Titik Balik - Cerpen Cinta

TITIK BALIK
Karya Edi Irwansyah

Dari balik cermin aku memperhatikan jengkal demi jengkal penomena yang terjadi di wajahku ,semakin jelas garis garis penuaan yang mulai merembet di ujung usia yang semakin memasuki senja.Kerutan kelopak mata yang tidak bisa di pungkiri tampak menebal dengan lipatan yang semakin hari semakin bertambah saja, pipi yang biasanya terlihat ketat dan sintal mulai mengendur.dan beberapa helai rambut yang memutih terbang di mainkan angin.acak kesana kemari,sebelum mulai aku rapikan dengan tanganku yang sudah mulai kendur kriput.Sebilah sisir dan minyak kemiri mulaiku runut satu demi satu.sampai tersusun rapi, tapi memang ada sesuatu yang sudah jauh tertinggal,sungguh waktu tak terasa begitu cepat berlalu.Aku yang dulu muda dengan segala kelebihan sebagai seorang lelaki,harus kehilangan kenikmatan yang mulai di cabut satu demi satu.Penuaan ini tidak dapat ku hindari,dari begitu kokohnya aku, serasa merambat menjadi pria tua yang tak bisa bersaing dengan dunia. Tapi aku masih bersyukur,kesehatan yang hanya di sokong kehidupanku yang serba pas-pasan masih bisa aku nikmati.Hingga aku masih bisa tersenyum,menikmati rahmat yang masih di berikan yang di atas.

Melihat Istriku bercanda dengan anak setunggal kami selepas berjualan di pasar pagi,adalah hal yang sangat membahagiakan.Namun sesekali hatiku gundah,perihati atas nasib Rani semata wayang selepas baliq beranjak dewasa itu.Begitu banyak kawan seusianya yang bisa mengecap sekolah lanjutan, namun anakku hanya bisa pasrah oleh nasib orang tuanya yang masih tidak beranjak berubah,hingga ia harus memendam keinginannya dan harus ikut serta merasakan beratnya beban kehidupan kami dengan ikut ibunya berjualan ke pasar.Sementara aku,hanya seorang tukang becak dengan penghasilan pas-pasan
”Ohk anaku..maafkan Bapak”.Bisik hatiku membatin.

Rasanya aku ingin membuat mereka bahagia,bahkan teramat ingin mengakhiri penderitaan ini.sampai aku begitu cepat mengambil keputusan menjodohkannya dengan seorang Rentenir desa yang kaya raya,tidak lain maksudku agar anakku bahagia dengan kekayaan suaminya.Namun apa daya, Zaman sudah berubah seratus delapan puluh derazat,ternyata anakku begitu berani menolak keinginan kami,ia lebih pemilih. Seorang pemuda kota sudah membuat hatinya terpana, hatinya sudah tertambat dengan ketampanan pemuda itu.Beberapa kali pemuda itu datang berkunjung,hingga semakin sering,Semudah itu hati kami menyatu, menerimanya.Bila ku kaji kebelakang tampak banyak ada kesamaan dengannya ketika aku muda dulu,baik dari segi postur tubuhnya nan gagah perkasa, senyumnya,bahkan hormatnya kepada orang tua, mungkin itu yang membuat kami sebegitu cepat akrab dan begitu mudah menerimanya. Aku salut atas keberanianya ketika menyampaikan hasrat atas hubungan mereka.Walau usia mereka begitu muda.Ia ingin mempersunting Rani.Rasanya begitu tergesa-gesa,namun kuakui ada perasaan begitu dekat dan kemiripan pribadi antara aku dan Priambodo.
Kami menerimanya.

Hingga sampai malam ini, ketika seluruh keluarga sudah berkumpul dalam rumahku yang sempit.Menunggu calon besan yang kiranya akan datang dari kota untuk melamar anak gadisku. Senyumku terobral ke semua, tak dapat ku pungkiri hatiku penuh suka cita,haru sendu menyatu di sana.Bahkan rasa bangga sebab anakku akan di pinang seorang pengusaha, yang katanya saudagar batik yang sukses sampai ke manca negara.Saat yang paling menggembirakan sudah di depan mata pikirku.

Jam di dinding sudah menunjukkan malam beranjak larut,calon besan yang di tunggu dengan rombongannya sudah memasuki ruang perhelatan, hatiku malu sekali,ruangan itu jadi semakin sesak.Sungguh tidak pantaslah para tamuku itu ku tempatkan disuasana demikian bila ku bandingkan dengan mobil mewah yang berjejer di sepanjang jalan menuju rumahku.Dengan sepuluh jari aku memohon maaf kepada mereka,tampaknya calon besanku cukup berbesar hati dan menerima dengan hati yang lapang pula.Aku bersyukur.Dan ketika acara akan di mulai terlebih dahulu moderator memohon maaf kepada kami atas ketidak hadiran ibu kandung dari Priambodo calon mantu kami.Ada sesuatu yang harus di selesaikannya di luar negri menyangkut bisnis dan koleganya.Hal ini tidak dapat di hindari,demi kelanjutan hidup perusahan yang saat ini dalam berbisnis sangat berkompetisi dan sangat ketat dalam persaingan.Dan Ibu Priambodo menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya dan menyerahkan seluruh hasil rapat dan menyetujuinya.Kami maklumi, dan kami lanjutkan dengan pembicaraan selanjutnya,dengan hasil munyawarah anakku di pinang,dan akan di laksanakan peresmian satu tahun yang akan datang.Adapun maksudnya untuk lebih mematangkan usia dan cara pandang mereka pada subuah perkawinan.

Semangatku begitu bergolak,serasa genjotan becak yang ku kayuh begitu ringan.Wajah Rani memberikan semangat baru keseharianku.Uang harus ku kejar,untuk biaya pesta Mereka saat acara nanti.Aku tidak mau berharap banyak dari calon besanku walau ku tau mereka orang berada,tapi aku harus punya harga diri di depan mereka. Anakku satu-satunya ini harus merasa bangga dengan bapaknya, walau yang kuberi tidak sesuai yang di harapkan, namun paling tidak dapat membuatnya mengenal arti punya orang tua yang menyanyanginya
Harapan bermain di mataku. keinginanku semakin dekat,punya anak yang di hargai,kaya,juga lebih berstatus.Pastilah dengan sendirinya namaku akan terangkat, di kenal oleh masyarakat kampung karena punya besan kaya.Hingga anganku melayang jauh ke depan saat mereka mempunyai momongan nanti yang akan selalu ku gendongan ke sana kemari,membuat aku dan istriku manusia yang paling berbahagia di dunia ini.Mungkin keinginan itu begitu muluk,tapi itu merupakan cita-cita yang akan terujud dalam hidup kami.
Hari berganti,tak terasa tiga bulan pertama telah terlewati. Priambodo sudah ku anggap anakku,bukan lagi calon mantu.Hingga terkadang ia lebih sering di rumahku,itu tidak membuatnya risih atau malu, malahan ia merasa lebih nyaman ketimbang berada di rumahnya, yang lebih terkesan sepi karena Ibunya lebih sering keluar negri ketimbang di rumah.

Dari kejauhan mataku sering mengikuti gerakan dua sejoli yang semakin dekat dan akrab itu.Terlalu dekat hingga sedikit menimbulkan kekhawatiran yang ku tak tau dari mana datangnya, terkadang ku tepiskan dengan bisikan mereka toh akan menikah dalam waktu yang tidak lama.Apa salahnya mereka bercanda untuk menghabiskan masa remaja mereka yang sebentar lagi akan berakhir.Namun setelah itu hatiku semakin kecut,takut sesuatu terjadi di luar perkiraanku.
Seperti hari itu,suasana rumah begitu sunyi, istriku masih berjualan di pekan,Rani tidak ikut karena sakit.Tengah hari yang panas,aku sudah ada di rumah,mataku mencari Rani,Sudah siang begini rumah masih tertutup rapi.Beberapa kali suaraku memanggilnya.Biasanya ia berada di beranda, namun kali ini tidak dan aku mencari di seputaran rumah.Namun langkahku tercekat,serasa ada suara gerusak dari dalam rumah.Gegas langkah panjangku menuju dalam.Aku tersentak,ku lihat Dua sejoli itu masih awut-awutan,seraya merapikan bajunya.Pluh masih membasahi wajah mereka.Bagai petir di siang hari.Wajahku memerah, serasa aku tau apa yang telah terjadi,ku hardik Priambodo,kucerca pertanyaan kepada Rani. Kekhawatiranku terbukti,terbuka dengan gamblang.pantas Rani selalu sakit-sakitan saat ini,rupanya sesuatu hal sudah terjadi pada dirinya.Dalam marahku aku meminta orang tuanya untuk datang malam ini. Untuk menyegerakan perjodohan di akhiri dengan perkawinan.
Ini semua kesalahan kami,tidak mampu menjaga pagar ayu di rumah kami sendiri,akhirnya kami kecolongan.Aku menghardik lagi-lagi menghardik kealfaanku,
***

Janur terakhir sudah tepat di letakkan di depan gang.Teruntai bergoyang melambangkan besok akan ada acara mantenan di rumah kami yang mungil.Beberapa orang yang masih leklekan semalam suntuk, Masih hingar bingar terdengar di teras depan rumah.Ubi goreng dan secangkir kopi manis cukuplah teman begadang sampe pagi. Hal ini memang sudah merupakan kebiasaan atau sebagai bunga-bunganya suatu acara resepsi perkawinan di kampung.Beberapa orang juga sudah tertidur di gelaran tikar rumbia,Di kamar calon manten itu aku melihat Istri dan anakku sudah tertidur lelap,Kutatap dalam dua wanita yang sangat ku cintai itu.Ku syukuri akhirnya besok aku dapat melihat anakku dia atas pelaminan,betapa indahnya dan tersanjungnya aku mempunyai seorang anak yang cantik bersanding dengan pemuda gagah nan tampan.
Letihku sudah datang, aku harus beristirahat sejenak, agar esok hari aku bisa lebih fit dalam menjalankan setiap tahap demi tahap acara.Sudah jadi kebiasaan, sebelum tidur aku selalu menyulut sebatang rokok dulu.Sebatang Rokok Kretek Gudang garam merah cukuplah memuaskan keinginan ini, anak korek telah kugoreskan gemericik api yang memancar menyulut pangkal memulai sebuah sensasi.Penuh kenikmatan ku tarik asap itu dalam, agaknya itu sedikit menghilangkan rasa letihku.Memang cigarette adalah teman setia yang selalu menemani.

Rasanya alam sekitarku bernyanyi melantunkan nada indah selaras denga hatiku, rembulan seperempat di atas sana cukup memberikan kedamaian.Angin malam menghembus setiap jengkal kulit legamku.Entah mengapa,dalam riuh rendahnya suasana serta di temani segelas kopi,hayalku bagai berjalan setapak demi setapak menyusuri perjalanan hidup yang pernah ku lalui.Sampai aku terjeda kembali dalam masalah yang ku hadapi saat ini.Setapak demi setapak juga berjalan merunut perjalanan sampai terjadinya perkawinan yang hampir tidak di rencanakan.Dan sungguh membuatku bertanya dan bertanya, mengapa hal kejadian yang hampir serupa terulang kembali lagi, kali ini menimpa anak sematang wayang kami.
”Mungkinkah ini satu karma yang terulang,”bisikku pelan.”Tapi bukan aku yang bersalah…aku hanya mau berlaku jujur.hanya karena aku orang biasa tidak berhak mencintai orang yang aku sayangi???.…”
Anganku berjalan di tiga puluh tahun yang lalu,Ketika pamanku di kota menitipkan aku seorang anak desa pada sebuah keluarga kaya dan terpandang.Aku begitu bersyukur dapat bekerja pada Pak Renggo saudagar batik pekalongan yang cukup baik dan penuh pengertian walaupun masih mempunyai darah biru.Bagai anak sendiri perhatiannya cukup berlebih,mungkin karena di keluarganya tidak ada anak laki-laki,hingga aku di anggap bagai anak sendiri.Widuri,anak semata wayangnya waktu itu masih duduk di sekolah dasar.sebaya dengan Rini adikku di kampung. Tampaknya itu yang membuatku begitu memperhatikan dan menyanyanginya.Hingga kuanggap ia adikku sendiri.

Seperti waktu itu,saat aku menjemputnya kesekolah dengan sebuah sepeda,saat di kelokan jalan seekor anjing menggonggong lantas mengejar kami.Hingga kami terjerebab jatuh.Kudengar Widuri menjerit ketakutan.Aku yang masih bersimbah tanah berusaha bangkit, namun apa daya anjing itu telah begitu dekat serasa menerkam widuri,entah gerakan reflek apa yang ku lakukan.tapi genggaman tanganku telah memukul lambungnya,hingga dia terjerebab beberapa depa.Dan dengan sebongkah batu ku sabit ia hingga kesakitan dan lari tunggang langgang.Aku dapat bernapas lega,di sadari atau tidak Widuri memelukku erat, bergayu di dadaku.Ada rasa risih dengan keadaan itu, tapi hatiku senang, kiranya aku dapat menyelamatkan Nona besar anak tuanku.

Kulihat ia begitu antusias memaparkan pristiwa tadi kepada pak Renggo dan bu Renggo.Tampak jelas kehawatiran di wajah dua orang tua itu.Ku lihat juga Widuri menunjuk kea rahku ,membuat pak Renggo memanggil seraya mengucapkan banyak terima kasih. Sejak saat itu perhatian mereka berlebih dan aku di percaya menjaga Widuri,di mana ada dia pasti ada aku, laksana pengawal pribadi aku sangat setia berada di sampingnya.Hari berganti hari,kami semakin dewasa,ia semakin cantik rupawan.Raut wajah ayu wanita Indonesia, membuat banyak orang simpatik dan para lelaki terpesona menghayal jauh.Widuri sudah memasuki perguruan tinggi.Dan aku tetap sebagai pengawalnya yang setia.Entah karena apa, aku begitu menyanyanginya serta takut ia terluka.mungkin ini karena aku terlalu memegang amanah dari pak Renggo.Bahkan terkadang serasa aku menyayanginya melebihi seorang adik,ada hal yang begitu abstrak yang tidak dapat ku gambarkan, rasa memiliki,namun cepatku sadari,perasaan itu tidak boleh ada.Pak renggo sekeluarga sudah begitu dekat,bahkan menganggapku sebagai anak. Aku tidak boleh menghianati kepercayaan mereka.Namun rasa melindungi yang terlalu berlebihan itu semakin sulit ku hilangkan.Misalnya yang terjadi sore itu di pelataran parker perguruan tinggi tempat Widuri kuliah.

Beberapa orang yang membuatku harus marah…,beberapa laki-laki menghadang Widuri yang tampak bergegas menuju aku yang sedari tadi menunggunya.Ia berlindung di belakangku,seperti biasa bila ia merasa terancam atau ketakutan.Ku tegakkan tulang peyanggah tubuhku,kutatap mereka tajam.
”Apa maksud kalian…”
”Eee.. kunyuk…minggir lu supir aja belagu…”
”Kenalan bukan caranya gitu…Dia khan anak baik-baik, cara kalian yang enggak benar…”
”Ekh!..kamu tu siapa?...Banyak bacot.Kamu enggak lebih hanya seorang kacung tau!.”
”Kalau saya kacung…apa tingkah laku kamu lebih baik dari saya.Tidak!...”
”Memang enggak tau lu siapa kita….mau di habisin!”
Mata mereka bermain isyarat melakukan sesuatu.Tampa komando dua kali,mereka menerjangku.Reflek aku berkelit,menghindar ke arak kanan,namun tidak di sangka,tangan itu salah sasaran,menepis wajah Widuri di belakang.Ku dengar ia menjerit kesakitan. Jatuh sembari menutup bibirnya,aku tersentak,sepontan ku melihatnya.aku tidak kosen.Alpa dengan keadaan.Pertahananku rapuh,dua tiga tinju itu menghampiriku. Aku mengaduh!...sakit luar biasa. Sebuah apercut tepat di lambung,selanjutnya tendangan keras menghantam mukaku,membuat aku tak bergerak,jatuh tersungkur diatas tanah.Begitu bernafsunya, mereka menerjangku kembali.Bagai anak kambing di mulut empat ekor serigala, aku tidak berkutik.Untunglah beberapa tukang becak yang berada di sekitarnya melerai perkelahian yang tidak seimbang itu.Ku raba ujung bibirku,darah segar menggenang di sana.Ada rasa perih dari lukaku yang lain.
”Poas lu!...Lain kali lebih dari itu tau!”Sergah mereka dengan di barengi cacian dan makian.

Ku papah Widuri menuju mobil.ku tatap dalam seraya mencari sumber sakit yang membuatnya menjerit tadi.Dengan sejemput tisu ku usap memar merah di bibirnya”Sakit m’bak…”
”Enggak…Aduh!”
gegas Ku angkat tisu dari wajahnya.”Kita ke dokter…ya..”
anggukan kecil mengisyaratkan.
”Tapi mas yang perlu perawatan…Wajah mas biram,juga pada luka tu…biar Wid bersihkan ya…”
Aku memejamkan mata ketika tisu lembut itu menghapus di seputar wajahku.telaten membersihkan luka-lukaku yang masih mengeluarkan darah.terkadang membuat aku meringis kesakitan.Tapi ada rasa damai merembes di hatiku yang syahdu.Dingin menyentuh ke relung yang paling dalam.

***

Malam itu aku duduk sendirian di teras kamar kecilku yang terletak di belakang rumah utama,lambat aku mengurut-ngurut luka lembamku seraya merasakan sakit yang masih terasa.Beberapa butir obat telah ku makan.Dan sebotol obat gores harus ku torehkan di beberapa luka.
”Mas…masih sakit…”Ucap suara di sebelahku.sejurus aku memandang,Widuri telah ada di sana.
”Ehk! m’bak… ngapain malam-malam ke mari…nanti ibu kecarian lho..”
”uda permisi tadi…Obatnya mau di oles?”
”uda di kerjai sendiri…”
”tapi bagian belakang belum khan?”
”Iya nih…”
”Biar saya kerjain…”
”Eeee…Enggak usa…”Tapi obat itu sudah ada di tangan Widuri.Malu-malu ku buka bajuku.Sesaat tangan lembut itu sudah menorehkan obat di punggungku.
”Mas Maaf ya atas kejadian tadi siang…memang Didi teman kuliahku itu orangnya kuperbanget….Mau kenalan kok maen tonjok.”
”Yaa uda enggak apa-apa.Tapi..aduh..duh sakit jangan kuat-kuat”
Hentakan tawa Widuri renyah terdengar,melihat mimikku yang meringis kesakitan .Aku jadi tersadar,di tertawai gadis cantik di depanku.Kututupi rasa malu itu dengan tawa.Lama kami di teras,seribu cerita mengalir deras,memang keakraban sudah terjalin begitu lama.Widuri bagai adikku sendiri,yang selalu ku sayangi dan kucintai.Namun apa boleh aku berpikir lebih dari itu?.bila ku lihat keadaan dan setatusku di rumah mewah ini,Dari hatiku yang paling dalam tak dapat ku pungkiri ada butir-butir asa yang tak dapat ku ungkapkan.hanya waktu yang bisa menjawabnya.
***

Siang itu setelah menjemput Widuri,degan bertelanjang dada aku kembali mencuci Mobil mewah milik tuanku.Siulan kecil menemani kerjaku siang itu.Tampa kusadari dari balik sisi yang lain ada yang mengendap-endap.Menghindari penglihatanku.Sampai secara mengejutkan hentakan semburan air menghambur menyergap mukaku hingga aku tergagap.Aku berusaha menghindar, namun pelaku itu terus mengejar seraya bercampur dengan suara tawanya nan renyah.Gadis cantik itu berhasil memperdayai,namun aku enggak mau kalah,ku rampas selang air itu dan berbalik menyerangnya.Hingga menimbulkan jeritan hangat sembari berlari menghindari. Siang itu kami bercanda enggak ada ujungnya.Namun sepasang mata tampa kami sadari sedari tadi memandang setiap gerak-gerik kami dari kejauhan.Ada kegundahan di sana.

Siang itu aku sudah berada di depanPak Renggo,Laksana tuan dengan kacungnya,aku tertunduk tidak berani menatap.Suara berat nan penuh bersahaja itu membahana menghentak hatiku yang kecut,
”Kamu sudah cukup lama di keluargaku ini,sudah kuanggap seperti anakku sendiri,Terima kasih ku ucapkan atas perhatianmu.Namun ada satu masalah yang mungkin lebih baik kamu yang menyelesaikan,Aku mohon kamu menbujuk Widuri agar mau mengikuti kemau kami,untuk di jodohkan dengan nak Widodo dari keluarga Raden sostro diningrat,karena ku tau Widuri lebih dekat dengan kamu, seperti kakaknya sendiri.”
Hatiku tersentak,ada keterkejutan di roman mukaku, namun ku usahakan menutupinya.Serasa Bibirku bergetar,tak sanggup menjawab semua itu,
”akan saya usahakan endoro…semampu saya”
Senyum puas tercermin dari bibir pria separuh baya itu.Sembari beranjak pergi.
Entah mengapa , hatiku gundah..terbalut emosi.Tak tentu arah.Ku coba menenangkan …namun hanya perlawanan semu yang terasa semakin kuat mendorong.

Namun sesaat mataku tersita, dari jauh ku lihat widuri berlari kecil, matanya berair, sembari berlari ia menangis.Aku tercekat, ku hampiri ia untuk mendapatkan jawaban apa yang terjadi.Ia tidak menjawab, hanya berlari kedalam rumah.Ku coba mendapatkan jawaban, ku teliti setiap penjuru, aku berlari keluar rumah,Aku melihat beberapa sepeda motor dan pengendaranya menatapku dalam.
”kalian lagi….belum puas atas perbuatan kalian semalam?”
”Huh!!! kamu kacung…yang sakit semalam udah sembuh, atau mo di buat sekali lagi biar jelas bengkaknya?”Beberapa orang dari mereka renyah tertawa mencibir.Hatiku terbakar
.”Apa maksud kalian!??”
”Mo minta Maaf…salah!.di cubit pipinya aja uda nangis belum di apa-apain, memang dia gadis apa.Setahuku yaa…gadis murahanlah!”
”Apa kau bilang!!!”

Dengan segenap emosi dankemarahanku aku menerjang lelaki yang ngomong tadi.aku tidak bisa menerima penghinaan yang dia lontarkan kepada Widuri.Kemarahan ini sudah tak terbendung lagi.Sudah pecah sampai kepundannya. Bagai lahar panas mencari tempat penyaluran.Ku layangkan tinjuku tepat menuju sasaran, membuatnya terjerebab ke tanah.Tampa ampun juga ku berikat uppercut ke dagu kawan di sebelahnya. Membuatnya jatuh terjajar.Rasa solider terhadap kawan memaksakan dua temannya lagi turun tangan membantu menyerangku dari depan. Tampaknya hal ini tidak membuat gentar,ku kayuhkan tinju itu lagi, namun kecepatan mereka tak ku sangka,sebuah tendangan membuat aku terhenyak dan jatuh, hal ini tak di sia-siakan oleh temannya yang lain,tanganku di lipat mereka ke belakang. Mereka berpesta di atas penderitaanku.puluhan tinju mendarat di mukaku dan perutku,membuatku menjerit kesakitan, hingga tendangan terakhir mengakhiri perlawananku.Aku terjerebab di tanah tak bangkit lagi.Dengan kepuasan karena berhasil melumpuhkanku, mereka berbalik beranjak pulang
.”Tunggu!!!”Jeritku
Teriakan itu memaksa mereka menoleh ke belakang. Aku yang berdiri gontay dengan posisi menyerang dengan sebatang kayu di genggamanku,Kuserang mereka dengan sisa tenaga yang masih ada.Tampa ampun ku layangka kayu itu,kudengar mereka menjerit,sementara aku seperti orang yang kesetanan, tidak memperdulikan jeritan mereka.Kayu itu mencari korbanya tampa ampun.Hingga sampai terakhir, ketika empat lawankuitu sudah tidak bergerak di atas tanah.Aku puas!

Rupanya masalah itu tidk berhenti sampai di sini saja.Satuan polisi sudah menggelinding kami ke kantor polisi.
Dalam dingin nya sell penjara aku meringkuk, menahankan sakit di sekujur tubuh.sembari menahan dingin yang menyerang.sampai hari mulai menjelang malam, kepastian masalahku belum juga ada titik terang.Hatiku berharap banyak ketika Pak Renggo menjemputku,Ku lihat juga Widuri di sana menemani kedua orang tuanya.Layaknya dua saudara, kulihat senyum girangnya menujuku. Memelukku tampa ada ras canggung.
”Mas…kita pulang ya…Pak polisi sudah memperbolehkan mas pulang”

Aku tersipu, pelukannya itu pula membuatku canggung dan malu.palagi dilakukan di depan Pak Renggo, walaupun dari hati kecil aku merasa terkejut dan senang
.”Aku minta maaf sama si mas….gara-gara aku mas selalu mendapat masalah… terima kasih mas….”
”egk apa-apa ndoro,sudah kewajiban saya membalas kebaikan keluarga ini kepada saya”Mata Pak Ranggo menjurus menatap,dehemman berat membuat kami tersentak, sembari Widuri yang masih bergayut di dadaku melepaskan pelukannya.
”Rudi…atas nama keluargaku aku mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya,Segala urusan di sini sudah selesai.sekarang….”
Pak Renggo memberikanku sebait kunci mobil yang ku tau itu adalah perintah yang tak perlu ku respon.
***

Hari terus berjalan,tak bisa di tunda.Tak terasa beberapa minggu sudah berlalu dari kejadian kemarin.Seperti biasa aku sudah dengan propesiku yaitu supir yang melayani Ndoro putrid menjalani aktifitasnya sehari-hari.Tiada hambat, lancar terkendali.Sampai sore itu,ada sesuatu yang membuat suasana lain dari biasanya di rumah kediaman Keluarga Pak Renggo.Di halaman depan rumah teronggok sebuah mobil mewah dan terdengar tawa canda yang cukup akrab dari pemilik rumah dan Tamu yang datang.Aku mencari tau ada apa dan siapa yang datang sore itu.ku sapa supir pribadi yang lagi asyik membersihkan mobil, ku dapat dari dia keterangan bahwa yang datang itu adalah keluarga Raden sostro diningrat.Dengan maksud menjodohkan anak mereka agar kekerabatan lebih akrab terjali.Aku jadi kembali teringat permintaan Pak Renggo kemarin.Sebagai jembatan untuk memberitahukan ke Widuri tentang perjodohan mereka.Namun aku lupa,mungkin karena kesibukan dan situasi yang berjalan atau memang aku yang engganmelaksnakan permintaan Pak Renggo itu.

Dari jauh mataku runut mencari di setiap ruangan, aku lihat Widuri dari disana eksfresinya dingin,sesekali matanya di buang keluar,sementara seorang lelaki gagah nan klimis tepat berada di depannya,tampan dan berkulit putih pucat serta tutur kata yang sopan menunjukkan seorang yang terpelajar.
”Mungkinkah lelaki itu yang akan di jodohkan dengan Widuri?’bisikku membatin.
Secara lahiriah, Widuri enggak pantas dengan laki-laki yang tidak mempunyai tangan-tangan kekar untuk melindunginyaselalu.Namun tidak selamanya kejantanan symbol dari pertanggung jawaban seorang laki-laki terhadap seorang perempuan.Mungkin itu yang membuat orang selalu mengedepankan harta,jabatan dan kerabat dekat.untuk menentukan jodoh seseorang.

Rasanya semangat ini tercabut dari rangkangnya,Aku menatap pesimis dan kekecewaan yang dalam. Harusnya rasa itu ku pendam, malu dengan diriku sendiri yang mengharapkan bintang jatuh dari langit.Lihat wajahku,tubuhku,rambutku tidak ada sedikitpun mengalir darah biru di sana.Hanya seorang Pria lugu yang memiliki postur tubuhserta tangan –tangan kekar.Ku tepiskan wajah ini, ku buang rasa yang tidak harusnya aku miliki.ku ayunkan langkah berat meninggalkan lamunan itu di belakang.Malam itu bulan bertengger setengah. Awan sesekali jahat menutupi,hingga cahayanya tidak bulat ke bumi.Dalam keheningan di teras kamarku,anganku masih bermain di antara harapan.Dengan sebatang Rokok tjap Gudang Garam cukup menemani malamku yang sunyi sepi. Kusulut lewat semarak api yang menyala seraya membakar ujungnya.Beberapa kali ku hisap dalam, dan kemudian membuang asap yang kerap kali ku permainkan,meliuk bagai penari cantik nan bergoyang atau ku luluh lantakkan ke udara terbuka.Sangat nikmat sekali.Sesaat aku terpaku menjurus ke dalam gelap,gerakankecil membuat aku terkejut danberanjak dari dudukku,ku tatap sesaat,secara nyataWiduri berdiri di sana.lantas berjalan menghampiriku.Tapi tidak seperti sikapnya yang biasa yang selalu ceria,ia tertunduk lesu, matanya berkaca-kaca.
”Ada apa n’doro?”sapaku mengharap sebuah jawaban
.”Aku di jodohkan dengan Mas Widodo”Aku terdiam tak mampu menjawab
”Aku tidak mencintainya ,Mas…aku tidak mau di jodohkan…aku masih bisa mencari sendiri”Ujarnya
.”Kamu tidak bole begitu…itu adalah yang terbaik untuk jadi jodohmu.Kamu pasti bahagia nantinya”
”Tapi Aku sudah mencintai seseorang,Mas”
”Apalah arti sebuah Cinta….Pilihan terbaik adalah pilihan orang tua, dek. Karena mereka sudah pasti melihat bibit dan bobotnya.Dan aku rasa itu yang terbaik”
”Apakah mas tidak pernah merasa kehadiranku selalu , jadi tidak memahami isi hatiku”
”kebersamaann kita sudah sedari kecil,kau seperti adikku sendiri,aku sangat mengerti siapa kamu.”
”kalau Mas mengerti aku mengapa mas tidak pernah mengungkapkan???”
Rasa ketidak mengertianku membuat aku merunut
”Apa maksudmu dek?”
“aku mencintaimu…”

Akutersentak kaget.Apa lagi Widuri saat itu sudah memeluk tubuhku erat-erat.Tangisnya tumpah didadaku
”Aku mencintaimu Mas, sudah sedari dulu…namun kau tak mengerti.aku seorang wanita tidak mungkin aku yang dahulu mengungkapkannya”
”widuri…tidak mungkin itu terjadi.aku bagai seekor pungguk merindukan bulan”
”Engkauselalu menatapmu dengan penuh kasih sayang…apakah itu tidak cukup membuat aku yakin kau juga mencintaiku”
aku terdiam.membisu.
”Jangan kau katakan kau tak suka aku, ayo katakan….katakan mas”.
Aku masih terdiam, haruskah kuakui bahwa aku juga mempunyai rasa yang sama?
”katakan kau tidak mencintaiku….kau tidak mencintaiku..katakan mas…”

Kutatap ia dalam-dalam
”Ya…aku mencintaimu!”Tegasku.
Widurisemakin dalam memelukku.hatiku sungguh bahagia saat itu. Walaupun ada rasa was-was dalam hati kecil ini.
Dalam gelap itu ia berbisik
”Mas, bagai mana kita mewujudkan cinta kita…dalam jangka waktu dekat ini aku harus di kawinkan dengan jodohku”
”Aku tidak punya nyali dek…akupun tidak punya jawaban…menurutmu bagai mana?”
”Bawa aku Mas…kita lari.kedaerah mana kita suka dan kita membina rumah tangga di sana.”

Aku lagi-lagi terdiam.sampai Widuri bergegas ke lemari pakaianku.Serasa ada yang di carinya.TasTravel sudah ada di tangannya, gegabah ia memasukkan baju-bajuku.sampai tas itu sudah memuntahkan isinya.Walau berat ia berusaha mengangkatnya dengan mudah ke arahku.Dalam kebimbangan itu aku memutuskan aku harus mewujudkan cinta kami.Kutarik Widuri,ku bawa berlari.Meninggalkan masalah dan rumah tua bersama penghuni .Kami terus berlari dan berlari dalam gelap.Di tepi jalan raya kami berdiri menunggu tompangan yang akan lewat.Dalam diam itu aku berpikir jernih.Betapa kejamnya aku.menghianati Pak Renggo yang layaknya seperti bapak angkatku dengan membawa kembang mawar kebanggaannya.Serta merusak kehidupan sepasang orang tua itu.
”Kita kembali!”Ujarku.
”tidak mungkin ,Mas. Bus itu telah ada di depan mata kita.menunggu kita.”
”Tidak…aku tidak boleh melakukan ini.Sangat tidak berharganya aku membalaskan kebaikan dengan keburukan.Ayo kita pulang…”
Kami kembali menapak jalan kami datang.Keputusan gegabah ituakhirnya batal kami lakukan. Widuri harus mengerti….tindakan ini ku lakukan.Aku tidak mau menyakiti semua.
Malam semakin larut.Hampir menjelang pagi ketika kami sampai ke rumah.Pintu-pintu rumah sudah terkunci semua,aku berusaha mencari sela agar Widuri bisa kembali ke dalam rumah . nampaknya semua telah terkunci rapat,Kutatap Widuri, ia harus bermalam dikamarku.

Sesaat kami sudah dalam satu kamar,ia tidur di atas dipanku dan aku tidur di bawah beralaskan tikar,mata kami tertutup.Namun hati kami masih terus berkata-kata.Entah mengapa ia sudah ada di pelukanku,Sampai akhirnya aku yang masih asli perjaka dan ia yang perawan tidak mampu menghalau birahi kami yang tercekat.Aku tidak dapat meneruskan apa yang terjadi malam itu,bahkan hal itu tidak terjadisekali itu saja.Hari-hari yang berlalu sering kami ulangi.Memadukan cinta kami. Rasa cinta atau nafsu semakin kabur kami rasakan. Sampai akhirnya sesuatu hal membuat aku gundah, dengan lugu Widuri mengatakan kepadaku bahwa dia terlambat bulan.Bagai petir di siang hari aku tersambar, harusnya aku bertanggung jawab atas perbuatanku,Namun apakah aku sanggup untuk menghadapi semua?.Selain rasa bersalah bahkan pertanggung jawaban yang mengharuskan aku kawin dengannya.Dengansisa-sisa keberanianku kuhadapi Pak Renggo,Ku utarakan semua perbuatanku dan aku harus bertangguing jawab.Tak dapat ku bayangkan,laki-laki separuh baya itu marah bukan kepalang.Mukanya merah menahan emosi dan kekecewaan yang mendalam,Berkali-kali ku dengar sumpah serapahnya.Sampai puncaknya, matanyatajam menatapku
”Koe sudah mencoreng arang di mukaku,biar koe tau…aku tak akan mengawinkan anakku kepada koe! Sampai kapanpun….Sekarang koe berangkat dari rumahku!jangan kembali lagi.Cepat!!!...”
Aku tersungut-sungut beranjak. Aku sekali lagi memberikan pengertian dan menghiba agar dia mau menerima alasanku.Tetapi sikap yang sudah lama aku tau itu tak mungkin berubah.Lelaki itu selalu memegang perinsifnya.
Sekali lagi aku menatap rumah yang telah membesarkanku,mencari wajah Widuri yang sudah tak kulihat lagi,bahkan mungkin sampai kapanpun.Kubawa kakiku melangkah dengan meninggalkan hatiku di rumah itu.
****

Lama aku belum beranjak menatap rumah tua itu. Satu harapanku,dapat melihat Widuri untuk yang terakhir kalinya sebelum ia berangkat meninggalkan kota ini.Namun penantianku tidak kunjung datang,hanya kulihat mobil mewah yang pernah parker di rumah Pak renggo itu telah berlalu meninggalkan debu di belakangny.
Sakit hatiku bagai di sayat sembilu, bahkan ketika malam beranjak aku masih menanti Widuri hanya mengharapkan selayang pandang jadilah.Namun semua itu adalah hal yang sia-sia.Dan untuk seterusnya,aku selalu menanti dan menanti…sampai aku mendapat khabar Widuri berada di pulau seberang dan sudah berumah tangga dengan Widodo.Aku tak percaya,aku harus terus mencari cintaku yang hilang.Aku berkelana, mencari danterus mencari.Setahun dua tahun dan tahun berikutnya,Sampai keputus asaan melanda bathin ini.Hasilnya selalu nihil dan akhirnya aku menyadari hidup ini harus ku jalani,aku tak bole terpaku di sini, jalan masih panjang.

Hingga satu hari aku berkenalan dengan Mariana anak seorang petani,kunikahi ia dan berusaha melupakan cintaku yang hilang.Kebahagian ini sepertinya memberikan anugrah yang besar bagi diriku.Beberapa tahun kemudian aku di karuniai seorang putri yang cantik sekali.Bathinku terpuaskan, aku semakin mencintai keluargaku.Walau rezeki yang kudapati sangat jauh dari kata cukup,dan harus membuatku harus membanting tulang dalam mengais rezeki,Namun itu selalu ku syukuri,karena bagiku rezeki itu bukanlah hanya berbentuk uang atau barang saja,namun kesehatan dan kemudahan yang selama ini kurasa adalah rezeki yang melebihi apa saja.

Tak terasa putri mungilku sudah beranjak dewasa,beruntung sekali aku.Rani tidak seperti anak-anak lain yang selalu meminta lebih ke orang tuanya.Ia mempunyai hati yang ikhlas penuh pengertian terhadap kehidupan kami.Walaupun dengan penghasilan pas-pasan aku berhasil juga menyekolahkannya sampai sekolah lanjutan atas.Dan sayangnya aku tidak bisa memberinya lebih,
Saat kucium keningnya letih dan penatku hilang,
”Anakku sayang,….semoga kau nanti akan selalu bahagia.Doaku menyertaimu”Bisikku. Sembari melumat batangan rokok di tanganku tadi yang kiranya sudah habis ku hisap.Lantas merebahkan badanku yang ringkih di sebelah mereka.Berusahatidur menutup mata.Menunggu elegi hari esok.
***

Entah sudah kebeberapa kalinya aku melihat jam dinding di atas sana.Hingar binger gamelan jawa sudah sedari tadi di tabuhkan.Para tetamu juga sudah ada yang datang member selamat.Pak Khadi nikah sudah sedari tadi duduk di depan calon pengantin wanita,ku lihat ia sudah mulai tak sabaran menunggu pihak pengantin lelaki yang belum juga datang,mungkin karena padatnya acara pernikahan di tempat yang lain atau memang karena sudah terlalu lamanya ia menunggu.Rani yang sudah di hiasi baju pengantin tampak cantik sekali, iner beauty yang terpancar dari wajahnya membuat ia kelihatan lebih cantik dan bersahaja.Di sisinya Mariana istriku terlihat senang dengan acara yang cukup meriah itu.Matanya berbinar namun sesekali ia menyeka matanya yang merah berair menahan rasa haru dan senang melihat semua ini. Jam menunjukan pagi sudah beranjak siang,namun rombongan penganti belum juga datang.Untunglah dari jauh aku mendengar teriakan kerabat kami bahwa rombongan itu sudah datang.Kami segera beranjak,menyambut tetamu. Di mulai dari iring-iringan janur perkawinan yang di jinjing beberapa orang.Sampai ku lihat Priambodo di apit oleh Beberapa wanita danPria sebagai pengiring penganten.Ganteng sekali kulihat calon mantuku itu.Laksana arjuna yang turun ke bumi.Penuh bersahaja.Hatiku bukan kepalang senangnya.Ku jemput ia,ku papah hingga ke depan tuan kadhi dan tentu ku sandingkan dengan anakku yang cantik. Tiadalah hari yang sangat bahagia kurasakan, kudengar decakan kagum para undangan yang akan menyaksikan pernikahan itu, bahkan ada yang mengabadikannya lewat HP atau kamera.Karena memang pantas ku rasa pemberi rasa salut itu. Karena memang sangat serasi. Gamelan yang sudah sedari tadi di tabuhkan sesaat berhenti.Suasana sepi sesaat. Dengan di pimpin pak kadhi doa mulai di bacakan, penuh hikmat dan berisi,Aku mengAminkan dan berharap semoga Allah memperkenankan doa kami.

Saatnya aku harus menikahkan anakku dengan Priambodo. Ku jabat erat tangannya,dengan harapan yang menggunung di sana,mengharap agar dia merupakan mantu yang benar-benar pantas untuk Rani.Namun aku merasa ada satu kekurangan yang tidak boleh seharusnya ku lewati,sampai saat ini aku belum mengenal orang tuanya yang katanya hanya tinggal mamanya karena papanya sudah lama meninggal.Mataku mencari di antara banyak perempuan separuh baya di seputar Priambodo.TampaknyaTidak ada satupun yang bergeming,
”Mana Ibumu nak?”tanyaku ke Priambodo.
”Sebentar lagi pak mamaku datang, tadi pagi baru sampai dari Australia..itu yang membuat kami terlambat”jawab Priambodo.

Tak berapa lama dari arah luar ku lihatseorang laki-laki dengan hormatnya sembari membungkukkan badannya memberikan jalan kepada seorang wanita menuju ruang perhelatan,cukup menyita perhatianku,Sesaat acara itu terhenti,memberi waktu pada wanita itu berjalan.Kharisma dari seorang yang di hormati terpancar dari perhatian semua hadirin dan tetamu kami.
“Doro putri di beri jalan..biar duduk di sebelah raden mas”ku dengar bisik-bisik dari mereka. Mataku sejurus, kulihat dan membuatku terkesima,
”cantik sekali wanita separuh baya itu…”bisikku”Mungkin karena ia kaya dan mampu merawat kecantikannya hingga hampir mendekati sempurna.”
Mataku masih meralat.Kutatap calon besanku itu,sampai matakami bertemu,Aku tergidik…tersentak kaget,seluruh badanku bergetar….jeritku meledak
”Wid…wid….widurri!!!!”Tanyaku tak yakin.

Hal yang sama terjadi, penuh tidak pengertian
”Mas…..mas Anto???”
Tampa ku sadari ia telah menghampiri menjatuhkan tubuhnya dalam pelukanku.Kalaulah tidak di depan kalayak ramai ini, pastilah aku akan membalas ,memeluk dan menciumnya untuk menuntaskan rasa rinduku yang terpendam hamper dua puluh lima tahun yang lalu.Tangisnya tumpah di dadaku,kembali rasa nostalgia itu terulang kembali.
”Aku selalu mengharap kau mencariku,mas…”
”Hal yang sama kurasakan Dek...”

Mata hadirin yang hadir menatap tak mengerti, melihat sejemput drama yang di hadirkan di depan mata mereka.
”Rani itu anakmu, mas???”
”Ya anakku…”
Keterkejutan terlihat dari sorot matanya.”Anak mu…?”
sekali lagi ia bertanya tak mengerti.
”Iya anakku….ada apa rupanya dek?”
”Calon mantuku…?????”

Dari pertanyaan itu semakin membuat aku tak mengerti. Ada rasa penasaran dari situasi pertanyaan Widuri.
”Ada apa rupanya????”
”Jangan kau nikahkan mereka Mas…”
Aku terjeda,tercekat mendengarpenuturan itu. Hal yang sama membuat para hadirin tercenung.
”Mereka berdua adalah anak-anakmu!!!”

Aku tersentak, diam tak berkata,bibirku keluh,badanku bergetar kencang.Rasanya dunia ini terbalik.Pengap tak berudara.
”Tidak mungkin….tidak mungkin….tidak mungkin…”tuturku tak percaya.
Sembari ku lari kedalam.dan terhempas di atas kasur kamar.Serasa semua gegar dan gelap. Pengakuan itu tidak bisa ku terima.Aku menjerit!Pengakuan itu mengiang di telingaku.Kututup dengan dua tangan ini. Namun kata-kata itu masih terngiang-ngiang keras.Sampai aku tak tahan.Aku menjerit
”Tidaaaakkkk!!!!!!...”
Aku sempoyongan.Gelap tak bercahaya.Dan aku jatuh
”Gedubbraakk!!!”
****

Aku sudah siuman,kulihat anak dan istriku sudah ada di situ, juga Widuri dengan wajah cemas.Wajah ceria itu semua telah hilang.Tinggal kedukaan tertinggal di sana.Widuri mendekati.Di gapainya tanganku,entahlah….apakah dia tidak memandang perasaan yang Mariana di sebelahku.
”Maafkan aku mas,…aku sudah berusaha mencari menunggumu, namun kita tidak pernah berjumpa.Sampai aku di nikahkan dengan Widodo.Namun nasib berkata lain…Mas Widodo terlebih dahulu di panggil yang maha kuasa.Dan aku yang hamil tetap merahasiakan anak yang kukandung ini adalah benimu, darah dagingmu.semua orang tau anakku ini adalah anak kandungnya Mas Widodo.Sekarang kau tau siapa Priambodo mereka tidak bisa kawin karena mereka kakak adik.”
Aku masih terdiam lesu. Sekujur badanku masih terasa lemas.Sendi-sendi ini masih bergetar.
Aku bergumam…
”Tidak semudah itu…tidak semudah itu masalah terselesaikan..bagai mana nasib anak perempuanku…?bagai mana aku menghadapi para tetangga dan keluarga kaum kerabat…?bagai mana anak yang di kandung Rani…?bagai mana aku mempertanggung-jawabkan Dosa yang tercipta ke pada Tuhan…?bagai mana….?bagai mana….?bagai mana…??????”
Aku terdiam tak kuasa menjawab………………………………………………………………………..!!!??????

PROFIL PENULIS
Lokseumawe,29 /9.2012
EDI IRWANSYAH
Jl.Warna 72 Medan HP.085361286989
No. Urut : 1237
Tanggal Kirim : 10/10/2012 17:14:03

Share & Like