TWINS CHOLA
Karya Agatha Onnasandevi Ratuwangi
Dimana-mana setiap orang pasti pernah jatuh cinta. Kata guruku, kalau tidak pernah merasa jatuh cinta.. nggak normal dong.
Tapi. Aku memang belum merasakannya dan saat ini aku sudah kelas XII. Masak aku aneh? Selalu itu yang mengganggu pikiranku. Parah nih, batinku.
Dari dulu, aku selalu ingin dan terus mencoba untuk tahu gimana rasanya di perhatikan, dimanja, apa-apa diturutin, bagaimana rasanya berdebar-debar saat deket sama cowok, juga nonton bareng. Haaisss.. rasanya otakku akan blew out kepikiran ini terus.
Setiap hari pasti ada aja temen-temen aku yang curhat tentang pangerannya. Entah itu yang masih dipendam atau sudah langgeng jadi pacar. Aku pengen banget teriak sama mereka-meraka. Tapi, bakal dikira aku orang gila dong. Jadi, hati aku tetap sabar kok. Huuh..
“Nichol? Lagi ngapain?” tanya seekor, eh, seorang cowok temen sekelasku. Oh iya, namaku Nichola Melodi Delopa. Cukup panggil saja, Nichol atau Nichola.
“Kamu liat ndak? Aku lagi ngapain?” balasku dengan tatapan tajamku padanya. Aku memnag dikenal memiliki mata tajam, kulit hitam eksotis, aku juga nggak begitu jelek kok. Cita-citaku emang jadi Model. Nggak sombong juga nih, otakku juga encer. Tapi, kalo kumat bisa macet.
“Lihat dong, Nich,” balasnya lagi. Ini anak bener-bener. Batinku.
“Tapi, kenapa masih pakai nanya? Terus, kamu ngapain nangkring disitu?” balasku juga dengan kesal.
“Ya, kan aku cuma pingin nemenin kamu Nichloa Melodi Delopa..” balasnya lagi. Sok imut banget sih, batinku.
“Tapi aku nggak butuh ditemenin Madroooo!!!” kataku mulai panas disini. Dia. Cowok lumanya populer dan dianggap ‘cool’ oleh cewek-cewek ‘pecinta harapan pada cowok’. Namanya, Madro Septandra Dichola.
Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Tidak bisa dan aku tak mau dibilang kembar sama cowok gila satu ini. Tapi ada lagi, rumahku berhadapan dengan rumahnya, desainnya sama, kamar kita ada di sama-sama lantai atas, keluarga kita sahabat pena. Sayangnya, dia Throuble Maker. Aku juga munafik kalau bilang dia nggak cukup ganteng. Ingat. ‘cukup’ ganteng. Kita juga sama-sama pecinta Moccachino. Hobbinya dia adalah ngikutin kemana aku pergi.
“Nulis diari tentang siapa sih? Aku ya..?” katanya mengabaikan teriakanku sambari duduk didekatku. Tapi, tempat duduknya memang disampingku. Tambah BeTe. Aku membalasnya dengan lirikanku.
“Iya, iya.. jangan marah mulu kenapa sih.. sekali aja. Curhat sama aku kalau kamu mau,” tambahnya. Dia menatapku dengan mata chubbynya. Jujur, aku tak tahan dengan matanya ketika mulai manja seperti tadi. Aku memalingkan arah mataku pada diariku.
“Terserah apa kata kamu.. aku mau curhat. Tapi jangan diketawain ya..” balasku dengan menatapnya. Dia hanya mengganggukan kepalannya. Aku diam. Dia menunggu dan melihatku.
“Heh,” panggilnya. Aku menoleh, dia mengkerutkan alisnya dengan muka penuh tanya.
“Kamu kan cowok populer Dro..” kataku memulai pembicaraan. Dia menyunggingkan senyum kemenangan padaku.
“Kok kamu ketawa sih?” kataku dengan kesal.
“Nggak-nggak yank, udah buruan,” balasnya fokus pada pelajaran yang sudah mulai. APA!!! Yank!!!! Ini anak, aku bunuh baru tahu rasa. Batinku sambil menghentakkan kakiku pada kakinya.
“Apaan sih!” tanyanya dengan bisik-bisik.
“Ngapain panggil aku ‘yank’, aku bukan pacar kamu tau,” balasku bisik-bisik juga. Dia terus menjawab pacaran juga nggak papa. Aku terus ngomel-ngomel nggak karuan. Aku kok marah sih? Aneh, batinku.
“Hei!! Kembar Chola!!!” tunggu, aku mendengar petir menyambarku. Mati aku, pikirku. Aku menoleh pada Bu. Sandra dan nyengir padanya. Semua mata dikelas memandang kami.
“Kalian ngomongin apa??! Hah!! Pacaran mulu!! Sana! Keluar!” dueng.. dueenggg. MADRO!!! Teriaku dalam hati. Aku menepis tangannya yang menggandengku. Mata pembunuhku keluar.
“Maaf ya, bu,” kata Madro.
“Maaf, maaf !!” bentak Bu. Sandra, guru bahasa inggris. Aku mengikuti langkah Madro keluar kelas.
Aku sudah ada di dalam rumah. Tepatnya ada didalam kamarku. Pikiranku tak bisa fokus belajar malam ini. Aku selalu teringat hal memalukan tadi sekolah. Akhirnya, aku buka email. Eh, ada yang chat. Siapa ya?, pikirku sembari melihatnya.
Heleh.. ternyata si Madro gila. Aku malas menjawabnya. Dia mengirim lagi, aku melihatnya.
‘heh, keluar. Buruan. Aku di rumahmu nih..’ ahh!! Seenaknya banget sih. Tanpa sadar aku tersenyum kecil dan berhenti. Apa yang kau pikirkan sampai kau tersenyum Nich?! Aku mengerutuki diriku sendiri.
“Mau ngapain sih?” Kataku padanya sambil menariknya ke teras depan rumah. Belum sempat dia menjawab,
“Bi..?? Moccachino dua yaa..” teriakku pada bibiku. Madro memang sering ke rumahku. Kalau kau hitung dengan detail, tiga jam sekali pasti absen muka pada ku.
“.... intinya, Madro yang pualing guanteng.. cariin aku pacar dong,” OMG! Apa yang barusan aku katakan! Aku gila. Dia malah tertawa keras sekali. Haduu..
“Eh.. emm,” aku gagap seketika. Aku meliriknya tak berani menatapnya. Dia menatapku aneh. Yakk! Apa yang dia lihat! Dia tetap menatapku dan bergeming. Seperti mengisyaratkan sesuatu padaku.
Dia menyesap moccachinonya dan berdiri. Aku masih terduduk dan menatapnya dengan mengerutkan kedua alisku. Tiba-tiba dia berjongkok, tapi tak benar-benar jongkok didepanku. Tatapannya serius sekali. Ada apa sih?? Aku malu, dan memalingkan wajahku darinya.
Madro menyentuh daguku menyuntingnya agar menatapnya kembali. Aku takut. Aku hanya menatap lantai.
“Hei, tatap mataku,” akhirnya dia buka mulut. Tapi! Tunggu, lembut banget sih. Tumben, pikirku. Perlahan aku menurutinya. Wajahnya semakin dekat padaku. Ah! Aku tak kuat! Aku kembali menarik kepalaku ke arah lain. Eeuuuhh.. ganteng banget! Dalam hati. Nichol!! Kamu gila Madro!!
Kali ini dengan kedua tangannya menyentuh tengkuk leherku dan menarik kembali pada wajah indahnya. Tetap tak kuat menatapnya. Kali ini aku tak bisa marah. Ada apa ini? Akhirnya, aku menutup mataku.
Dia menuntunku berdiri masih dengan menyentuh tengkuk leherku. Tiba-tiba...
Chuuup.. Oh My God!! S.O.S !! sedetik dia mencium pipiku. Aku tak bisa bergerak! Aku membuka mataku dan menatapnya. Aku ingin marah besar, tapi? Apa! Aku tak dapat melakkukan apapun. Tuhan !!
Tak kusadari air mataku keluar. Apa aku bahagia? Aku memukul-mukul dadanya dengan lemas. Aku terus menangis.
“Ada apa menangis? Apakah kau terlalu mecintaiku?” dia buka mulut sembari menghapus air mata dan memelukku karna aku terus memukulnya. Tapi... aku membalas dekapannya.
“Apa yang telah kau lakukan? Hah?!” kataku dengan suara serak karna pengaruh tangisanku.
Dia melonggarkan pelukaannya. Jangan, batinku.
“Kau harus jadi miilkku sekarang. Kau pikir aku akan menyerahkan kau pada lelaki lain? Cih.. tidak akan pernah,” nadanya penuh pekanan. Aku menatapnya bingung.
“Aku minta maaf, sebenarnya aku memiliki banyak pacar dan mengacuhkan perasaanmu. Delta tadi pagi cerita semuanya tentangmu yang ingin merasakan cinta,” apa??
“Apakah kau tahan dengan apa yang aku lalukan? Mengaoa kau tak pernah memarahiku? Aku selalu ingin membuatmu cemburu. Aku benar-benar menyayangimu. Aku takut kau telah menyukai orang lain,” dia berhenti.
Aku menghapus sisa air mataku dengan kasar dan memukulnya lebih keras.
“Tolol!” itu saja yang bisa kukatakan. Setelah itu, aku tersenyum padanya. Dia juga tersenyam dan memegang tanganku.
“Will you my mine..?” serasa aku melayang di udara. Aku menyunggingkan senyum terindahku padanya. Sebagai balasannya, aku memeluknya erat.
“Apa jawabannya?” tanyannya disela-sela aku mesih memeluk kekasihku.
“Kan aku sudah memelukkmu,” kataku akhirnya. Lalu dia memelukku lebih erat lagi.
NB:
Ini cerpen pertamaku. Aku benar-benar bahagia. Semoga ikut bahagia dengan cintamu lewat cerita ini.. komen yaa.
“Nichol? Lagi ngapain?” tanya seekor, eh, seorang cowok temen sekelasku. Oh iya, namaku Nichola Melodi Delopa. Cukup panggil saja, Nichol atau Nichola.
“Kamu liat ndak? Aku lagi ngapain?” balasku dengan tatapan tajamku padanya. Aku memnag dikenal memiliki mata tajam, kulit hitam eksotis, aku juga nggak begitu jelek kok. Cita-citaku emang jadi Model. Nggak sombong juga nih, otakku juga encer. Tapi, kalo kumat bisa macet.
“Lihat dong, Nich,” balasnya lagi. Ini anak bener-bener. Batinku.
“Tapi, kenapa masih pakai nanya? Terus, kamu ngapain nangkring disitu?” balasku juga dengan kesal.
“Ya, kan aku cuma pingin nemenin kamu Nichloa Melodi Delopa..” balasnya lagi. Sok imut banget sih, batinku.
“Tapi aku nggak butuh ditemenin Madroooo!!!” kataku mulai panas disini. Dia. Cowok lumanya populer dan dianggap ‘cool’ oleh cewek-cewek ‘pecinta harapan pada cowok’. Namanya, Madro Septandra Dichola.
Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Tidak bisa dan aku tak mau dibilang kembar sama cowok gila satu ini. Tapi ada lagi, rumahku berhadapan dengan rumahnya, desainnya sama, kamar kita ada di sama-sama lantai atas, keluarga kita sahabat pena. Sayangnya, dia Throuble Maker. Aku juga munafik kalau bilang dia nggak cukup ganteng. Ingat. ‘cukup’ ganteng. Kita juga sama-sama pecinta Moccachino. Hobbinya dia adalah ngikutin kemana aku pergi.
“Nulis diari tentang siapa sih? Aku ya..?” katanya mengabaikan teriakanku sambari duduk didekatku. Tapi, tempat duduknya memang disampingku. Tambah BeTe. Aku membalasnya dengan lirikanku.
“Iya, iya.. jangan marah mulu kenapa sih.. sekali aja. Curhat sama aku kalau kamu mau,” tambahnya. Dia menatapku dengan mata chubbynya. Jujur, aku tak tahan dengan matanya ketika mulai manja seperti tadi. Aku memalingkan arah mataku pada diariku.
“Terserah apa kata kamu.. aku mau curhat. Tapi jangan diketawain ya..” balasku dengan menatapnya. Dia hanya mengganggukan kepalannya. Aku diam. Dia menunggu dan melihatku.
“Heh,” panggilnya. Aku menoleh, dia mengkerutkan alisnya dengan muka penuh tanya.
“Kamu kan cowok populer Dro..” kataku memulai pembicaraan. Dia menyunggingkan senyum kemenangan padaku.
“Kok kamu ketawa sih?” kataku dengan kesal.
“Nggak-nggak yank, udah buruan,” balasnya fokus pada pelajaran yang sudah mulai. APA!!! Yank!!!! Ini anak, aku bunuh baru tahu rasa. Batinku sambil menghentakkan kakiku pada kakinya.
“Apaan sih!” tanyanya dengan bisik-bisik.
“Ngapain panggil aku ‘yank’, aku bukan pacar kamu tau,” balasku bisik-bisik juga. Dia terus menjawab pacaran juga nggak papa. Aku terus ngomel-ngomel nggak karuan. Aku kok marah sih? Aneh, batinku.
“Hei!! Kembar Chola!!!” tunggu, aku mendengar petir menyambarku. Mati aku, pikirku. Aku menoleh pada Bu. Sandra dan nyengir padanya. Semua mata dikelas memandang kami.
“Kalian ngomongin apa??! Hah!! Pacaran mulu!! Sana! Keluar!” dueng.. dueenggg. MADRO!!! Teriaku dalam hati. Aku menepis tangannya yang menggandengku. Mata pembunuhku keluar.
“Maaf ya, bu,” kata Madro.
“Maaf, maaf !!” bentak Bu. Sandra, guru bahasa inggris. Aku mengikuti langkah Madro keluar kelas.
Aku sudah ada di dalam rumah. Tepatnya ada didalam kamarku. Pikiranku tak bisa fokus belajar malam ini. Aku selalu teringat hal memalukan tadi sekolah. Akhirnya, aku buka email. Eh, ada yang chat. Siapa ya?, pikirku sembari melihatnya.
Heleh.. ternyata si Madro gila. Aku malas menjawabnya. Dia mengirim lagi, aku melihatnya.
‘heh, keluar. Buruan. Aku di rumahmu nih..’ ahh!! Seenaknya banget sih. Tanpa sadar aku tersenyum kecil dan berhenti. Apa yang kau pikirkan sampai kau tersenyum Nich?! Aku mengerutuki diriku sendiri.
“Mau ngapain sih?” Kataku padanya sambil menariknya ke teras depan rumah. Belum sempat dia menjawab,
“Bi..?? Moccachino dua yaa..” teriakku pada bibiku. Madro memang sering ke rumahku. Kalau kau hitung dengan detail, tiga jam sekali pasti absen muka pada ku.
“.... intinya, Madro yang pualing guanteng.. cariin aku pacar dong,” OMG! Apa yang barusan aku katakan! Aku gila. Dia malah tertawa keras sekali. Haduu..
“Eh.. emm,” aku gagap seketika. Aku meliriknya tak berani menatapnya. Dia menatapku aneh. Yakk! Apa yang dia lihat! Dia tetap menatapku dan bergeming. Seperti mengisyaratkan sesuatu padaku.
Dia menyesap moccachinonya dan berdiri. Aku masih terduduk dan menatapnya dengan mengerutkan kedua alisku. Tiba-tiba dia berjongkok, tapi tak benar-benar jongkok didepanku. Tatapannya serius sekali. Ada apa sih?? Aku malu, dan memalingkan wajahku darinya.
Madro menyentuh daguku menyuntingnya agar menatapnya kembali. Aku takut. Aku hanya menatap lantai.
“Hei, tatap mataku,” akhirnya dia buka mulut. Tapi! Tunggu, lembut banget sih. Tumben, pikirku. Perlahan aku menurutinya. Wajahnya semakin dekat padaku. Ah! Aku tak kuat! Aku kembali menarik kepalaku ke arah lain. Eeuuuhh.. ganteng banget! Dalam hati. Nichol!! Kamu gila Madro!!
Kali ini dengan kedua tangannya menyentuh tengkuk leherku dan menarik kembali pada wajah indahnya. Tetap tak kuat menatapnya. Kali ini aku tak bisa marah. Ada apa ini? Akhirnya, aku menutup mataku.
Dia menuntunku berdiri masih dengan menyentuh tengkuk leherku. Tiba-tiba...
Chuuup.. Oh My God!! S.O.S !! sedetik dia mencium pipiku. Aku tak bisa bergerak! Aku membuka mataku dan menatapnya. Aku ingin marah besar, tapi? Apa! Aku tak dapat melakkukan apapun. Tuhan !!
Tak kusadari air mataku keluar. Apa aku bahagia? Aku memukul-mukul dadanya dengan lemas. Aku terus menangis.
“Ada apa menangis? Apakah kau terlalu mecintaiku?” dia buka mulut sembari menghapus air mata dan memelukku karna aku terus memukulnya. Tapi... aku membalas dekapannya.
“Apa yang telah kau lakukan? Hah?!” kataku dengan suara serak karna pengaruh tangisanku.
Dia melonggarkan pelukaannya. Jangan, batinku.
“Kau harus jadi miilkku sekarang. Kau pikir aku akan menyerahkan kau pada lelaki lain? Cih.. tidak akan pernah,” nadanya penuh pekanan. Aku menatapnya bingung.
“Aku minta maaf, sebenarnya aku memiliki banyak pacar dan mengacuhkan perasaanmu. Delta tadi pagi cerita semuanya tentangmu yang ingin merasakan cinta,” apa??
“Apakah kau tahan dengan apa yang aku lalukan? Mengaoa kau tak pernah memarahiku? Aku selalu ingin membuatmu cemburu. Aku benar-benar menyayangimu. Aku takut kau telah menyukai orang lain,” dia berhenti.
Aku menghapus sisa air mataku dengan kasar dan memukulnya lebih keras.
“Tolol!” itu saja yang bisa kukatakan. Setelah itu, aku tersenyum padanya. Dia juga tersenyam dan memegang tanganku.
“Will you my mine..?” serasa aku melayang di udara. Aku menyunggingkan senyum terindahku padanya. Sebagai balasannya, aku memeluknya erat.
“Apa jawabannya?” tanyannya disela-sela aku mesih memeluk kekasihku.
“Kan aku sudah memelukkmu,” kataku akhirnya. Lalu dia memelukku lebih erat lagi.
NB:
Ini cerpen pertamaku. Aku benar-benar bahagia. Semoga ikut bahagia dengan cintamu lewat cerita ini.. komen yaa.
PROFIL PENULIS
NAMA : AGATHA ONNASANDEVI RATUWANGI
TTL : PURBALINGGA / 13 FEBRUARI 1998
KELAS : IX
SEKOLAH : SMP KANISIUS KUDUS
HOBI : MENULIS, MEMBACA BACAAN APA SAJA.
CITA-CITA : PENULIS, AKTRIS, BERBAGI PADA YANG LEBIH KECIL
MOTTO : PROUND FOR YOUR SIMPLY!
TTL : PURBALINGGA / 13 FEBRUARI 1998
KELAS : IX
SEKOLAH : SMP KANISIUS KUDUS
HOBI : MENULIS, MEMBACA BACAAN APA SAJA.
CITA-CITA : PENULIS, AKTRIS, BERBAGI PADA YANG LEBIH KECIL
MOTTO : PROUND FOR YOUR SIMPLY!
Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.