SAAT HUJAN
Karya Edi Irwansyah
Rasanya seperti aku pernah kenal perempuan itu.LASTRI!.....bisik hatiku terbata.Gegas aku menghampiri,aku yakin betul!....,Badan letihku terasa ringan.ingin ku menjerit untuk memuntahkan rasa rinduku yang lama terpendam.Memeluknya,mendekapnya erat. menuntaskan pencarianku yang lama tak berujung.namun ,seketika langkahku terhenti,batinku tercekat, pigur tua itu masih setia menemani anak semata wayangnya,sekali gus mematahkan semua hasrat,apakah dendam itu masih bersarang ?hatiku membatin,atau memang masih terlalu dalam pahatan luka yang pak tua itu rasakan.Memang, sedari dulu ia begitu sayang dengan anak semata wayangnya itu.Hujan yang cukup deras di stasiun balapan ini, membuat orang malas berbasahan,dengan hanya mengacungkan jari mereka memesan sebungkus nasi uduk di tangan Lastri.dan orang tua itu bergegas menuntaskan sembari berlari kecil di samping kereta api yang sebentar lagi akan berangkat.batinku bergidik,propesi yang pernah mereka lakoni di stasiun Semarang masih berjalan sampai sekarang,ya…sama seperti saat aku pertama kenal dengan gadis itu dulu.Aku undur sedepa,mengawasi dengan ujung mataku, Ku cekat rinduku,ku biarkan jiwaku bergayut di wajah teduhnya.Lastri kau masih secantik dulu Matamu,yang dulu begitu berbinar,dengan segaris senyum yang begitu manis,serta wajah melankolis yang pernah membuat aku mashyuk ke dalam alam khayal yang begitu dalam,terhanyut oleh cinta dan hayalku sendiri.
Karya Edi Irwansyah
Rasanya seperti aku pernah kenal perempuan itu.LASTRI!.....bisik hatiku terbata.Gegas aku menghampiri,aku yakin betul!....,Badan letihku terasa ringan.ingin ku menjerit untuk memuntahkan rasa rinduku yang lama terpendam.Memeluknya,mendekapnya erat. menuntaskan pencarianku yang lama tak berujung.namun ,seketika langkahku terhenti,batinku tercekat, pigur tua itu masih setia menemani anak semata wayangnya,sekali gus mematahkan semua hasrat,apakah dendam itu masih bersarang ?hatiku membatin,atau memang masih terlalu dalam pahatan luka yang pak tua itu rasakan.Memang, sedari dulu ia begitu sayang dengan anak semata wayangnya itu.Hujan yang cukup deras di stasiun balapan ini, membuat orang malas berbasahan,dengan hanya mengacungkan jari mereka memesan sebungkus nasi uduk di tangan Lastri.dan orang tua itu bergegas menuntaskan sembari berlari kecil di samping kereta api yang sebentar lagi akan berangkat.batinku bergidik,propesi yang pernah mereka lakoni di stasiun Semarang masih berjalan sampai sekarang,ya…sama seperti saat aku pertama kenal dengan gadis itu dulu.Aku undur sedepa,mengawasi dengan ujung mataku, Ku cekat rinduku,ku biarkan jiwaku bergayut di wajah teduhnya.Lastri kau masih secantik dulu Matamu,yang dulu begitu berbinar,dengan segaris senyum yang begitu manis,serta wajah melankolis yang pernah membuat aku mashyuk ke dalam alam khayal yang begitu dalam,terhanyut oleh cinta dan hayalku sendiri.
Hingga aku terlalu berusaha untuk memikatmu,membuat engkau jatuh cinta Membiarkan birahi cinta menguasai,mencakar-cakar tubuhku yang rapuh.Sampai aku terlalu berharap menguasainya.Aku dendam kepada setan yang berhasil memperdaya,tapi entah mengapa aku begitu menikmatinya. Aku telah menciptakan sebuah dosa.Pagar ayu itu telah aku rusak,hanya karena sebongkah nafsu tak bertuan.Kau menangis dan aku berusaha menenangkan batinmu menjanjikan tanggung jawab yang abstrak,tapi tidak demikian adanya. Lastri…. Di lubuk hatiku yang paling dalam aku bingung,ragu dengan segala perbuatanku.Tidak mungkin aku menduakan cinta suci Siska,serta menghianati anak-anakku!Mereka begitu tulus di seberang lautan sana,mengharapkan papanya yang munafik ini cepat pulang,berkumpul bersama lagi.Akh!andai engkau tau gejolak hatiku saat itu lastri. Air mata yang ruah di pipimu yang ranum,membuat aku semakin merasa berdosa,pelukanmu yang erat isyarat agar aku memegang janji yang ku ucapkan.Engkau berusaha tersenyum memandangku.
Hujan di atas kepala tampaknya tidak kenal kompromi.petir saling sambung menyambung melemparkan seberkas sinar laksana pecut api.membuat langit-langit stasiun sesekali bergetar menahankan guntur yang bermain di sana.Aku bergidik di tengah alam yang menunjukkan kuasanya.Beberapa abang beca berusaha membuang jenuh, menghidupkan sebatang rokok kretek gudang garam merah.Menghisap kepulan asap candu itu dalam-dalam,merasakan kenikmata yang tak tergantikan.Perlahan rasa dingin mulai menggerayangi tubuhku yang kurus,aku menggigil,seraya bersedekap tapi mata dan pikiranku tidak lepas dari sandiwara dua anak manusia di sana.
Awalnya aku ingin jujur ,mengatakan siapa aku sebenarnya,seorang laki-laki iseng yang jauh dari istri dan anak.Tapi apa daya Lastri tak menerima kejujuranku itu,tangisnya memuntahkan segala janji yang pernah aku ucapkan,ia berlari hilang di gelap malam.Dalam hening dadaku berkecamuk,pikiranku menerawang apa yang akan terjadi esok hari.
Seperti biasa pagi itu aku mulai beranjak ke lapangan,sesaat mataku tersita melihat seorang lelaki separuh baya berdiri kekar di depan mess ku,
.Aku meneliti dalam,itu pak Renggo,ayahnya Lastri,bisik dalam hatiku bergidik.Aku berusaha menyapa,tapi hanya kegemasan yang kulihat di porum wajah merah yang menahan emosi.Pak tua itu memang sangat menyayangi anaknya,lakon sebagai seorang ayah dia jalani dengan begitu arif,melindungi bahkan rela berkorban apa saja..Yaa…masih tergambar jelas di mataku,saat dua tangan perkasanya mengangkat kerah baju kemeja yang ku pakai.Aku tak kuasa meronta,api kemarahan telah membakar emosinya yang meluap.Memaksa ku harus mempertanggung jawabkan,atas ketidak arifan yang sudah aku lakukan,ku lihat lastri berlari di belakangnya,sambil menangis,ia menarik, berusaha melerai, tapi sepertinya,api kemarahan itu sudah tak terbendung lagi,sampai Lastri terjerebab jatuh sekaligus menghentikan sikap pak tua tersebut.Ia mencampakan aku hingga aku tersungkur.dan ia bergegas menghampiri Lastri.beranjak membopongnya pulang,tetapi sebelum itu ia berbalik,matanya nanar memandangku,kata-kata itu membuatku bergidik,”awas kamu! kalau kamu tidak bertanggung jawab sama anakku,kau akan menyesal,aku tunggu kau sampai nanti malam…di rumahku.”aku terdiam posisiku terasa terpojok.
Sikap picikku membuat akuragu mau bertindak apa,aku tidak mau di anggap seorang penghianat oleh istri dan anak-anakku.cintaku terlalu besar untuk mereka.Kalau toh aku tinggalkan kemelut yang ku hadapi ini,tidak akan ada yang pernah tau bahwa aku pernah berbuat alfa,lagian laut begitu luas untukmengabarkan cerita ini keseberang sana,biarlah cinta ini ku kubur dalam persemayaman abadi.Lastri pasti akan mendapatkan penggantiku nantinya. Ku kemas barang-barangku sesegera mungkin,dengan sebuah taxi aku menuju ke bandara.Lari dari kenyataan yang ku hadapi,menuju Medan kota kelahiranku.
Dalam keseharian lambat laun aku mulai menyadari apa yang ku perbuat,rasa penyesalan laksana palung dalam yang tak berujung.Wajah Lastri dan segala yang pernah aku lakukan semakin menambah rasa bersalahku terhadapnya.Ingin aku bertemu dan mengatakan maaf dari hati yang paling dalam.tapi terkadang semua itu menjadi buyar saat istri yang ku cintai dan sepasang anakku bergayut di pundakku,kebahagian itu tak dapat terbeli dan aku merasa cukup dengan itu semua.
Tak ku kira setelah enam tahun hari yang ku nantikan itu akhirnya datang juga.Kembali bosku mempercayakan agar akumengurus segala ternder perusahaan yang mengharuskan aku terbang ke Surabaya.wajahku berseri,senyumku sumringah,segala dosa-dosaku yang lalu akan ku tebus.Walau apapun yang terjadi akan ku hadapi.Bisikku yakin.
*****
Ricky teman lamaku di Surabaya agaknya sudah jenuh menunggu,karena rayle pesawat yang kutumpangi membuat sekedul perjalananku cukup amburadul.Karena suatu keperluan mendesak ia memohon agar aku bersabar menunggunya bila sampai di terminal kedatangan.
Tak ku sangka sudah dua jam aku menunggu sejak aku memijakkan kaki di airport Juanda surabaya.Aku berusaha menghubungi,agaknya cuaca jelek ini mengharuskan aku bersabar,namun perasaan jemu itu semakin menekan perasaan,aku tak sabar,dengan sebuah taxi aku bergerakmenuju di mana aku pertama sekali melihat Lastri
Tak kusangka hujan semakin deras,di depan stasion balapan aku melompat di antara cucuran atap yangtetap saja membasahi bajuku,aku sedikit menggerutu. Melompat di antaranya membuat aku hampir jatuh,untunglah seorang anak laki-laki kecil sekitar enam tahunan memberikan pertolongan,menawarkan jasa baik dengan sebuah payung yang setidaknyamenolongku dari curahan hujan.Bibirnya tersenyum polos,badan rapuh nya telah basah kuyup.sesekali bibirnya bergetar menahan dingin.Sesaat aku telah di bawanya ketempatyang lebih baik,tangannya terjulur mengharapkan upah dari jasa yang telah di berikannya.aku merogoh kocek,dan kudapati uang logam lima ratusan,saat tanganku terjulur memberikanya,ku lihat bibirnya bergumam,
”kurang Om,…masak Cuma gopek..seribu kenapa!”
”enggak ada lagi uang kecil,uang Om besar semua,”
”khan bisa di tukar sama bunda…”
”udahlah,kamu khan cuma membawakan payung sama Om,lagian enggak di minta khan”
”Om pelit ya…enggak ada yang ngasi gopek,Cuma Om sendiri”
Pertengkaran itu menyita perhatian beberapa orang di sekitar kami.aku jadi malu sendiri,kurogoh lagi kocekku, selembar uang ceban yang di tanganku seketika sudah berpindah tangan,aku memekik memanggil,ia telah berlari menuju seorang wanita di tengah keramaian penumpang, betapa terkejutnya diriku ternyata wanita yang di panggilnya bunda itu adalah…..
Wanita yang ingin ku temui dari jarak ratusan kilo meter.Yang selalu dalam ingatanku.
Dari jarak sedepa ini mataku masih tidak putus mengikuti setiap kejadian,sampai beberapa saat anak itu telah mengayutkan tangannya yang telah berisi uang ribuan dari kembalian uangku tadi.Anak itusegera berlari,kuraih tangan mungil itu sembari berbisik mengajaknya bicara.
”Nama kamu siap?”
“Anto Om,memangnya kenapa Om….”
”Yang perempuan itu,siap?”
”Oh…itu bundaku,orang yang paling ku sayang”
”Bapakmu siapa?”
”Kata bunda bapakku seorang pelaut,masih berlayar ,kalau pulang, nanti mau belikan anto mainan,gitu Om”
Ada rasa kecewa yang tak dapat ku pungkiri,sebegitu saja cintaku di lupakan Lastri,tapi itu memang seharusnya jalan terbaik yang harus ia tempuh untuk melupakan aku.Maafkan aku Lastri,aku sudah terlalu meminta lebih dari wanita lugu sepertimu.
”Om,uda ya…Anto mau kerja dulu”
Aku tersentak,anak itu telah berlalu meninggalkanku.Sesaat HP ku berbunyi,Ricky sudah menunggu di depan Stasiun.Kupandangi lagi wanita di ujung sana.”Lastri..tidak sepantasnya kau terima semua penderitaan ini,biar aku menanggung segala yang ku perbuat padamu,untuk apa aku menemuimu,kalau hanya untuk menambah goresan luka di hatimu, maafkan aku…”gumamku.
Gegas aku meninggalkan stasiun,membuang rasa bersalah.Jemputan itu sudah ada di seberang jalan sana,kembali air hujan membasahi tubuhku,tetapi sebuah payung lagi-lagi menyelamatkanku dari derasnya air hujan.Wajah polos yang masih di hiasi senyum mengembang itu kembali menghiasi suasana hujan.
“Anto Bantu lagi ya Om..”
”kurang Om,…masak Cuma gopek..seribu kenapa!”
”enggak ada lagi uang kecil,uang Om besar semua,”
”khan bisa di tukar sama bunda…”
”udahlah,kamu khan cuma membawakan payung sama Om,lagian enggak di minta khan”
”Om pelit ya…enggak ada yang ngasi gopek,Cuma Om sendiri”
Pertengkaran itu menyita perhatian beberapa orang di sekitar kami.aku jadi malu sendiri,kurogoh lagi kocekku, selembar uang ceban yang di tanganku seketika sudah berpindah tangan,aku memekik memanggil,ia telah berlari menuju seorang wanita di tengah keramaian penumpang, betapa terkejutnya diriku ternyata wanita yang di panggilnya bunda itu adalah…..
Wanita yang ingin ku temui dari jarak ratusan kilo meter.Yang selalu dalam ingatanku.
Dari jarak sedepa ini mataku masih tidak putus mengikuti setiap kejadian,sampai beberapa saat anak itu telah mengayutkan tangannya yang telah berisi uang ribuan dari kembalian uangku tadi.Anak itusegera berlari,kuraih tangan mungil itu sembari berbisik mengajaknya bicara.
”Nama kamu siap?”
“Anto Om,memangnya kenapa Om….”
”Yang perempuan itu,siap?”
”Oh…itu bundaku,orang yang paling ku sayang”
”Bapakmu siapa?”
”Kata bunda bapakku seorang pelaut,masih berlayar ,kalau pulang, nanti mau belikan anto mainan,gitu Om”
Ada rasa kecewa yang tak dapat ku pungkiri,sebegitu saja cintaku di lupakan Lastri,tapi itu memang seharusnya jalan terbaik yang harus ia tempuh untuk melupakan aku.Maafkan aku Lastri,aku sudah terlalu meminta lebih dari wanita lugu sepertimu.
”Om,uda ya…Anto mau kerja dulu”
Aku tersentak,anak itu telah berlalu meninggalkanku.Sesaat HP ku berbunyi,Ricky sudah menunggu di depan Stasiun.Kupandangi lagi wanita di ujung sana.”Lastri..tidak sepantasnya kau terima semua penderitaan ini,biar aku menanggung segala yang ku perbuat padamu,untuk apa aku menemuimu,kalau hanya untuk menambah goresan luka di hatimu, maafkan aku…”gumamku.
Gegas aku meninggalkan stasiun,membuang rasa bersalah.Jemputan itu sudah ada di seberang jalan sana,kembali air hujan membasahi tubuhku,tetapi sebuah payung lagi-lagi menyelamatkanku dari derasnya air hujan.Wajah polos yang masih di hiasi senyum mengembang itu kembali menghiasi suasana hujan.
“Anto Bantu lagi ya Om..”
Aku mengangguk kecil,dia mengintariku,danberusaha melindungiku dari hujan.Di antar lalu lalang kenderaan kami menyeberangi jalan.Lalu lintas yang biasanya tak beraturan semakin awut-awutan di dalam hujan ini.Tampa ku sadari,saat aku membuka pintu mobil, dari arah belakang sebuah sepeda motor berlari kencang tak terkendali,…goyah. Hampir menghantamku,aku berklik,dia berhasil melewatiku ,tapi tidak dengan anto,anak itu terseret beberapa meter.Orang yang berada di sekitar itu menjerit histeris.aku tersentak,ku lihat anto sudah berlumuran darah.ia tergeletak di jalan dingin.sang pengendaraaku tak tau bagai mana keadaannya,namun anto segera ku dekap dan ku bawa ke tempat yang terlindungi.Ia pingsan,ku bopong ia menuju mobil kami.Tetapi sebilah tangan menghentikanku dari belakang,Lastri menjerit,histeris manakala tau anak semata wayangnya telah menjadi korban kecelakaan.Di rebutnya Anto dari tanganku,selaras kami saling berhadapan,matanya menjurus padaku,
”mas…mas….Hendra???....”
Aku tertegun sesaat,ku tatap matanya dalam,….
”Tolong anak kita mas…tolong anak kita mas….”
Dua hal yang tak kuasa di lihatnya,membuat Lastri ampal,badannya terkulai lemah.pandangannya nanar.tertutup oleh ke tidak mampuan menghadapi kejadian di depan matanya.Ada ketidak mengertianku,sesaat pertanyaan besar ada di hatiku.”Anto anakku…..benarkah anto anakku……..”hatiku berbisik terus….dan terus.Sementara hujan terus tercurah dari langit…..
Medan, 01 September 2009
1103
Baca juga Cerpen Romantis yang lainnya.
”mas…mas….Hendra???....”
Aku tertegun sesaat,ku tatap matanya dalam,….
”Tolong anak kita mas…tolong anak kita mas….”
Dua hal yang tak kuasa di lihatnya,membuat Lastri ampal,badannya terkulai lemah.pandangannya nanar.tertutup oleh ke tidak mampuan menghadapi kejadian di depan matanya.Ada ketidak mengertianku,sesaat pertanyaan besar ada di hatiku.”Anto anakku…..benarkah anto anakku……..”hatiku berbisik terus….dan terus.Sementara hujan terus tercurah dari langit…..
Medan, 01 September 2009
1103
Baca juga Cerpen Romantis yang lainnya.