TIUPAN KERETA
Karya Ruth Marbunga Banjarnahor
Karya Ruth Marbunga Banjarnahor
“kamu janji ya gak akan ninggalin aku”
“iya, aku janji sayang aku akan kembali buat mu”
Begitu lah kira-kira janji Aris pada ku. Dia berjanji tidak akan menyelesaikan hubungan kami. Dia berjanji akan datang kembali hanya untuk ku. Untuk ku seorang.
Aris adalah seorang mahasiswa di sebuah kota besar. katakan lah kota metropolitan. Di sana dia menjalani hari-hari nya sebagai seorang mahasiswa yang selalu memeluk gitar. Ya, selalu mengandalkan gitar dalam setiap kehidupan nya. Tanpa dia ketahui bahwa gitar itu merupakan musuh besar bagiku.
Seorang mahasiswa yang bergelut di bidang music. Aku tak tahu persis apa jadi nya dia nanti. Aku tak pernah bahkan tak berani membayangkan jika dia harus mencari nafkah dari tiap petikan gitar nya itu. Aku tak berani membayangkan jika dia bergelut di bidang industry music yang akan menghabiskan waktu nya dan tak tersisa sedikit pun untuk ku. Atau apalah itu yang di sebut orang-orang sebagai anak band.Namun sebisa ku aku tetap berjuang untuk mengerti dan menerima. Bukan nya aku tidak memikirkan bagaimana pergaulan di kota metropolitan seperti itu. Bukan nya aku tidak membayangkan bagaimana jadi nya pertemanan dia dengan teman-teman wanita nya yang kebanyakan kata orang-orang hampir tidak ada jarak. Mungkin saja aku yang terlalu paranoid. Ya, terlalu paranoid ketika teman-teman ku mempengaruhi ku, menakut-nakuti ku. Tapi sudah lah, aku tak mau menggubris itu semua. Yang ku tahu sewaktu dia berada dekat ku hanya lah dia seorang yang mengerti mau ku.
“tit..tit..tit…”
Ku dengar ponsel ku berdering.
“pagi sayang…” sapa suara dari seberang sana
“pagi Aris…, kamu apa kabar?”
“baik.. kamu gimana?? Baik-baik saja kan?”
“baik donk…”
“gimana?? Kamu kapan pulang?kapan libur nya?”
“mungkin 3 bulan lagi”
“hmm… 3 bulan lagi?? Aku kangen”
“kamu sabar ya..sebentar lagi koq bunga”
“ntar kalau kamu pulang aku jemput kamu di stasiun ya”
“boleh… aku tunggu ya”
Ahh, ingin rasa nya aku mempercepat waktu..seandainya aku penguasa dan memiliki mesin waktu, akan ku putar waktu secepat mungkin agar dia kembali dengan cepat. Sebenarnya aku seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya. Bisa saja aku membunuh waktu dengan kegiatan ku di kampus atau pun di mana saja. Tapi entah kenapa, seakan semua kegiatan ku terhambat oleh bayang-bayang nya. Berbeda dengan dia yang terlihat mudah saja menjalani hari-hari tanpa ku di sana. Terbukti dari begitu banyak nya kegiatan yang dia ikuti sampai-sampai hal itu menimbulkan kecemburuan di hati ku.
Satu bulan sudah berlalu ketika janji itu di ikrarkan.. tapi entah apa dan entah mengapa saat ini seperti nya Tuhan sedang menguji kesabaran ku atau bahkan aku lah yang terlalu jauh bertindak. Entah apa yang ada dipikiran ku saat ini sampai aku selalu memaksa dan memaksa Aris untuk mengungkapkan satu janji sehingga mungkin itu lah yang membuat dia jenuh terhadap ku. Sifat ku yang begitu manja dan semau nya. Mungkin dia jenuh atau saja muak dengan ku. Aku yang begitu cengeng dan lemah dihadapan nya. Sampai pada suatu malam aku menghubungi nya..
“halo Aris, lagi di mana?” ucapku dengan sangat ketakutan
“masih di kampus, ada apa?” Terdengar suara nya sedikit lebih jutek terhadap ku.
Waktu berlalu dan kami hanya diam dengan genggaman telepon masing-masing.
Hanya suara isak tangis dari diri ku yang memecah keheningan di malam ini.
Sampai pada akhir nya…
“kamu harus kuat ya, kita sudah mencoba dan kita gagal menjalani nya. Jangan nangis ya bunga. Kamu pasti bisa koq.”
Entah kenapa saat itu aku bungkam seribu bahasa. bahkan sepuluh ribu bahasa. Bukan aku yang biasa nya yang selalu ribut dan sibuk dengan celotehan dari bibir ku. Aneh nya, aku mengiyakan permintaan dari Aris.
“tuh kan apa aku bilang, kamu pasti kuat. Aku bangga liat kamu sekarang. Kamu gak nangis. Itu berarti kamu kuat”
Ya Tuhan..kalau saja Aris tahu justru saat aku diam lah aku merasa sangat sakit. Sampai aku harus menangis tanpa air mata. Sampai aku tak tahu lagi apa yang harus aku katakan.
Dan akhir nya, bukan aku yang menutup telepon nya. Bukan juga dia. Tapi waktu lah yang menghentikan kebungkaman kami.Langsung saja aku merasa aliran darah yang begitu kencang mengalir di tiap nadi ku. Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan.
Aku terbodoh,terbodoh dan terbodoh…
Hanya bisa meneteskan air mata sambil menggoreskan sedikit tulisan di buku harian ku yang sudah menjadi hobi ku. Malam ini tak sedetik pun aku bisa memjamkan mata ku. Yang ku lakukan hanya lah menangis dan mengurung diri di kamar. Hanya bisa sesekali menghubungi caca sahabat ku. Sebenarnya aku memiliki dua sahabat yaitu Caca dan Marta. Tapi untuk masalah hati aku lebih percaya terhadap Caca yang menjadi teman berbagi ku.
Pagi pun tiba, ternyata aku tidak juga tidur. Tapi hari ini aku harus ke kampus untuk menutupi kejadian yang melanda perasaan ku. Seperti biasa, setiap pagi aku harus mencuci piring terlebih dahulu dan…
“plakk….!!!” Sebuah piring pecah dari tangan ku. Entah apa yang ku pikirkan. Muka kusam, merasa pening dan mual hingga muntah, itu lah keadaan ku saat itu.
Sesampai nya di kampus aku memilih tidak masuk kelas. Karena aku tahu, percuma aku masuk dengan keadaan mata merah. Begitu hancur nya mata kuliah ku selama seminggu sejak putus nya hubungan kami. Nilai-nilai presentase ku hancur, semua di ambil alih oleh temanku. Sial! Padahal itu semua hasil kerja keras ku. Tapi apa boleh buat, aku serahkan semua pada teman ku agar terlaksana dengan baik.
Malam ini aku kembali memilih menghubungi Aris, tapi apa yang ku dapat? Perasaan termaini. Bahkan aku tak tahu kalau ternyata yang membalas sms ku bukan lah Aris. Melainkan pacar baru nya. Semua nya terbongkar ketika pacar nya yang aku tak tahu harus percaya atau tidak menghubungi ku. Dari seberang sana ku dengar suara mereka berdua. Aku yakin bahkan sangat yakin kalau posisi mereka saat itu sangat dekat. Mereka bergantian berbicara kepada ku. Di mana perasaan mereka berdua ketika tertawa di atas sakit ku. Apalagi mendengar pengakuan Aris yang kata nya dia menjalin dua hari setelah kami putus. Ah, bagi ku perbuatan itu tidak manusiawi. Tapi sudah lah, aku sedikit tidak mempercayai kalau gadis yang bernama Ica itu pacar nya. Tapi kembali lagi aku harus percaya jika memang itu sudah pengakuan nya.
Yang bisa ku lakukan saat ini hanya lah menunggu kepulangan nya. Bagaimana pun cara nya aku harus tetap menjemput nya di stasiun. Itu janji ku! Sampai hal-hal bodoh pun kulakukan, entah apa yang membuat ku setiap hari harus ke stasiun. Pikir ku entah-entah aku bisa bertemu dengan Aris. Karena aku tahu, Aris pasti tidak akan memberitahu kepulangan nya pada ku.
“tutt..tuutt…tuttt” terdengar suara kereta yang datang dari ujung sana.
Aku pun berlari menghampiri nya. Terlihat oleh ku seorang penjaga stasiun.
“selamat sore pak, apakah ini kereta dari Jakarta-surabaya?”
“tidak”
Keesokan nya..
“permisi pak, apakah ini kereta dari Jakarta?”
“tidak”
Masuk ke hari berikut nya…
“pak, apakah ini kereta dari Jakarta?”
“iya”
Yes! Akhir nya. Aku pun melihat orang-orang yang keluar dari setiap gerbong. Satu persatu ku perhatikan dengan sangat cermat. Tapi tak seorang pun yang menunjukkan cirri-ciri seorang Aris.
Aku tak boleh menyerah!
Sampai satu minggu aku pun berlaku demikian.
“pak, permisi.. apakah ini kereta dari Jakarta?”
“maaf nak, sebenarnya siapa yang kau cari?”
“Aris pak”
“Siapa itu?”
“mantan saya”
“apa dia begitu berarti bagi mu?”
“sangat”
“sadari lah, jika dia begitu berarti bagi mu Kau tidak perlu repot-repot harus ke stasiun ini setiap hari. Doakan saja dia, maka dengan begitu nya dia sendiri lah yang akan menghampiri mu.”
Perkataan pak tua penjaga stasiun itu menyadarkan ku bahwa selama ini aku giat dalam mencari tapi tidak tekun dalam berdoa. Ya, selama ini aku lupa berdoa. Aku hanya melakukan sesuai dengan kemampuan tangan, kaki, dan pikiran ku.
Sampai pada suatu hari aku melintasi stasiun itu.
“tutt..tuuttt…tuuttt” terdengar suara tiupan dari kereta itu
Aku hanya bisa tersenyum. Aku tak akan lagi melakukan hal bodoh. Aku tidak akan lagi menanti Aris dengan cara seperi itu. Tapi aku akan berdoa dan berdoa. Biarkan saja jika memang kami tidak bisa bertemu. Biarkan saja jika memang Aris tak ingin menemui ku dan memberi ku kabar. Biarkan saja dulu dia dengan keinginan nya menghindari ku.
Dan kalau pun aku kembali mendengar tiupan kereta, biarlah itu tiupan terakhir dari penantian ku sampai dia datang dengan sendiri nya ke pelukan ku tak perduli benar atau tidak nya hubungan nya dengan gadis bernama Ica itu…
“tit..tit..tit…”
Ku dengar ponsel ku berdering.
“pagi sayang…” sapa suara dari seberang sana
“pagi Aris…, kamu apa kabar?”
“baik.. kamu gimana?? Baik-baik saja kan?”
“baik donk…”
“gimana?? Kamu kapan pulang?kapan libur nya?”
“mungkin 3 bulan lagi”
“hmm… 3 bulan lagi?? Aku kangen”
“kamu sabar ya..sebentar lagi koq bunga”
“ntar kalau kamu pulang aku jemput kamu di stasiun ya”
“boleh… aku tunggu ya”
Ahh, ingin rasa nya aku mempercepat waktu..seandainya aku penguasa dan memiliki mesin waktu, akan ku putar waktu secepat mungkin agar dia kembali dengan cepat. Sebenarnya aku seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya. Bisa saja aku membunuh waktu dengan kegiatan ku di kampus atau pun di mana saja. Tapi entah kenapa, seakan semua kegiatan ku terhambat oleh bayang-bayang nya. Berbeda dengan dia yang terlihat mudah saja menjalani hari-hari tanpa ku di sana. Terbukti dari begitu banyak nya kegiatan yang dia ikuti sampai-sampai hal itu menimbulkan kecemburuan di hati ku.
Satu bulan sudah berlalu ketika janji itu di ikrarkan.. tapi entah apa dan entah mengapa saat ini seperti nya Tuhan sedang menguji kesabaran ku atau bahkan aku lah yang terlalu jauh bertindak. Entah apa yang ada dipikiran ku saat ini sampai aku selalu memaksa dan memaksa Aris untuk mengungkapkan satu janji sehingga mungkin itu lah yang membuat dia jenuh terhadap ku. Sifat ku yang begitu manja dan semau nya. Mungkin dia jenuh atau saja muak dengan ku. Aku yang begitu cengeng dan lemah dihadapan nya. Sampai pada suatu malam aku menghubungi nya..
“halo Aris, lagi di mana?” ucapku dengan sangat ketakutan
“masih di kampus, ada apa?” Terdengar suara nya sedikit lebih jutek terhadap ku.
Waktu berlalu dan kami hanya diam dengan genggaman telepon masing-masing.
Hanya suara isak tangis dari diri ku yang memecah keheningan di malam ini.
Sampai pada akhir nya…
“kamu harus kuat ya, kita sudah mencoba dan kita gagal menjalani nya. Jangan nangis ya bunga. Kamu pasti bisa koq.”
Entah kenapa saat itu aku bungkam seribu bahasa. bahkan sepuluh ribu bahasa. Bukan aku yang biasa nya yang selalu ribut dan sibuk dengan celotehan dari bibir ku. Aneh nya, aku mengiyakan permintaan dari Aris.
“tuh kan apa aku bilang, kamu pasti kuat. Aku bangga liat kamu sekarang. Kamu gak nangis. Itu berarti kamu kuat”
Ya Tuhan..kalau saja Aris tahu justru saat aku diam lah aku merasa sangat sakit. Sampai aku harus menangis tanpa air mata. Sampai aku tak tahu lagi apa yang harus aku katakan.
Dan akhir nya, bukan aku yang menutup telepon nya. Bukan juga dia. Tapi waktu lah yang menghentikan kebungkaman kami.Langsung saja aku merasa aliran darah yang begitu kencang mengalir di tiap nadi ku. Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan.
Aku terbodoh,terbodoh dan terbodoh…
Hanya bisa meneteskan air mata sambil menggoreskan sedikit tulisan di buku harian ku yang sudah menjadi hobi ku. Malam ini tak sedetik pun aku bisa memjamkan mata ku. Yang ku lakukan hanya lah menangis dan mengurung diri di kamar. Hanya bisa sesekali menghubungi caca sahabat ku. Sebenarnya aku memiliki dua sahabat yaitu Caca dan Marta. Tapi untuk masalah hati aku lebih percaya terhadap Caca yang menjadi teman berbagi ku.
Pagi pun tiba, ternyata aku tidak juga tidur. Tapi hari ini aku harus ke kampus untuk menutupi kejadian yang melanda perasaan ku. Seperti biasa, setiap pagi aku harus mencuci piring terlebih dahulu dan…
“plakk….!!!” Sebuah piring pecah dari tangan ku. Entah apa yang ku pikirkan. Muka kusam, merasa pening dan mual hingga muntah, itu lah keadaan ku saat itu.
Sesampai nya di kampus aku memilih tidak masuk kelas. Karena aku tahu, percuma aku masuk dengan keadaan mata merah. Begitu hancur nya mata kuliah ku selama seminggu sejak putus nya hubungan kami. Nilai-nilai presentase ku hancur, semua di ambil alih oleh temanku. Sial! Padahal itu semua hasil kerja keras ku. Tapi apa boleh buat, aku serahkan semua pada teman ku agar terlaksana dengan baik.
Malam ini aku kembali memilih menghubungi Aris, tapi apa yang ku dapat? Perasaan termaini. Bahkan aku tak tahu kalau ternyata yang membalas sms ku bukan lah Aris. Melainkan pacar baru nya. Semua nya terbongkar ketika pacar nya yang aku tak tahu harus percaya atau tidak menghubungi ku. Dari seberang sana ku dengar suara mereka berdua. Aku yakin bahkan sangat yakin kalau posisi mereka saat itu sangat dekat. Mereka bergantian berbicara kepada ku. Di mana perasaan mereka berdua ketika tertawa di atas sakit ku. Apalagi mendengar pengakuan Aris yang kata nya dia menjalin dua hari setelah kami putus. Ah, bagi ku perbuatan itu tidak manusiawi. Tapi sudah lah, aku sedikit tidak mempercayai kalau gadis yang bernama Ica itu pacar nya. Tapi kembali lagi aku harus percaya jika memang itu sudah pengakuan nya.
Yang bisa ku lakukan saat ini hanya lah menunggu kepulangan nya. Bagaimana pun cara nya aku harus tetap menjemput nya di stasiun. Itu janji ku! Sampai hal-hal bodoh pun kulakukan, entah apa yang membuat ku setiap hari harus ke stasiun. Pikir ku entah-entah aku bisa bertemu dengan Aris. Karena aku tahu, Aris pasti tidak akan memberitahu kepulangan nya pada ku.
“tutt..tuutt…tuttt” terdengar suara kereta yang datang dari ujung sana.
Aku pun berlari menghampiri nya. Terlihat oleh ku seorang penjaga stasiun.
“selamat sore pak, apakah ini kereta dari Jakarta-surabaya?”
“tidak”
Keesokan nya..
“permisi pak, apakah ini kereta dari Jakarta?”
“tidak”
Masuk ke hari berikut nya…
“pak, apakah ini kereta dari Jakarta?”
“iya”
Yes! Akhir nya. Aku pun melihat orang-orang yang keluar dari setiap gerbong. Satu persatu ku perhatikan dengan sangat cermat. Tapi tak seorang pun yang menunjukkan cirri-ciri seorang Aris.
Aku tak boleh menyerah!
Sampai satu minggu aku pun berlaku demikian.
“pak, permisi.. apakah ini kereta dari Jakarta?”
“maaf nak, sebenarnya siapa yang kau cari?”
“Aris pak”
“Siapa itu?”
“mantan saya”
“apa dia begitu berarti bagi mu?”
“sangat”
“sadari lah, jika dia begitu berarti bagi mu Kau tidak perlu repot-repot harus ke stasiun ini setiap hari. Doakan saja dia, maka dengan begitu nya dia sendiri lah yang akan menghampiri mu.”
Perkataan pak tua penjaga stasiun itu menyadarkan ku bahwa selama ini aku giat dalam mencari tapi tidak tekun dalam berdoa. Ya, selama ini aku lupa berdoa. Aku hanya melakukan sesuai dengan kemampuan tangan, kaki, dan pikiran ku.
Sampai pada suatu hari aku melintasi stasiun itu.
“tutt..tuuttt…tuuttt” terdengar suara tiupan dari kereta itu
Aku hanya bisa tersenyum. Aku tak akan lagi melakukan hal bodoh. Aku tidak akan lagi menanti Aris dengan cara seperi itu. Tapi aku akan berdoa dan berdoa. Biarkan saja jika memang kami tidak bisa bertemu. Biarkan saja jika memang Aris tak ingin menemui ku dan memberi ku kabar. Biarkan saja dulu dia dengan keinginan nya menghindari ku.
Dan kalau pun aku kembali mendengar tiupan kereta, biarlah itu tiupan terakhir dari penantian ku sampai dia datang dengan sendiri nya ke pelukan ku tak perduli benar atau tidak nya hubungan nya dengan gadis bernama Ica itu…
PROFIL PENULIS
Nama : Ruth marbunga banjarnahor
Saya lahir di kota nopan 1 juli 1991
Saat ini saya berkuliah di STMIK Mikroskil jurusan sistem informasi akuntansi.
Menulis di diary setiap kejadian yang saya alami membawa saya menjadi seorang yang hoby menulis kejadian yang saya alami ke dalam bentuk cerpen maupun puisi.
Alamat fb saya: RuthMarbunga banjarnahor
Saya lahir di kota nopan 1 juli 1991
Saat ini saya berkuliah di STMIK Mikroskil jurusan sistem informasi akuntansi.
Menulis di diary setiap kejadian yang saya alami membawa saya menjadi seorang yang hoby menulis kejadian yang saya alami ke dalam bentuk cerpen maupun puisi.
Alamat fb saya: RuthMarbunga banjarnahor
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.