ERUNA
Karya Erna
Sebuah mata yang tidak dapat menangkap sebuah objek dengan baik,sebuah mata indah yang dapat mengisyaratkan sebuah kepedihan,kepedihan yang sangat mendalam. Butiran air mata selalu tercurah dari pelupuk matanya,dua buah mata yang tidak dapat sepenuhnya berfungsi dengan baik. “Kenapa aku cacat?? Kenapa? Kenapa hanya satu mataku saja yang dapat berfungsi dengan baik?” teriaknya dengan frustasi. “Maaf kan ibu nak,ibu tidak bisa mengurusmu dengan baik. Ibu tidak tau kalau dari dulu mata kiri mu sudah seperti itu nak. Maafkan ibu..” lirih sang ibu dengan penyesalan dan air mata yang mengalir deras di pipi nya. sementara sang anak hanya meringkuk dengan memeluk kedua kakinya sembari menangis. Nama anak itu adalah Eruna Megami Anjani seorang gadis keturunan jepang,yang kini berada di kota Jakarta untuk menuntut ilmu. Ia tinggal bersama ibunya di Jakarta.Sementara sang ayah sudah tiada sejak beberapa tahun yang lalu. Gadis yang sering di panggil Eru ini mempunyai kelainan di mata kirinya sejak ia baru lahir,dan baru disadari sekarang ini karena dokter pribadinya selama ini baru mau mengaku padanya.
Ia mengusap air matanya yang menetes mulus dipipinya,lalu berdiri menatap halaman rumah nya dari balik jendela. Ia menghembuskan nafasnya berat,begitu banyak beban yang ia pikul,dan hari nya bertambah buruk dengan kenyataan bahwa mata kirinya tidak bisa disembuhkan. Ia membetulkan letak kaca matanya yang ia pakai,sekali lagi ia menghembuskan nafasnya berat. “Sampai kapan aku akan seperti ini?” ucapnya pelan,bahkan sangat pelan karena ia mulai menangis kembali. “Eru?” suara lembut di depan pintu kamarnya membuat ia tersentak kaget lalu dengan cepat mengusap air matanya. “Siapa?” Tanya nya dengan suara sedikit bergetar karena habis menangis. “Ini aku Cahya,aku ingin bicara denganmu.” Jawabnya dengan sedikit berteriak.
Beberapa saat kemudian suara pintu yang terbuka terdengar. “Ada apa?” Tanya nya datar.
“Aku tau apa yang terjadi denganmu. Aku mengerti itu,tapi aku mohon jangan kamu salahkan ibumu.” Ucap nya bijak. “Menurutmu apakah takdir dapat kita rubah sesuai dengan keinginan kita?atau kita yang hanya bisa mengikuti perjalanan takdir kita sendiri?” Pekik Eru seraya menatap Cahya dalam. Sementara Cahya hanya terhenyak dengan perkataan aneh yang telah dilontarkan sang sahabat. “A..aku tidak tahu apa maksudmu,aku hanya ingin memberitahu kalau ibu mu sangat merasa bersalah,aku sepertinya ada acara aku pergi dulu ya!” Jawab Cahya dengan sangat gugup. “Ternyata ibu Eru benar,Eru sudah berubah sekarang.” Gumam Cahya sembari berjalan cepat keluar dari rumah sang sahabatnya itu. Sementara dikamar,Eru masih saja menatap kosong halaman rumahnya melalui jendela. Pikirannya benar-benar kacau,ia tak mengerti harus berbuat apa,takdirnya ini sungguh sangat membuatnya tertekan. “Ayah,bawa Eru ketempatmu. Eru tidak sanggup lagi berada disini,Eru rindu dengan ayah. Ayah tau? Eru capek harus menggunakan kacamata terus,Eru ingin seperti yang lain,hidup normal tanpa ada cacat sedikitpun yah..” Ucapnya dengan foto sang ayah yang terus ia pegang dan air mata yang terus menerus menetes dari pelupuk matanya.
Malam pun kini menjelang,dan rembulan kini menatap bumi dengan senyum ramahnya. Dengan langit yang cerah,membawa seorang gadis yang tengah terbaring diatas padang rumput hijau itu tersenyum,dengan senyumannya yang sudah beberapa hari lalu sangat sulit ia tunjukan. Hembusan nafasnya terdengar disunyinya malam,membuatnya sedikit tenang dengan masalah yang ada pada ‘takdir’ nya. “Akhirnya kamu bisa tersenyum juga.” Ucap seseorang yang ntah kapan sudah duduk disamping Eru dan membuat senyum Eru luntur seketika. “Ayah?” Pekik Eru seraya bangun untuk duduk. “Apa kamu tidak rindu dengan ayah? Mengapa kamu tidak memeluk ayah??” Tanya sang ayah dengan senyumnya yang tidak pernah terlepas dari bibirnya.
“Aku tau apa yang terjadi denganmu. Aku mengerti itu,tapi aku mohon jangan kamu salahkan ibumu.” Ucap nya bijak. “Menurutmu apakah takdir dapat kita rubah sesuai dengan keinginan kita?atau kita yang hanya bisa mengikuti perjalanan takdir kita sendiri?” Pekik Eru seraya menatap Cahya dalam. Sementara Cahya hanya terhenyak dengan perkataan aneh yang telah dilontarkan sang sahabat. “A..aku tidak tahu apa maksudmu,aku hanya ingin memberitahu kalau ibu mu sangat merasa bersalah,aku sepertinya ada acara aku pergi dulu ya!” Jawab Cahya dengan sangat gugup. “Ternyata ibu Eru benar,Eru sudah berubah sekarang.” Gumam Cahya sembari berjalan cepat keluar dari rumah sang sahabatnya itu. Sementara dikamar,Eru masih saja menatap kosong halaman rumahnya melalui jendela. Pikirannya benar-benar kacau,ia tak mengerti harus berbuat apa,takdirnya ini sungguh sangat membuatnya tertekan. “Ayah,bawa Eru ketempatmu. Eru tidak sanggup lagi berada disini,Eru rindu dengan ayah. Ayah tau? Eru capek harus menggunakan kacamata terus,Eru ingin seperti yang lain,hidup normal tanpa ada cacat sedikitpun yah..” Ucapnya dengan foto sang ayah yang terus ia pegang dan air mata yang terus menerus menetes dari pelupuk matanya.
Malam pun kini menjelang,dan rembulan kini menatap bumi dengan senyum ramahnya. Dengan langit yang cerah,membawa seorang gadis yang tengah terbaring diatas padang rumput hijau itu tersenyum,dengan senyumannya yang sudah beberapa hari lalu sangat sulit ia tunjukan. Hembusan nafasnya terdengar disunyinya malam,membuatnya sedikit tenang dengan masalah yang ada pada ‘takdir’ nya. “Akhirnya kamu bisa tersenyum juga.” Ucap seseorang yang ntah kapan sudah duduk disamping Eru dan membuat senyum Eru luntur seketika. “Ayah?” Pekik Eru seraya bangun untuk duduk. “Apa kamu tidak rindu dengan ayah? Mengapa kamu tidak memeluk ayah??” Tanya sang ayah dengan senyumnya yang tidak pernah terlepas dari bibirnya.
Eru hanya bisa mematung dengan air mata yang sudah membanjiri pipi nya. Secepat mungkin ia langsung berhambur memeluk sang ayah yang sudah lama ia rindukan. “Ayah,Eru ingin ikut ayah,Eru ga mau disini.” Lirih Eru. Sementara sang ayah hanya kembali tersenyum lalu mengusap rambut sang anak yang tergerai lurus. “Eru,ayah akan selalu ada untuk Eru. Ayah tau kalau Eru sangat ingin bersama ayah,tapi bukan sekarang waktunya. Eru tau? Ayah ingin sekali melihat senyum Eru lagi,ayah akan selalu disamping Eru dan menjaga Eru.” Ucap sang ayah lembut. Eru berhenti menangis,ditatapnya wajah sang ayah dalam,tampak seperti sangat damai,tersenyum menatap Eru dengan tatapan hangat. “Ayah tidak marah dengan kelakuan Eru sekarang? Mengapa wajah ayah sangat damai?” Tanya Eru. Sang ayah hanya memegang wajah sang anak lalu mengusap sisa air mata nya yang masih menetes. “Bersyukurlah dengan apa yang kamu dapat Eru,jangan menangis hanya karena kamu tidak sempurna. Semua orang pasti punya kekurangan nak,apapun yang kamu fikirkan pasti ayah akan datang lewat mimpimu. Ayah sayang kamu Eru.” Ucap sang ayah lalu menghilang dengan perlahan.
Ia mengerjapkan matanya,menyesuaikan diri dengan cahaya yang ada di kamarnya. Sesaat ia tersenyum memikirkan apa yang baru saja ia mimpikan,sang ayah datang untuk menyemangatinya. Tapi hatinya masih saja memaksanya untuk menyesali keadaannya. Wajahnya kembali menampakkan kemurungan,senyum yang baru saja ia tunjukan lenyap seketika dan tergantikan oleh kekesalan yang memuncak dalam dirinya. “Aku tidak bisa mengabulkan apa yang ayah pinta,aku ga bisa menerima ini semua. Aku ga bisa yah! Kenapa harus aku? Kenapa bukan orang lain? Kenapa?” Bentaknya dalam hati. Perlahan ia turun dari atas tempat tidurnya,lalu berjalan menuju pintu kamarnya. Ia memegang handle pintu dengan erat lalu menghembuskan nafasnya berat,perlahan ia buka pintu itu lalu segera berlari mencari sang ibu dirumahnya. “Ibu,maafkan Eru. Eru telah menolak takdir,Eru sadar,Ibu telah melakukan yang terbaik untuk Eru. Maafin Eru ya bu?” Ucap Eru seraya memeluk sang ibu dari belakang.
Ia mengerjapkan matanya,menyesuaikan diri dengan cahaya yang ada di kamarnya. Sesaat ia tersenyum memikirkan apa yang baru saja ia mimpikan,sang ayah datang untuk menyemangatinya. Tapi hatinya masih saja memaksanya untuk menyesali keadaannya. Wajahnya kembali menampakkan kemurungan,senyum yang baru saja ia tunjukan lenyap seketika dan tergantikan oleh kekesalan yang memuncak dalam dirinya. “Aku tidak bisa mengabulkan apa yang ayah pinta,aku ga bisa menerima ini semua. Aku ga bisa yah! Kenapa harus aku? Kenapa bukan orang lain? Kenapa?” Bentaknya dalam hati. Perlahan ia turun dari atas tempat tidurnya,lalu berjalan menuju pintu kamarnya. Ia memegang handle pintu dengan erat lalu menghembuskan nafasnya berat,perlahan ia buka pintu itu lalu segera berlari mencari sang ibu dirumahnya. “Ibu,maafkan Eru. Eru telah menolak takdir,Eru sadar,Ibu telah melakukan yang terbaik untuk Eru. Maafin Eru ya bu?” Ucap Eru seraya memeluk sang ibu dari belakang.
Namun sang ibu tidak merespon apapun,sang ibu hanya terdiam dipelukan Eru. “Ibu?” pekik Eru dengan suara serak. Dilihatnya sang ibu terdiam menangis dengan kepala yang tertunduk. “Eru,ibu yakin kamu akan kembali seperti dulu lagi nak. Tapi ibu tidak yakin kalau kamu bisa menyayangi ibu seperti dulu lagi.,ibu tidak tau harus bagaimana membuatmu percaya kalau ibu tidak tau tentang matamu.” Ucap ibu lirih. Eru hanya membulatkan matanya,ia sungguh sangat terhenyak dengan apa yang dikatakan sang ibu. Ternyata ibu nya sangat terluka karena kelakuan Eru yang tidak bisa menerima ‘takdir’ nya yang terlahir dengan cacat dimatanya. Setetes demi setetes air mata Eru jatuh dengan sendirinya namun Eru tetap saja menatap sang ibu heran dan merasa bersalah. Sementara sang ibu berlari meninggalkan Eru dengan air mata dan penyesalan terurai dalam dirinya. “Ayah? Aku harus bagaimana? Ibu sepertinya marah padaku,aku benar-benar bingung ayah.” Ucap Eru dalam hati. Rasa bersalahnya sangat memuncak,ia memutuskan untuk pergi dari rumah dan menjauh dari ibu nya,ntah apa yang telah ia fikirkan sampai ia memutuskan untuk pergi meninggalkan sang ibu yang sedang putus asa dengan kelakuan anaknya.
Langkah demi langkah ia telusuri jalan setapak,dengan kepala tertunduk ia mencoba membuang rasa ‘ego’ nya sendiri jauh-jauh. Air hujan pun perlahan turun membasahi bumi,menyiram tubuh Eru dengan rasa dingin nya air. Eru hanya terdiam bagai menikmati hujan,padahal ia kembali menangis mengingat sang ibu. “Ibu,maafkan Eru karena Eru telah egois. Eru tidak bermaksud membuat ibu terluka,hanya saja Eru tidak dapat menerima ini semua.” Gumam Eru. Dingin nya hujan membuat Eru menggigil,bibirnya membiru kakinya pun terasa sangat tidak kuat menopang tubuhnya,akhirnya ia terjatuh di tanah dan dengan perlahan menutup matanya ditengah hujan. “Ibu..” Ucapnya sebelum menutup matanya. Ia tidak tau apakah ia akan kembali kedunia yang tidak ia inginkan ini atau akan ikut bersama ayahnya yang damai disurga,ia hanya berharap dapat kembali ketempat dimana ia akan bahagia tanpa ada rasa bersalah dan ke egoan dalam dirinya lagi. Rintik-rintik hujan menemani tubuh Eru yang sudah sangat kedinginan,semilir angin hanya mampu mengusap tubuh Eru tanpa bisa membawanya pergi dari dinginnya hujan.
Langkah demi langkah ia telusuri jalan setapak,dengan kepala tertunduk ia mencoba membuang rasa ‘ego’ nya sendiri jauh-jauh. Air hujan pun perlahan turun membasahi bumi,menyiram tubuh Eru dengan rasa dingin nya air. Eru hanya terdiam bagai menikmati hujan,padahal ia kembali menangis mengingat sang ibu. “Ibu,maafkan Eru karena Eru telah egois. Eru tidak bermaksud membuat ibu terluka,hanya saja Eru tidak dapat menerima ini semua.” Gumam Eru. Dingin nya hujan membuat Eru menggigil,bibirnya membiru kakinya pun terasa sangat tidak kuat menopang tubuhnya,akhirnya ia terjatuh di tanah dan dengan perlahan menutup matanya ditengah hujan. “Ibu..” Ucapnya sebelum menutup matanya. Ia tidak tau apakah ia akan kembali kedunia yang tidak ia inginkan ini atau akan ikut bersama ayahnya yang damai disurga,ia hanya berharap dapat kembali ketempat dimana ia akan bahagia tanpa ada rasa bersalah dan ke egoan dalam dirinya lagi. Rintik-rintik hujan menemani tubuh Eru yang sudah sangat kedinginan,semilir angin hanya mampu mengusap tubuh Eru tanpa bisa membawanya pergi dari dinginnya hujan.
Eru kembali pada mimpinya,ayahnya pun sudah menunggu kedatangan nya dan entah mengapa sang ayah ingin mengajaknya ketempat yang ‘damai’ itu selamanya. Tangan sang ayah telah menyambut Eru dengan hangat dan Eru hanya bisa terisak. “Bukankah sekarang bukan saat nya aku ikut dengan ayah?” Tanya Eru diselingi isak tangisnya. Sang ayah hanya tersenyum dan sedikit tertawa. “sekarang mungkin sudah waktunya Eru,kau sedang sekarat sekarang. Dan mungkin saja kamu akan ikut dengan ayah,bukankah itu yang kamu inginkan nak?” Jawab sang ayah lembut. Eru hanya terdiam,ia mendengar suara sang ibu yang menangis menyebut namanya. “Ayah,tapi ibu memanggilku. Ia menangis,aku tidak mau mendengarnya menangis lagi.” Ucap Eru tegas. “Pergi lah nak,ayah yakin kamu pasti bisa. Ternyata memang banar,sekarang bukan saatnya kamu ikut dengan ayah. Ayah akan rindu dengan mu Eru.” Ucap sang ayah lalu kembali memeluk Eru. Sementara Eru hanya tersenyum,mungkin ini lah saat terakhir ia dapat bertemu dengan ayahnya.
Eru membuka matanya perlahan,awalnya buram karena ia sadar kalau ia tidak sedang memakai kacamata. Lalu pandagan nya kembali jelas karena ada yang memakaikannya kacamata. Dipandangnya sekeliling tempat itu dan ia sadar kalau ruangan itu adalah ruangan rumah sakit. Dengan cepat ia merasakan ada yang memeluknya hangat dan dengan rasa khawatir. “Jangan pernah tinggalkan ibu lagi ya nak? Maafkan ibu,ibu seharusnya mengerti dengan sikapmu,ibu tidak bermaksud membuatmu pergi dari rumah nak.” Ucap sang ibu seraya mengusap rambut Eru dengan lembut. Sementara Eru hanya tersenyum, sekarang ia mengerti sebuah kekurangan akan memberikan sebuah pengalaman yang membuatnya lebih semangat menjalani hidup,ia akan bersyukur dengan apa yang ia miliki dan ia tidak akan mengecewakan ibu nya lagi. “Mulai hari ini aku berjanji,aku akan selalu tersenyum untuk menyapa ayah dan untuk menjalani hari-hari ku. Dan untuk ibu,aku janji aku akan selalu menyayangi ibu melebihi apapun.” Gumam Eru didalam hati.
‘Hidup akan terasa lebih indah jika kita bisa mengharaginya’
Eru membuka matanya perlahan,awalnya buram karena ia sadar kalau ia tidak sedang memakai kacamata. Lalu pandagan nya kembali jelas karena ada yang memakaikannya kacamata. Dipandangnya sekeliling tempat itu dan ia sadar kalau ruangan itu adalah ruangan rumah sakit. Dengan cepat ia merasakan ada yang memeluknya hangat dan dengan rasa khawatir. “Jangan pernah tinggalkan ibu lagi ya nak? Maafkan ibu,ibu seharusnya mengerti dengan sikapmu,ibu tidak bermaksud membuatmu pergi dari rumah nak.” Ucap sang ibu seraya mengusap rambut Eru dengan lembut. Sementara Eru hanya tersenyum, sekarang ia mengerti sebuah kekurangan akan memberikan sebuah pengalaman yang membuatnya lebih semangat menjalani hidup,ia akan bersyukur dengan apa yang ia miliki dan ia tidak akan mengecewakan ibu nya lagi. “Mulai hari ini aku berjanji,aku akan selalu tersenyum untuk menyapa ayah dan untuk menjalani hari-hari ku. Dan untuk ibu,aku janji aku akan selalu menyayangi ibu melebihi apapun.” Gumam Eru didalam hati.
‘Hidup akan terasa lebih indah jika kita bisa mengharaginya’
PROFIL PENULIS
Nama : Erna Murti Dewi
Tempat tanggal lahir : Jakarta,17 april 1997
Alamat :Perumnas bumi teluk jambe, Karawang
Sekolah : SMKN 1 KARAWANG
Facebook : Ernamurtidewi@yahoo.com
Tempat tanggal lahir : Jakarta,17 april 1997
Alamat :Perumnas bumi teluk jambe, Karawang
Sekolah : SMKN 1 KARAWANG
Facebook : Ernamurtidewi@yahoo.com