SEMUA MASIH SAMA
Karya Pramitha M.A
Karya Pramitha M.A
Air mata ini tak berharga lagi,untuk apa aku menangis.Menangisi kehidupanku yang rumit ini.Aku terkucilkan tak ada lagi yang mau berteman denganku.
Seperti pohon yang tak berdaun,seperti merpati yang tak berpasangan dan seperti bulan tanpa bintang,seperti itulah hidupku kini,Semenjak dokter mendiagnosa aku mengidap HIV/AIDS.”Tuhan kenapa kau berikan cobaan yang terlalu berat untuk hambamu ini ? Apakah penyakit ini yang merenggut nyawa ibuku . Jawab…jawab tuhan! “.Aku marah,marah pada diriku sendiri dan Tuhan.
Semenjak aku lahir di dunia ini aku tak mengenal ibuku aku tak tahu bagaimana rupa ibuku.Ibu meninggal saat melahirkanku.Aku ingin dipeluk ibu,aku ingin cinta dan kasih beliau.” Ibu,maafin Rani bu,Rani sudah mengecewakan ibu.Ibuu Rani rindu ibu. “ Kini aku menangis,air mata ini,air mata kesakitan,kesedihan,kekecewaan dan kerinduanku untuk ibu.
“ Rani, kamu ga boleh menyalahkan diri kamu sendiri,semua ini adalah takdir sayang.Kamu harus tabah nak. “ Aku menangis di dalam pelukan papa.”Papa ,Rani ga kuat pa,rasanya ga ada gunanya Rani hidup.” Papa mengelus rambutku,mendekapku erat.Hanya papa,hanya ia yang masih menyayangiku.”Sayang,demi papa kamu harus bertahan,kamu satu-satunya harta terindah papa,papa ga mau kehilangan lagi.” Aku ga kuat lagi,melihat kenyataan pahit ini.
Semua berubah,pandangan orang-orang disekitarku juga berubah.Semua mencemooh dan tidak suka,pandangan itulah yang mereka perlihatkan.Hatiku sakit,melihat ini semua.Teman-temanku disekolah menjauhiku,sahabatku Nata juga sama.Tak ada yang peduli lagi.Panas hatiku mendengar hinaan mereka,”dasar keluarga penyakitan, eehh loe tau ga kalau ibunya juga meninggal karena penyakit terkutuk itu.iiihhh gue jadi ngeri ! “ Salah seorang siswa menghina ibuku,aku tak terima.Tapi aku bisa berbuat apa,Aku bagai kelinci yang masuk ke kelompok singa dan aku tak pantas disini.
Kaki ku melangkah gontai membawaku pergi dari tatapan jijik mereka.Sebegitu hinakah aku dengan penyakit yang bersarang ditubuhku ini ?” tanyaku dalam hati.Ingin rasanya kuakhiri hidupku ini.Aku berdiri ditengah jalan,berharap ada mobil yang melaju kencang.Benar saja,di depanku sebuah mobil sedan melaju dengan kencang,dalam hati aku meminta maaf kepada papa “ papa,maafin rani.Rani udah ga kuat lagi.” Mobil itu semakin mendekat,aku memejamkan mata,berharap mobil itu menabrakku.Tapi,aku salah mobil itu berhenti tepat dihadapanku.Pengemudi mobil itu keluar.”Hey loe cari mati yaa !” katanya kepadaku.Aku malah menangis dan memukulnya” kenapa,kenapa kau tidak menabrakku saja.Aku sudah bosan hidup begini.” Tiba-tiba saja kepalaku pusing dan aku tak ingat apa lagi.”Hey kau sudah sadar”. Saat aku membuka mata,siluet wajah tampan berdiri dihadapanku.aku melihat sekelilingku.” Dimana aku ? “.tanyaku lirih “kamu ada di rumahku,tadi kamu pingsan karena aku tak tahu rumahmu jadi aku bawa saja kesini”. Aku ingat, tadi aku mau bunuh diri, bodohnya aku ini, berniat bunuh diri malah pingsan.“ hey, kau tak apa-apa kan ? kenapa kamu ingin bunuh diri?sepertinya hidup yang kau jalani ini rumit”. Aku tersenyum pahit mendengar ucapannya.“Memamg pahit hidupku ini”. “jika kamu tidak keberatan kamu bisa cerita ke aku kok. Kata teman-temanku, aku pendengar yang baik lho “.Ucapnya tulus. Apakah setelah ia tahu, bahwa aku mengidap penyakit HIV/AIDS ia akan tetap baik? Terkadang aku malu, tapi aku tak ingin dikucilkan dan aku ingin semua orang mau menerimaku apa adanya.
Aku pun bercerita tentang penyakitku dan ibuku.Semua aku ceritakan kepada Rei. Sepertinya dia mememang pendengar yang baik,ia tak merespon dan tak memeberi tatapan jijik. Setelah aku selesai berbicara aku merasa lega.Dan Rei memberi tanggapannya, “menurutku orang yang menderita HIV/AIDS tidak perlu dikucilkan, lagian HIV/AIDS tidak menular lewat udara. Siapa juga yang mau menderita HIV/AIDS, gak ada kan ?!” jadi gak seharunya mereka mengucilkanmu. Asal kamu tahu ya, aku juga penderita HIV/AIDS aku terkena saat aku menggunakan sabu-sabu itu sudah lama sekali.Dan kini aku sudah tidak memakainya lagi.“ aku cukup kaget mendengarnya. Pantas saja dia tidak menatap ku dengan pandangan hina.” Pantas kau tidak mencemoohku”ucapku dingin, dan Rei tersenyum “hey, kalaupun aku tidah menderita HIV/AIDS, aku tetap mau menjadi temanmu, semua manusia di mata tuhan itu sama, jika kamu mati, apa kamu tak kasihan kepada papamu? Kamu masih beruntung memiliki ayah.Teman-temanku yang sesama penderita HIV/AIDS tidak memiliki orang tua ataupun keluarga lainnya. Mereka hidup sebatangkara, mereka sama menderitanya sepertimu. Tapi mereka memiliki tujuan hidup, walaupun waktu terus merenggut hidup mereka sedikit demi sedikit”. Aku terharu mendengar cerita Rei, ternyata ada yang lebih menderita dibanding aku “ ya, kamu benar, tetapi terkadang hatiku sakit mendengar mereka menjelek-jelekkan ibuku, aku tak ingin ibu sedih”. Rei tersenyum penuh perhatian , seolah-olah ia tahu bagaimana rasanya hati yang sakit bagai teriris-iris sembilu ini “ Ni , kamu harus kuat, demi ibumu dan papamu. Kamu harus sabar menjalani hidup ini.masih ada kok orang yang sayang sama kamu”. Mendengar perkataan Rei aku sadar masih ada papa disampingku.
Semenjak aku mengenal Rei, hidupku lebih baik, dan lebih berwarna.Walaupun orang-orang masih menatapku dengan hina, aku tak peduli.Tapi mereka ikut menghina papaku, aku sedih melihat papaku di jelek-jelekkan seperti itu.“ Papa, maafin Rani gara-gara Rani, Papa ikut dibenci sama tetangga disini, maafin Rani ya Pa”. ucapku sedih. Papa tersenyum sambil mengelap air mataku.“ Papa gak apa-apa kok, yang Papa khawatirin itu kamu sayang, Papa takut kamu sedih, kecewa dan marah, gak apa-apa Papa dihina, asal kamu diterima oleh mereka”. Aku tahu, betapa sedihnya Papa melihat anaknya yang dikucilkan. “Papa, Rani gak apa-apa asal Papa selalu ada di dekat Rani. Rani udah bahagia kok, Rani gak mau Papa sedih lagi”. Papa mengangguk. Oh Tuhan bantu hambamu ini, tolong jangan kucilkan aku, aku ingin seperti dulu, tertawa, belajar, bersama dengan mereka, ucapku dalam hati.
Hari ini, aku pergi dengan Rei, menemui teman-teman yang sesama menderita HIV/AIDS. “Rei, aku lihat wajah mu pucat, kamu gak apa-apa kan?” aku kawatir melihat kondisi Rei .“Aku gak apa-apa kok, ga usah liat aku dengan tampang seperti itu” ucap Rei tersenyum.Aku membuang muka dan berjalan mendahuluinya. Di depan ku terlihat orang-orang yang sedang sibuk merapikan meja. “Hey kak Rani” sapa Leo, dia salah satu orang yang mengidap HIV/AIDS . Leo anak yatim piatu, aku kasihan melihatnya hidup sebatangkara dengan penyakit yang sewaktu-waktu bisa merenggut nyawanya. Sampai sekarang tak ada obat untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS tersebut. “Hay Leo, kamu lagi buat apa?”.”ini aku lagi buat mobil-mobilan dari kardus, kak Rei mana?” aku baru sadar kalau Rei tak ada disampingku, saat aku menoleh kebelakang kulihat hidung Rei berdarah, segera aku menghampirinya “Rei, kamu gak apa-apa,kita kerumah sakit ya?” kata ku khawatir. Darah yang keluar dari hidung Rei semakin banyak “kak,kita kerumah sakit aja ya” ajak Leo. Teman-teman yang lain pun mengangguk setuju. Setibanya di Rumah Sakit Rei langsung dibawa ke ruang UGD.Aku takut kehilangan lagi.Setelah sekian lama air mata ini menetes kembali, kali ini air mata ini menangis untuk Rei.Orang yang aku sayang yang selalu memberi warna pada hidupku ini.
“ Tuhan, tolong selamatkan Rei, dia segalanya untuk ku, Tuhan” Leo menatapku sedih “kakak, Leo tau kakak mencintai kak Rei kan,Leo yakin kak Rei pasti selamat” aku terseyum haru, yah aku memang mencintainya tak peduli dengan penyakit yang aku dan Rei derita, kami akan terus bersama. Orang seperti kami juga membutuhkan cinta dan kasih sayang.
Dokter keluar dari ruang UGD dan mengatakan bahwa keadaan Rei kritis.Hati ku sedih mendengarnya.Keesokan harinya aku minta ijin ke papa agar aku berhenti sekolah saja. Untuk apa aku sekolah, toh mereka tak memperdulikan aku lagi. Sebenanrnya hatiku sakit, melihat mereka yang menatapku hina.Aku ingin seperti dulu aku rindu kehidupan normal ku. Tapi apa daya aku hanyalah manusia lemah. Kini yang terpenting dalam hidupku adalah Rei dan papa.
Seminggu aku tak masuk sekolah, papa marah waktu aku berniat berhenti sekolah.Jadi aku hanya meminta izin kepada waliku. Selama seminggu pula Rei belum sadar, aku takut, Rei akan pergi meninggalkanku. “Rei kumohon bertahanlah demi aku jika kamu pergi untuk apa aku hidup. Kamu pelangi di mimpi ku Rei, kamu,……..kamu yang selalu mengerti tentang aku” ucapku sedih disamping Rei. Perlahan kulihat tangan Rei bergerak, aku sedikit berharap bahwa Rei akan sadar, tapi ternyata tidak. Keesokan harinya aku kembali ke sekolah, ada yang aneh mereka tersenyum kepadaku, mereka menyapaku lagi.Aku tak tahu kenapa, tetapi ini membuat ku senang “Rani…ran” panggil Nata dari jauh.Aku menoleh dan Nata berdiri dihadapan ku. “Rani,gue….. kangen banget sama loe? Gue minta maaf ran. Atas perbuatan gue selama in.i Gue sadar gak seharusnya gue jauhin lo. Gue gak pantes dianggap sahabat sama lo ran. Maafin gue ya” ucapannya sedih aku masih kaget mengapa? Mengapa baru sekarang?Tanya ku dalam hati tapi aku bahagia, mereka mulai menerimaku lagi. “Nata gue udah maafin lo dari dulu kok. Lo tetap sahabat gue.” Tuhan betapa indah kado yang engkau berikan kepada hamba “Rani, kalo bukan karena teman lo yang namanya Rei itu nasehatin gue panjang lebar gue ga akan pernah sadar betapa berharganya lo buat gue, gue ga peduli dengan penyakit lo itu, gue akan selalu ada untuk lo ran” ucapan Nata membuat ku terharu Rei semua berkat kamu. Hidupku berwarna lagi karena kamu.
Aku segera ke kamar ke tempat Rei dirawat.Aku ingin menceritakan kejadian hari ini kepadanya, namun Rei tak ada dikamarnya.Pikiran ku mulai kacau, aku panik saat kutanyakan ke dokter teryata Rei ada di ruang UGD. Ada apa dengan Rei? Apa terjadi sesuatu dengannya. Bergegas aku keruang UGD dengan air mata yang hampir menetes. Aku lihat disana teman-teman Rei, gelisah menunggu kabar dari dokter aku bertanya kepada mereka tentang keadaan Rei namun tak ada satu pun dari mereka yang menyaut “leo,leo Rei…… kak Rei…. Kak Rei kenapa?” leo tersenyum sedih. “ kakak, berdoa saja agar kak Rei selamat ya” aku benar-benar takut kehilangan Rei masih banyak yang aku ingin lakukan dengannya. Rei aku belum mengutarakan cintaku padamu.Dokter keluar teman-teman Rei segera menghampirinya.“ bagaimana dok, bagaimana keadaan Rei?” aku tak sanggup mendengar, aku tak mau mendengarnya. “Rei.rei…i..i..i kenapa…. Kenapa secepat ini kamu pergi? Rei…..” ak menangis terisak, Rei masih banyak yang belum aku ucapkan ke kamu perasaan ku, ucapan terimakasihku.
Aku masih ingin bersama mu. Leo menghampiriku “kakak, yang tabah aku tahu, disana kak Rei pasti sedih jika liat kakak kayak gini” aku tak kuat, tak sanggup kehilangan Rei…… Rei jangan pergi.Rani masih butuh Rei. Rei bangun… bangun Rei. Rei tahu hari ini teman-teman Rani sudah mau menerima Rani lagi mereka ga menatapku jijik dan hina ,itu semua karena Rei. Rei kamu dengar aku kan? Jadi kamu harus bangun Rei. Rei…. Bangun donk” aku menangis, terisak, dihadapan Rei. Tubuh Rei diam tak bergeming.Dia tak bangun, matanya tertutup rapat. “Leo,leo tolong bangunkan kak Rei, bilang kalo kak Rani sangat mencitainya” leo menangis “sudah, sudah kak, relakan kepergian kak Rei” kepalaku pusing, aku tak kuat lagi seminggu setelah pemakaman Rei, aku masih mengurung diri dikamar masih teringat dibenakku kenangan bersamanya. Disaat pemakaman Nata datang menenangkan ku, tapi aku masih tak rela jika Rei harus pergi secepat ini ku tatap surat yg diberikan leo kepadaku, itu surat yang ditulis Rei untuk ku. Kubuka perlahan surat itu.
“To Rani
Ran mungkin saat kamu baca surat ini, aku sudah tidak ada disisi mu lagi.
Rani satu hal yang aku sesali, mengapa tidak sejak dulu kita bertemu.
Tapi aku tak menyesalinya dulu ataupun nanti kamu tetap
Rani yang kusayang dan aku cinta.
Karena penyakit ini lah yang mempertemukan kita, walau penyakit ini
pula yang memisahkan kita. Jangan pernah menyerah ya Ran, selalu kuat dan tabah. Demi aku, kamu pasti bisa.HIV/AIDS bukan lah kiamat, dan bukan kutukan.
Walaupun penyakit itu bersarang di tubuh mu, kamu tak boleh lemah
Semua teman dan papa mu akan selalu ada untuk mu.
Dan aku selalu ada dihati mu.
Rani mulai lah hidupmu yang baru, lahirlah kembali jadi Rani yang riang,Yang suka bergaul.Aku selalu ada untukmu didalam hatimu.
FROM
REI
Dengan Cinta”
“Rei…….. demi kamu dan orang-orang yang aku sayang aku akan tetap hidup. Aku kan hidup sampai penyakit ini merenggut nyawaku. Rei aku juga mencintai mu”
THE END
PROFIL PENULIS
Hei nama saya Mitha, menulis adalah nafas saya
Jika kalian ingin memberi kritik dan saran silahkan di Fb: tha cie kudho atau twitt : mitha_ yaaitha. semoga kalian suka dengan cerpen saya
Jika kalian ingin memberi kritik dan saran silahkan di Fb: tha cie kudho atau twitt : mitha_ yaaitha. semoga kalian suka dengan cerpen saya
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.