LIVE MUST GO ON
Karya Nita
Pernahkah kamu merasakan sakit hati karena ditinggal kekasih? Jawabannya tentu saja iya. Bahkan mungkin bisa dibilang hampir seluruh orang di muka bumi ini pernah merasakan yang namanya patah hati. Tak terkecuali aku. Dan percayakah anda bahwa ditinggal kekasih pergi untuk selamanya jauh lebih baik dari pada ditinggal kekasih demi wanita lain? Aku tidak. Karena aku adalah salah satu orang yang merasakan bagaimana sakitnya ditinggal kekasih untuk selamanya dan tidak bisa melihat senyumannya lagi selain di foto dan tak bisa lagi mendengar suaranya karena ia telah tiada.
Kisahku berawal dari 5 tahun yang lalu. Saat itu aku sudah bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Surabaya, dan aku mempunyai kekasih bernama Angga. Kami telah menjalin hubungan selepas kami menyelesaikan kuliah masing-masing, dan saat itu kami bekerja di rumah sakit yang sama.
Dua tahun menjalani hubungan, kami pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius. 15 Mei kami bertunangan, dan sesuai rencana, kami akan melangsungkan akad nikah dan resepsi satu bulan kemudian. Aku betul-betul bahagia dan rasanya hidupku sempurna sudah. Tapi manusia memang hanya bisa berencana, dan tetap Tuhanlah yang menentukan segalanya. Dan musibah itu, yang mengubah segalanya terjadi tepat satu minggu sebelum hari-h pernikahan kami.
“Dari sini kita langsung ke butik ya sayang, aku udah gag sabar lihat kamu pakai gaun pengantinmu.” Ujarnya sambil tersenyum manis padaku hari itu.
“Lo, kog buru-buru banget? Kan kita baru pulang dari Rumah Sakit, aku belum mandi lagi. Pulang mandi dulu ya.” Kataku sambil balas menatapnya dan tersenyum.
“Ok deh. Kalo gitu ke tempatmu dulu baru kita ke butik.”
Dan itu adalah kali terakhir ia berkunjung ke tempatku.
“Aduh, gag sabar banget nih pengen lihat kamu pakai gaun pengantin.” Ujarnya saat di perjalanan menuju butik, saat itu hujan gerimis.
“Ya ampun kamu ini, kayak gag ada hari esok aja.” Jawabku santai.
“Mungkin emang nggak. Kamu ingat kan kata peribahasa lakukanlah hal apa yang bisa kau lakukan hari ini? Dan aku pengen banget bisa lihat kamu pakai gaun itu untuk yang terakhir sebelum kita dipingit.” Ujarnya lagi.
“Aih, kamu ada-ada aja.” Jawabku lagi. “Tuh butik dah di depan, jangan ngegombal lagi dong.” Sambungku.
Sesampai di butik, aku langsung masuk ke ruang ganti dan Angga menungguku di luar. Tak berapa lama aku keluar dengan gaun pengantin pesanan kami.
“Kamu cantik banget sayang. Rasanya jadi gag pengen beralih pandangan dari kamu deh. Andai aja aku bisa terus memandang kamu kayak gini.” Ujarnya saat melihatku ke luar dari ruang ganti.
“Kamu, ada-ada aja. Aku jadi malu nih. Jangan ngegoda terus dong.”
“Aku serius! Aku gag ngerayu kamu. Andai aja aku bisa terus memandang kamu begini.” Ujarnya dan aku hanya bisa tersipu.
Semua terasa indah hari itu, sampai telepon yang berakhir pada perpisahan kami. Saat aku sedang mengganti pakaian, ia mendadak mendapat telepon dari Rumah Sakit yang memintanya untuk segera ke Rumah Sakit karena pasien yang sedang ia tangani mendadak jantungnya kumat. Dan ia bergegas pergi kembali ke Rumah Sakit.
“Sayang, aku ke RS dulu ya. Kamu jaga diri baik-baik ya, aku harus pergi. Um satu lagi, aku bener-bener sayang kamu. Tadi aku sudah minta Sarah buat jemput kamu ya. Dah sayang, samapi ketemu lagi nanti.” Ujarnya memberi ucapan perpisahan sore itu sambil mengecup keningku. Saat itu hujan sudah turun dengan deras.
“Ya, aku juga sayang kamu. Kamu juga hati-hati ya. Love you.” Jawabku.
15 menit aku menunggu, Sarah datang menjemputku dengan kondisi basah kuyup. Aku bingung melihat kondisinya hari itu.
“Kamu kenapa de? mobil kamu gag mungkin bocor kan?” tanyaku sambil berusaha bergurau dan ia hanya diam saja.
“Itu gag penting, yang penting kakak ikut aku sekarang.” Katanya dengan wajah tegang sambil segera menarik tanganku dan masuk mobil. Sepanjang perjalanan ia hanya diam saja dan aku tak berani bertanya lebih banyak. Dan saat mobil berhenti, aku baru sadar kalau kami berada di parkiran RS sekarang.
“Ada apa de? kenapa ke RS?” tanyaku kebingungan.
“Nanti kakak juga tahu, tapi sebelumnya kakak yang kuat ya.” Ujarnya membuatku semakin bingung. Saat itu kau sempat terfikirkan ibuku. Jangan-jangan ibuku mendadak terkena serangan jantung. Aku langsung panik seketika. Saat di depan ICU aku terkejut melihat semua anggota keluarga berkumpul dengan wajah tegang. Dan di sana kulihat ibuku sedang duduk di samping ibu Angga dengan wajah yang sama tegangga dengan Sarah.
“Ada apa ini? Ada apa semuanya tiba-tiba berkumpul di sini? Siapa yang sakit? Dan di mana Angga?” tanyaku.
“Angga di dalam, sedang berjuang melewati masa kritis. Baiknya kita bersama mendoakan yang terbaik untuknya.” Jawab ayah Angga sembari mengalihkan pandangannya.
“Kenapa? Dia kenapa Om?” Tanyaku sambil menahan tangis.
“Angga kecelakaan saat dalam perjalanan menuju RS nak, kamu yang sabar ya dia pasti selamat.” Ujar Ibu Angga sambil mengelus rambutkuku. Seketika pandanganku menjadi kabur, semuanya terasa menjadi gelap dan aku terduduk di sudut ruangan sambil terus meneteskan air mata tanpa isakan.
Tak lama kemudian, keluarlah seorang dokter yang ku kenal dokter Budi dari dalam ruangan ICU. Ia keluar dengan wajah tertunduk lesu dan aku mengerti maksud dari wajah itu. Terlebih saat kulihat tatapan ibanya saat menatapku. Dan seketika aku langsung histeris menangisi nasib malangku.
Dua tahun menjalani hubungan, kami pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius. 15 Mei kami bertunangan, dan sesuai rencana, kami akan melangsungkan akad nikah dan resepsi satu bulan kemudian. Aku betul-betul bahagia dan rasanya hidupku sempurna sudah. Tapi manusia memang hanya bisa berencana, dan tetap Tuhanlah yang menentukan segalanya. Dan musibah itu, yang mengubah segalanya terjadi tepat satu minggu sebelum hari-h pernikahan kami.
“Dari sini kita langsung ke butik ya sayang, aku udah gag sabar lihat kamu pakai gaun pengantinmu.” Ujarnya sambil tersenyum manis padaku hari itu.
“Lo, kog buru-buru banget? Kan kita baru pulang dari Rumah Sakit, aku belum mandi lagi. Pulang mandi dulu ya.” Kataku sambil balas menatapnya dan tersenyum.
“Ok deh. Kalo gitu ke tempatmu dulu baru kita ke butik.”
Dan itu adalah kali terakhir ia berkunjung ke tempatku.
“Aduh, gag sabar banget nih pengen lihat kamu pakai gaun pengantin.” Ujarnya saat di perjalanan menuju butik, saat itu hujan gerimis.
“Ya ampun kamu ini, kayak gag ada hari esok aja.” Jawabku santai.
“Mungkin emang nggak. Kamu ingat kan kata peribahasa lakukanlah hal apa yang bisa kau lakukan hari ini? Dan aku pengen banget bisa lihat kamu pakai gaun itu untuk yang terakhir sebelum kita dipingit.” Ujarnya lagi.
“Aih, kamu ada-ada aja.” Jawabku lagi. “Tuh butik dah di depan, jangan ngegombal lagi dong.” Sambungku.
Sesampai di butik, aku langsung masuk ke ruang ganti dan Angga menungguku di luar. Tak berapa lama aku keluar dengan gaun pengantin pesanan kami.
“Kamu cantik banget sayang. Rasanya jadi gag pengen beralih pandangan dari kamu deh. Andai aja aku bisa terus memandang kamu kayak gini.” Ujarnya saat melihatku ke luar dari ruang ganti.
“Kamu, ada-ada aja. Aku jadi malu nih. Jangan ngegoda terus dong.”
“Aku serius! Aku gag ngerayu kamu. Andai aja aku bisa terus memandang kamu begini.” Ujarnya dan aku hanya bisa tersipu.
Semua terasa indah hari itu, sampai telepon yang berakhir pada perpisahan kami. Saat aku sedang mengganti pakaian, ia mendadak mendapat telepon dari Rumah Sakit yang memintanya untuk segera ke Rumah Sakit karena pasien yang sedang ia tangani mendadak jantungnya kumat. Dan ia bergegas pergi kembali ke Rumah Sakit.
“Sayang, aku ke RS dulu ya. Kamu jaga diri baik-baik ya, aku harus pergi. Um satu lagi, aku bener-bener sayang kamu. Tadi aku sudah minta Sarah buat jemput kamu ya. Dah sayang, samapi ketemu lagi nanti.” Ujarnya memberi ucapan perpisahan sore itu sambil mengecup keningku. Saat itu hujan sudah turun dengan deras.
“Ya, aku juga sayang kamu. Kamu juga hati-hati ya. Love you.” Jawabku.
15 menit aku menunggu, Sarah datang menjemputku dengan kondisi basah kuyup. Aku bingung melihat kondisinya hari itu.
“Kamu kenapa de? mobil kamu gag mungkin bocor kan?” tanyaku sambil berusaha bergurau dan ia hanya diam saja.
“Itu gag penting, yang penting kakak ikut aku sekarang.” Katanya dengan wajah tegang sambil segera menarik tanganku dan masuk mobil. Sepanjang perjalanan ia hanya diam saja dan aku tak berani bertanya lebih banyak. Dan saat mobil berhenti, aku baru sadar kalau kami berada di parkiran RS sekarang.
“Ada apa de? kenapa ke RS?” tanyaku kebingungan.
“Nanti kakak juga tahu, tapi sebelumnya kakak yang kuat ya.” Ujarnya membuatku semakin bingung. Saat itu kau sempat terfikirkan ibuku. Jangan-jangan ibuku mendadak terkena serangan jantung. Aku langsung panik seketika. Saat di depan ICU aku terkejut melihat semua anggota keluarga berkumpul dengan wajah tegang. Dan di sana kulihat ibuku sedang duduk di samping ibu Angga dengan wajah yang sama tegangga dengan Sarah.
“Ada apa ini? Ada apa semuanya tiba-tiba berkumpul di sini? Siapa yang sakit? Dan di mana Angga?” tanyaku.
“Angga di dalam, sedang berjuang melewati masa kritis. Baiknya kita bersama mendoakan yang terbaik untuknya.” Jawab ayah Angga sembari mengalihkan pandangannya.
“Kenapa? Dia kenapa Om?” Tanyaku sambil menahan tangis.
“Angga kecelakaan saat dalam perjalanan menuju RS nak, kamu yang sabar ya dia pasti selamat.” Ujar Ibu Angga sambil mengelus rambutkuku. Seketika pandanganku menjadi kabur, semuanya terasa menjadi gelap dan aku terduduk di sudut ruangan sambil terus meneteskan air mata tanpa isakan.
Tak lama kemudian, keluarlah seorang dokter yang ku kenal dokter Budi dari dalam ruangan ICU. Ia keluar dengan wajah tertunduk lesu dan aku mengerti maksud dari wajah itu. Terlebih saat kulihat tatapan ibanya saat menatapku. Dan seketika aku langsung histeris menangisi nasib malangku.
Esoknya, aku menyaksikan Angga, orang yang paling kau kasihi dipendam dalam tanah. Aku tak henti-hentinya menangis sepanjang upacara pemakamannya. Dan orang disekelilingku hanya bisa diam menatapku iba. Seusai pemakaman, aku merasa kosong dan serasa tak ada sandaran lagi. Hingga akhirnya aku dapat berdiri tegar dengan cinta yang ia tinggalkan untukku.
Dan kini, tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Dan aku tetap berdiri di sini dengan segenap rasa yang ku punya untuknya. Aku tak pernah menyesal pernah bersamanya dan mencintainya, karena berkat dia aku bisa melewati kehidupan yang penuh rasa sakit itu. Karena semua rasa sakit hati ini telah hilang bersama dengan sembuhnya bekas luka gores di lenganku ini.
Dan Angga, aku yakin ia pasti bahagia di sana melihatku mampu tersenyum di sini sekarang..
PROFIL PENULIS
Nama : Nita
Tempat tanggal lahir : Benangin, 8 Januari 1993
Hobi : Membaca, Jalan-jalan dan mendengarkan musik.
Alamat FB : maniz.nita@yahoo.co.id
Tempat tanggal lahir : Benangin, 8 Januari 1993
Hobi : Membaca, Jalan-jalan dan mendengarkan musik.
Alamat FB : maniz.nita@yahoo.co.id
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.