Immortal! (FanFiction Twilight Saga) - Cerpen Cinta

IMMORTAL!! (FANFICTION TWILIGHT SAGA)
Karya Sera Nur Windiastono

Bella! Begitulah sekiranya orang-orang memanggilku. Nama asliku adalah Isabella Marie Swan. Aku masih berusia 18 tahun. Ya, aku masih menjadi seorang pelajar di Forks High School kelas 3. Namun, aku merasa sedih. Satu hal yang membuatku selalu merasa berbeda, aku memiliki penyakit leukemia, dimana sel darah merahku dimakan oleh sel darah putih sehingga membuatku setiap kali mengalami pendarahan. Aku sangat menderita, bahkan putus asa. Aku sudah tidak mempunyai harapan untuk menggapai cita-citaku menjadi seorang desainer. Kata orang-orang, aku mahir menggambar. Namun, apakah ada, desainer yang memiliki fisik sangat lemah seperti aku? Setiap kali harus menarik tissue, atau bahkan terbaring lemah di kasur empuk berwarna putih ketika aku kelelahan. Bisa-bisa, setiap gambaran desain ku, aku pendarahan, jadi gambaranku akan dihiasi oleh darah. Sangat konyol bukan? Desainer macam apa aku ini. Hihihi…
***

“Morning, Bella” sapa Edward. Sahabatku sejak kecil yang memiliki postur tubuh tinggi, besar, berkulit putih, memiliki rambut berwarna “copper”, dan bermata emas itu
“Morning, too, Ed” balasku
“Today, you look be fresher than yesterday, Bell. Tampaknya kau sangat sehat” ujar Edward. Ucapannya itu sedikit membuat aku sedih. Jadi, selama ini, Ed menganggapku lemah? Batin ku
“Mmm, sorry, Bells. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih” ucap Edward seraya mengangkat daguku pelan
“Nevermind, Ed” jawabku seraya tersenyum agar membuat Edward tidak merasa bersalah
“Alright, forget it! Sekarang, kita ada pelajaran menggambar, kan?” tanya Edward yang bermaksud menghiburku. Ia tahu betul, aku suka pelajaran menggambar.

Tiba-tiba, cahaya matahari secara langsung menyinari setiap sudut sekolahku. Bukankah tadi mendung? Atau hanya ingin membuat Ed panik? Ya, Edward adalah seorang Vampire. Namun bukan vampire pemakan darah manusia. Ia hanya haus akan darah hewan, terutama singa gunung. Walaupun agak sedikit terkejut ketika ia menjelaskan bahwa ia adalah vampire, namun akhirnya, aku bisa dekat dengannya. Walaupun, bisa dibilang, kita berbeda alam. Tahukah vampire? Vampire adalah manusia yang telah mati, namun dihidupkan lagi. Hiii, seram, bukan?
“Ayo, kita segera pergi. Matahari telah muncul, aku takut seisi sekolah akan membunuhku” ajak Edward seraya menarik tanganku menuju tampat lain. Yang jelas, jauh dari sinar matahari yang akan membuat tubuhnya berkilauan, sosok asli dari seorang kulit PEMBUNUH!!
“Ed, pelan sedikit. Aku lelah” lirihku. Edward memiliki kecepatan lari yang luar biasa. Maka dari itu, ia pernah menyabet gelar “The Speedest Human” se-Internasional. Aku ingin seperti dirinya, hebat! Tapi, aku kan manusia, bukan Vampire. Huh!
“Maaf. Aku hanya ingin aman” ucap Edward

Mata Edward membulat seketika, ia menarik nafas dalam-dalam, dan menahan nafasnya ketika melihat darah segar mengalir dari hidungku. Ia langsung membopong tubuhku menuju Rumah Sakit ayahnya, Mr. Carlisle. Ia tak pernah mengeluh sedikitpun ketika harus melarikan aku ke rumah sakit yang jaraknya 3 kilometer dari sekolah. Kau tahu, larinya sangat cepat. Melebihi kecepatan lari Cheetah, hewan tercepat.
“Carlisle! Carlisle! Cepat obati Bella! Aku tidak ingin sesuatu buruk terjadi padanya!” ucap Edward kepada ayah tirinya. Sangat terkesan tidak sopan, memanggil ayahnya tanpa kalimat “Ayah” terlebih dahulu. Namun, itulah Cullen~

Edward langsung membaringkan tubuhku dikasur berwarna biru itu. Carlisle dengan sigap mengobatiku.
“Bella, keep your healthy. I have prohibiting you!” ucap Carlisle
“Not Bella, but me. Aku yang menyebabkan dia lelah. Aku mengajak dia berlari terlalu cepat. Aku hanya tidak ingin seisi sekolah mengetahui identitas asliku ketika mereka melihat kulitku berkilauan, Carlisle!” jelas Edward
“Kau terlalu kejam padanya” ucap Carlisle seraya menatap Edward sinis
“Maafkan aku” ucap Edward
“No problem. I just blooding, Carlisle. I usually with this” ujarku membela Edward
***

“Bells, kau sudah sampai dirumah” ucap Edward seraya menghentikan mobilnya tepat didepan rumahku

Aku masih tertidur pulas. Jujur, hari ini adalah hari paling melelahkan. Bukan lelah (capek), tetapi membosankan. Hal ini tentu membuat Edward bingung
“Bella, wake up” ucapnya. Namun, aku tidak kunjung bangun

Akhirnya, Edward menggendongku untuk kesekiankalinya. Dan membawaku langsung ke kamar melalui jendela luar. Apabila melalui pintu depan, ayahku langsung marah karena aku pulang terlalu malam, bersama lelaki pula.

Edward membaringkan tubuhku dengan pelan diatas kasur bernuansa biru tersebut.
“Kau cantik ketika tidur” pujinya. Ia membelai lembut lekuk-lekuk wajahku dan mencium keningku sesaat dan menarik selimut untuk menutupi tubuhku dari udara dingin kota Forks
“Good night, Bella” ucap Edward yang lanngsung bergegas pergi dari kamarku
***

Hari ini, hari yang sangat membosankan bagiku. Tidak ada Edward. Sudah beberapa hari ini ia tak masuk. Mungkin, karena cuaca yang sangat cerah, ia tak berani masuk sekolah. Namun, bisa apa aku tanpa dirinya? Tak ada sosok yang menghiburku lagi. Lagipula, hari ini pelajaran olahraga. Tak ada sosok yang siap menopang tubuhku ketika aku kelelahan. Aku tak bisa merasakan keberadaan dirinya. Huh, aku galau tanpa Edward. Jujur, aku sangat cinta padanya~
“Hello, Bella. What are you doing?” tanya Tasha
“Nothing. I just thinking someone” jawabku asal
“Ooo, Edward?” tanya Tasha

Hei, apa yang barusan aku katakan? Tidaaaaaakkk!! Pipiku memerah. Aliran darahku lah yang menyebabkan pipiku selalu memerah, sangat jelas merahnya ketika malu
“Pipimu memerah. Waaa, kau mulai suka ya dengan Ed?” tanya Tasha
“Tidak kok. Pipiku memang selalu memerah. Bilang saja kau iri karena pipimu tidak bisa memerah kan?” aku berdusta. Demi terjaganya rahasia bahwa aku cinta terhadap Edward
“Hehehe. Sudah yuk, kita ke lapangan! Sebentar lagi namamu akan dipanggil untuk lari” ajak Tasha
“Lari?!” aku sangat terkejut. Bagaimana tidak dan bagaimana bisa seorang Bella Swan lari dengan fisik yang sangat lemah ini? Oh, Tuhan!

Tasha mengangguk cepat. Ia pun langsung menarik jemari tanganku menuju lapangan. Aku menelan air liurku, jantungku berdegub kencang, seluruh tubuhku menjadi dingin dan bergetar
“Isabella Marie Swan!!” panggil Mr. David

Siap tak siap. Mau tak mau, ya aku harus lari. Aku tarik nafasku, daaaannn…
‘PRIIIIIITTTTTT!!!’

Aku berusaha lari dengan cepat. Aku ingat akan teknik dari Edward, ambil langkah lebar. Aku terus berlari. Ketika jarak hanya tinggal 10 meter dari garis finish, tiba-tiba bayang wajah Edward muncul. Aku terkejut. Aku langsung kaku. Namun, aku berusaha melawannya. Aku terus berlari dan akhrinya aku mendapat nilai ‘A’ dari Mr. David. Tapi, semua itu tidak seimbang dengan nafasku saat ini. Nafasku terasa sesak. Aku pun terjatuh, bertekuk lutut. Tidak, Bella tidak boleh lemah. Aku harus berusaha agar tidak pingsan. Namun, tubuhku terasa ringan. Aku merasa ada tangan yang membantuku berdiri. Aku mendongakkan sedikit kepalaku untuk melihat siapa yang membantuku
“Jake??” aku terkejut melihat wajah Jacob atau yang biasa aku sapa ‘Jake’.
“Bella, how are you?” tanya Jake seraya membangkitkan tubuhku
“Fine. Thanks” jawabku singkat

Aku dan Jake pun berjalan menyusuri hutan
“Mengapa kau tahu jika aku sekolah disini?” aku bertanya pada Jake
“Hey, rumahku tak jauh dari sini” jawab Jake
“Oh yeah! I’m forget!” ucapku seraya ingin menepuk keningku
“Don’t hurt yourself!” ucap Jake seraya menahan tanganku agar tidak memukul keningku sendiri
***

“I miss you, Bella” ucap Jake. Perkataan itu berhasil membuat pipiku merah merona (lagi). Sungguh, aku sangat tidak suka momen ini! Aku hanya menundukkan kepalaku
“Don’t say if you….” Aku belum sempat selesai bicara, Jake sudah memutusnya, huh!
“Love you” ucap Jake meneruskan
“No, Bella!! You just love me!” bayangan Edward pun muncul kembali. Aku pun diam seribu bahasa. Tak ingin menatap Jake. Aku takut jikalau aku akan cinta pada Jake. Aku dan Jake hanya teman. Tidak, Bells. Kau jangan rakus!
Aku pun menghindar dari Jake. Aku maju kedepan pelan
“Why?” tanya Jake kebingungan akan tingkah lakuku itu. Kau tidak mengerti Jake
“Bella, tell to me what is your reason? Because your Cullen, right?”

Mengapa Jake bisa tahu hubunganku dengan Cullen?
“Kau tak perlu bingung. Aku sudah tau semuanya!” Jake kali ini berbicara agak galak
***

Dipagi yang agak mendung ini, Edward mengajakku untuk mengunjungi rumahnya. Edward ingin mengajak Bella bermain disana. Walau hanya sekedar berkebun, memasak, dan kegiatan rumah tangga lainnya.
“Hello, Bella. Let me introducing my self. I’m Alice. This is Emmet, my lovely husband” ucap Alice dengan suara imutnya itu
“You bring the human, Edward?” tanya Rosalie. Anggota keluarga Cullen tercantik
“Yes” jawab Edward
“I’m sorry. Seharusnya, aku tidak perlu menerima ajakan Ed. Ed, ayo antar aku pulang sekarang” aku mulai merasa tidak enak
“Ohaha, no, Bella. Rose hanya bercanda. Dia memang begitu” ucap Esme. Ibunda tiri Ed
“Jangan takut. Kita tidak akan memakanmu…” ucap Jasper
“I know it. But….” Kali ini, aku merasa sangat pusing. Darah pun kembali keluar dari hidungku. Tampaknya, seluruh anggota Cullen segera menahan nafasnya
“Carlisle” panggil Edward tanpa menatapku sedikitpun. Pinggiran mata mereka menjadi merah. Tanda mereka haus akan darah segar. Darahku.
“Carlisle!!” kali ini, Edward memanggil dengan nada agak tinggi agar segera membawaku menjauh dan tidak menjadi santapan Cullen pagi ini

Carlisle segera membawaku menjauh menuju ruang kerjanya. Dan mengobatiku lagi. Yang terpenting adalah agar darahku tidak mengalir kembali. Namun, semua itu tak bisa dipungkiri. Darahku mengalir semakin deras. Carlisle segera memanggil Edward
“Ed, sebaiknya, aku bawa Bella ke Rumah Sakit sekarang. Darahnya tak bisa dibiarkan mengalir terus menerus. Jika disini, pengobatannya lama, malah membuat aromanya semerbak kemana-mana” jelas Carlisle
“Tidak. Biarkan dia pulang. Aku yang akan mengantarnya” ucap Edward
“Tidak. Kau jangan gila, Ed. Kau masih rentan tergoda akan aroma darah segar, terutama darah Bella” cegah Carlisle
“Aku mencintainya. Aku tak mungkin membunuhnya” ucap Edward seraya mengambil kunci mobil dan menuju ruang kerja Carlisle untuk menjemputku
***

Jake mengajakku ke sebuah hutan. Ia menceritakan semua tentang dirinya. Walaupun aku bosan mendengarnya, aku berusaha menghargainya. Karena Jake adalah sahabatku.
“Bells, aku pikir, sekarang adalah waktunya untuk menjelaskan semuanya” ucap Jake
“I love you” sambung Jake

Mataku membulat seketika. Jake gila! Aku pun mulai berlari meninggalkannya
“Bella, kau harus tau bahwa aku yang lebih baik daripada si darah dingin itu” ucap Jake berteriak
“No! I’m the best for Bella!!” Edward tiba-tiba datang dan memelukku
“Kau jangan pernah bermimpi menjadi kekasih Bella, bahkan suaminya! Badan baumu saja tak bisa kau urus, apalagi mengurus wanita secantik Bella!” perkataan Edward ini membuat Jake sangat emosi. Edward terlalu merendahkan Jake. Aku berusaha melerainya. Namun, semua itu tidak ada pengaruhnya. Tatapan antara Edward dan Jake semakin sinis. Jake sudah bersiap merubah dirinya menjadi serigala. Begitupula Edward, dia siap menggigit dan membunuh Jake
“Don’t! You both crazy! Aku bukan barang yang bisa diperebutkan! Tolong, Jake, jangan sakiti Edward!” ucapku yang langsung berdiri dihadapan Ed untuk melindunginya

Jake menjadi semakin garang. Aku menatap matanya lekat-lekat. Ia pun sedikit tenang
“Jake aku cinta padamu. Tapi, tak bisa sebesar cintaku pada Edward! Jangan buat aku memilih, Jake. Masih banyak wanita yang lebih baik daripada aku!!” ucapku
“Aku mohon, Jake….” Lirihku. Jake pun kembali menjadi wujud aslinya
‘Uhukk uhuukkk!!’
“Bella, what’s wrong with you?” lirih Jake yang melihatku mengeluarkan darah dari mulutnya

Edward tak sengaja menghirup aroma darahku hingga ia tak bisa menahan hasrat ingin meminum darahku. Edward nyaris menggigit tanganku. Namun Jake yang tahu itu langsung mengepis Ed dari hadapanku
“You crazy!!! Don’t kill my Bella!!!!” ketus Jake yang akhirnya berubah menjadi serigala. Mereka pun bertengkar

Pertengkaran itu berakhir ketika mereka melihat diriku sudah tak berdaya dibawah pohon besar itu
***

Darahku semakin mengalir deras. Wajahku menjadi pucat. Tubuhku lemah. Ayah hanya mencemaskanku. Ia harusnya mengatasi penjahat, namun ia mengambil absent awal demi diriku. Ia sangat khawatir padaku. Begitupula Edward dan Jake. Edward ingin sekali memukul tembok, namun tidak mungkin. Pasti sekalinya memukul, Rumah Sakit akan runtuh mengingat kekuatan Vampire-nya tersebut. Ia pun mengurungkan niatnya.
“Carlisle, selamatkan anakku. Ku mohon, aku tak ingin kehilangannya!” lirih ayahku
“Keadaan Bella saat ini sekarat. Detak jantungnya menjadi melemah. Tidak ada cara lain selain….” Carlisle tampak enggan mengatakan kalimat selanjutnya
“Apa?” tanya ayahku, Edward, dan Jake bersamaan
“Mengubahnya menjadi Vampire. Kemungkinan hidupnya menjadi manusia hanya tipis. Jika kau menginginkan Bella tetap hidup, ubahlah ia menjadi Vampire. Biarkan Edward yang akan menyalurkan venomnya ke tubuh Bella” jelas Carlisle

Semuanya tampak lemas. Ayahku mengalami dilema. Ia bingung, ia ingin aku tetap menjadi manusia biasa. Namun, ia juga tak ingin kehilangan diriku dengan cara mengubahku menjadi mayat hidup atau Vampire. Edward sendiri lemas karena ia tak ingin aku menjadi sosok Vampire. Jika aku diubah, aku akan sekolah dimana? Akankah aku menjadi desainer vampire? Semantara Jake, ia berpikiran sama seperti ayahku.
“Jadikan dia Vampire” ucap ayahku
“You crazy!! Don’t change Bella to be a vampire!!” ketus Jake
“Jake, kau pun tak ingin kehilangan Bella kan?” tanya Edward
“Tapi caramu licik!” ucap Jake
“Kau fikir sekarang, jika saja kau bisa mengubah Bella menjadi sosok werewolf yang hidupnya immortal, maka akupun akan segera menyetujui itu. Tapi, aku tanya sekarang, apakah werewolf itu immortal?” pertanyaan ini membuat Jake tak bisa menepis apapun
“Kau ingin Bella tetap hidup, maka ia harus menjadi Vampire” ucap ayahku membujuk

Jake pun mengangguk pasrah
***

Seperti berada dialam lain. Alam itu didominasi warna hitam. Aku melihat disekelilingku dimana orang-orang tersiksa. Aku sungguh ketakutan saat itu. Daann…
“Aaaaaaarrrrggghhhh!!!!!” aku menjerit sekeras mungkin karena aku saat itu merasakan sakit yang teramat sakit. Petir itu menyambar kearahku.

Namun, semuanya menjadi berubah. Aku seperti berada dialam lain lagi. Kali ini, nuansanya putih. Terlihat banyak wanita cantik berjejeran menyambutku dengan senyuman manisnya. Aku membalas senyuman mereka dan terus berjalan hingga berhenti disebuah dinding putih besar. Aku tercengang ketika melihat tayangan mengenai memori indah dihidupku. Aku tersenyum ketika Edward mencium keningku dimalam itu. Aku tak berhenti tersenyum hingga tayangan itu berhenti. Aku menghadap kebelakang. Edward berdiri tepat dibelakangku. Ia mengulurkan tangannya. Aku meraih tangan putihnya itu.
“Kau bukan seperti biasa” ucap Edward seraya tersenyum

Aku tak mengerti dengan apa yang ia bicarakan
***

Aku mulai membuka mataku. Semua terlihat tegang, termasuk ayahku.
“Kau telah berubah…” ucap Jake seraya menyusul dari belakang Edward
“Menjadi vampire” lanjutku. Aku merasa sangat senang karena aku tak perlu makan, bernafas, bahkan sakit-sakitan lagi karena kini, aku adalah ‘New Born Vampire’
“Bells, kau bisa membaca pikiran orang lain?” tanya Edward
“Entahlah. Aku bisa tahu semua itu alami” jawabku berterus terang. Jujur, aku merasa aneh melihat perubahan besar pada diriku
“Kau… Hebat!!” puji Edward

Jake hanya tersenyum. Walau hatinya saat ini bagai teriris dan tersayat pedang, namun ia mengerti, aku bukanlah sosok yang mencintainya. Aku bisa tahu itu. Ia pun membisikkan sesuatu untukku. “Bells, bahagialah kamu bersama Edward. Karena kini, kau sama dengannya”

Aku tersenyum bahagia dan mengecup pipinya sekilas. Mungkin, jika vampire mengecup sesuatu hanya memerlukan waktu 0,1 detik. Hahahaha. Maaf, Jake!

PROFIL PENULIS
Aku, Sera Nur Windiastono. Seorang Twihard & penulis cilik berusia 12 tahun dan masih duduk dikelas 7, SMPN 4 Bogor yang sangat terinspirasi oleh seorang penulis cantik, Dewi 'Dee' Lestari.
Ingin lebih dekat denganku? Follow twitterku @SeraNur_

Share & Like