rizka Octariza Lubis
Facebook: https://www.facebook.com/rizka.octariza
Nama: Rizka Octariza Lubis
Saat ini aku menjalani aktivitas perkuliahan di salah satu perguruan tinggi swasta di Riau, Indonesia.